Jumat, Maret 29, 2024

Menjaga Marwah Penyelenggara Pemilu

Bahrur Rosi
Bahrur Rosi
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta

Belum lama ini, kasus operasi tangkap tangan (OTT) oleh Satgas Anti Politik Uang Mabes Polri bersama jajaran Polda Jawa Barat dan Polres Garut terhadap Oknum Penyelenggara Pemilu, yakni Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Garut dan Komisioner KPU Garut atas dugaan menerima suap terkait kewenanganya dalam penyelenggaraan Pilkada Garut 2018 menjadi sorotan publik dan mencoreng penyelenggara Pemilu.

Kegaduhan pasca penagkapan pun tidak bisa dihindarkan, KPU dan Bawaslu selaku Penyelenggara Pemilu dibuat tertunduk malu melihat jajarannya terciduk. Marwah penyelenggara pemilu menjadi taruhan sebagai pelaksana dan pengawas demokrasi. Penyelenggara pemilu yang seharusnya bisa menjaga iklim demokrasi kini dipertanyakan.

Semarak deklarasi tolak politik uang oleh Bawaslu yang dilaksanakan secara serentak diseluruh Indonesia seakan menjadi sia-sia. Deklarasi yang sejatinya menjadi rambu peringatan bagi semua pihak termasuk penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan pemilu yang bebas,jujur, adil dan tentu bebas uang dalam melaksanakan tugasnya mengawal pesta demokrasi di tingkat pusat hingga tingkat daerah.

Penyelenggaraan pemilu yang baik sesuai amanah UUD 1945 bisa terwujud bilamana diiringi dengan proses pelaksanan yang baik pula disertai pengawasan yang baik. Proses demokrasi diharapkan bisa melahirkan pemimpin yang bisa membawa rakyat menjadi lebih baik. Pemilu yang bermutu harus dibarengi oleh penyelengaraan dan penyelenggara pemilu yang penuh etika.

Pemilu merupakan sarana dalam meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Nilai-nilai dan etika dalam berdemokrasi akan dapat mencegah politik berakhir dengan jalan kekerasan maupun kecurangan-kecurangan dalam pemilihan. Uang jangan selalu dijadikan alat untuk memuluskan jalan meraih kekuasaan. Ongkos politik yang mahal memang masih bisa diperdebatkan, tapi menggunakan uang dibawah tangan bukanlah suatu jawaban.

Kasus yang menimpa oknum penyelenggara pemilu di daerah Garut adalah perbuatan yang tidak bisa ditolerir karena penyelenggara pemilu harus bekerja secara profesional, mandiri, transparan, dan akuntabel. Jangankan menerima suap, bertindak, bersikap, dan berprilaku yang berpotensi menimbulkan dugaan tidak netral, dan tidak profesional adalah hal yang harusnya haram dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

Dalam regulasi yang berlaku, tindakan itu jelas telah melanggar Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 Pasal 8 huruf a, g dan j tentang kode etik penyelenggara pemilu. Di samping itu, tindakan itu juga melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) merilis data bahwa selama periode Januari hingga Februari 2018 sudah memeriksa sebanyak 76 kasus pelanggaran kode etik yang melibatkan unsur penyelenggara pemilihan umum.

Dari jumlah itu, telah dilakukan tindakan berupa 37 peringatan keras, 27 orang diperingatkan, 3 diberhentikan sementara, 11 diberhentikan tetap, 3 orang diberhentikan jabatannya sebagai ketua serta 76 orang direhabilitasi. Dari 61,2 persen oknum yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik sebagian besar berupa pelanggaran profesionalisme, bekerja tidak sesuai prosedur, tidak cermat, tidak teliti, dan lain-lain.

Semua data dan fakta tersebut menjadi catatan penting dan patut menjadi keprihatinan bersama, bahwa lembaga yang diharapkan seharusnya menjaga marwah demokrasi dan pemilu justru banyak terdapat catatan buruk dalam menjaga marwah lembaganya. Catatan tersebut harus segera diperbaiki dalam rangka menghadirkan kultur pemilu 2019 yang berkualitas dan cermin demokrasi yang baik.

Penyelenggaraan pemilu dan penyelenggara pemilu ibarat dua sisi mata uang, yang harus selalu bersamaan dan sama sama berjalan baik, kualitas penyelenggaran pemilu yang baik ditentukan oleh kualitas penyelenggara pemilu yang baik. Meski harus menjadi kesadaran bersama bahwa mengawal proses demokrasi dalam cerminan pemilu menjadi tanggung jawab semua, karena pemilu itu adalah kita.

Untuk menciptakan pemilu yang berkualitas adalah suatu yang mutlak harus dipenuhi karena jika tidak maka pemerintahan yang diinginkan untuk 5 tahun mendatang tidak akan mendapat dukungan rakyatnya karena permintahan itu kelak tidak akan sesuai harapan dalam mencapai amanat rakyat yang sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yaitu suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya.

Lalu bagaimanakah agar pemilu ini benar-benar bisa meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia?. Caranya adalah seluruh elemen harus mau dan siap berkomitmen bersama. Hal ini harus dilakukan untuk mencegah terjadinya pelaksanaan pemilu yang tidak sportif dan jauh dari keadilan. Cari lainnya adalah masyarakat bersama penyelenggaran pemilu melakukan pengawasan dan pemantauan agar setiap tahapan pemilu berjalan dengan jujur, adil, dan bersih sehingga pemilu yang adil dan sportif bisa tercapai.

Kasus Garut cukuplah menjadi pelajaran bagi kita semua terkhusus para penyelenggara pemilu. Memberikan jalan kepada aparat penegak hukum untuk menangani dan menyelesaikan kasusnya secara tuntas adalah langkah yang harus dilakukan. Penyelenggara pemilu kini mulai harus fokus pada proses pembenahan internal penyelenggara pemilu tanpa mengganggu proses pemilu yang sedang berjalan.

Penyelenggara pemilu mulai harus intropeksi diri, supervisi dan kembali menggalakkan untuk menanamkan nilai-nilai integritas dan pofesional dalam penyelenggaraan pemilu. Kasus yang terjadi merupakan ulah oknum anggota bukan dilakukan secara kelembagaan, meski harus diakui bahwa semua itu berdampak pada citra institusi penyelenggara pemilu.

Penyelenggara pemilu harus bisa mengembalikan dan menjaga marwah serta kepercayaan masyarakat kepada lembaga penyelenggara pemilu demi menjaga iklim demokrasi yang baik. Proses demokrasi harus dijaga dan dirawat dengan baik dan bersama-sama oleh semua elemen baik penyelenggara pemilu, peserta pemilu, tokoh masyarakat, dan masyarakat.

Tidak ada yang boleh menciderai proses demokrasi yang sudah dibangun dan ditata sejak lama oleh bangsa Indonesia dengan sikap kurang terpuji dan kurang bermartabat karena berani jujur itu hebat.

Bahrur Rosi
Bahrur Rosi
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.