Senin, Desember 9, 2024

Menimbang Koalisi Parpol

Zennis Helen
Zennis Helen
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Ekasakti Padang, Advokat di Rumah Bantuan Hukum Padang dan Mahasiswa Doktoral Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
- Advertisement -

Pemilu presiden/wakil presiden serentak dengan pemilu legislatif, akan digelar sekitar dua tahun lagi, tepatnya pada 14 Februari 2024 mendatang. Terhitung, sejak 14 Juni lalu, tahapan pemilu sudah resmi dimulai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memukul gong, tanda dimulainya tahaapan pemilu. Parpol sebagai peserta utama pemilu, telah memanaskan mesin politiknya. Mulai dari proses penjajakan koalisi untuk capres hingga persiapan pendaftaran partai menjadi peserta pemilu.

Keriuhan di internal parpol, sudah mulai terasa. Parpol telah mulai memetakan dengan siapa ia akan berkoalisi, dan di internal parpol pasti sudah disiapkan juga, siapa yang akan ia tawarkan sebagai bakal capres dan cawapres untuk dipilih dan disepakati antar mitra koalisi. Teranyar, tiga parpol, yakni Golkar, PAN, dan PPP, telah lebih awal membentuk koalisi, yang mereka sebut dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

Ketiga parpol tersebut masih tetap membuka kesempatan dan peluang bagi parpol lain untuk bergabung. Siapa yang akan mereka pilih sebagai kandidat capres dalam KIB tersebut, belum diputuskan. Semuanya masih dinamis. Jika dilihat dari angka perolehan kursi di DPR RI, tentu partai Golkar. Sayangnya, bukan itu saja, melainkan harus memperhitungkan dari banyak sisi baik popularitas maupun elektabiltas calon di mata pemilih.

Tulisan ini hendak memaparkan tentang mengapa parpol saling bertemu satu sama lain dalam menghadapi pilpres 2024? Pertanyaan itu sangat penting dijawab sebab pertemuan antar ketua umum parpol semakin sering terjadi akhir-akhir ini. Parpol A menyambangi parpol B dan besoknya parpol A bertemu lagi dengan parpol C, dan begitu seterusnya. Nampaknya, akan terus berlanjut hingga tiba masa pendaftaran pasangan calon presiden yang telah disusun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kepentingan pencalonan

Pertemuan antar ketua umum parpol, yang kian masif akhir-akhir ini. Yang tak biasa dilihat oleh masyarakat sebelumnya, kecuali pada saat momentum-momentum tertentu di parpol. Parpol mengundang parpol lain untuk menunjukkan ikatan solidaritas sebagai lembaga penting dalam demokrasi. Kali ini, beda. Pertemuan akan kian inten dan acap kali. Untuk konteks saat ini, pertemuan antar parpol yang kerap digelar saat ini, setidaknya disebabkan:

Pertama, desain UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Pada pasal 222 UU a quo disebutkan bahwa” Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Pasal ini mengatur tentang angka ambang batas pencalonan presiden yang harus dimiliki oleh parpol. Dengan menjadikan perolehan kursi dan suara pada pileg 2019 lalu sebagai tolok ukurnya.

Kedua, ketentuan numerikal di ataslah yang memaksa ketiga parpol, yakni Golkar, PAN dan PPP bertemu dalam meja perundingan dan menyatu dalam ikatan koalisi KIB. Tujuannya adalah untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden yang disaratkan UU pemilu. Sebab, tidak ada dari ketiga parpol tersebut yang memenuhi ambang batas pencalonan presiden. Dari sembilan jumlah parpol yang memiliki kursi di parlemen saat ini, hanya PDI-P yang dapat mengusung capres sendiri, tanpa koalisi, sementara selebihnya, harus menjalin koalisi dengan parpol lain.

Ketiga, pemilu serentak yang telah digelar sejak 2019 lalu, memaksa parpol untuk mencari mitra koalisi dari awal. Beda dengan pemilu 2014, pemilu presiden digelar beberapa bulan setelah pemilu legislatif. Koalisi pilpres pun dilakukan setelah pileg dengan tolok ukur hasil perolehan jumlah kursi dan jumlah suara pada pemilu 2014. Pemilu  2024 karena serentak, maka parpol didesak untuk menentukan mitra koalisi jelang pilpres, mengajak sama-sama untuk berjuang menuju puncak kekuasaan, dengan menetapkan siapa calon yang akan mereka usung untuk maju di gelanggang pilpres baik bacapres dari internal maupun eksternal parpol.

Keempat, terbatasnya tokoh di internal parpol yang mempunyai elektabiltas yang tinggi untuk diusung menjadi bakal capres. Hal ini menjadi penyebab parpol bertemu dan menjalin mitra koalisi dengan parpol lain. Alasan ini bukan ingin menyebutkan bahwa di parpol tak ada tokoh. Akan tetapi, tokoh yang dimiliki parpol saat ini kurang mendapat penerimaan di tengah-tengah masyarakat apalagi segmentasi pemilih untuk pemilu 2024, mayoritas dari generasi milenial. Jika tetap dimajukan, maka potensi memenangkan pertarungan kecil dan lemah.

Kalau toh, dipaksakan juga maka sama saja dengan bunuh diri. Elektabilitas tokoh menjadi dasar perhitungan parpol dalam mengusung bakal capres. Hasil rekomendasi keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) partai Nasdem yang digelar di Jakarta Convention Center pada 15-17 Juni 2022 membuktikan fakta ini. Tiga orang bacapres dari partai Nasdem 2024 mendatang, yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (Kompas, 18/6/2022).

- Advertisement -

Sayangnya, dari ketiga bacapres tersebut. Tak ada satu pun kader Nasdem. Semuanya kader impor dari luar partai Nasdem bahkan mengambil kader partai lain (baca: PDI-P). Fakta ini menunjukkan bahwa krisis kader masih menjadi problem krusial partai. Tak banyak alternatif kader di parpol yang layak dan pantas diusung menjadi bakal capres. Padahal, salah satu  fungsi parpol itu adalah kaderisasi.

Fungsi inilah yang belum sepenuh hati dilaksanakan oleh parpol. Ketika datang momentum elektoral, parpol sibuk mencari kader untuk diorbitkan menjadi pemimpin di negeri ini. Pilpres membutuhkan biaya yang tak sedikit. Dengan berkoalisinya parpol maka beban pembiayaan pilpres dapat dibagi secara merata dan dipikul bersama.

Zennis Helen
Zennis Helen
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Ekasakti Padang, Advokat di Rumah Bantuan Hukum Padang dan Mahasiswa Doktoral Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.