Jumat, April 19, 2024

Menilik Petasan dan Perayaan dalam Kacamata Peradaban

Anisa Cahyani
Anisa Cahyani
Mahasiswi Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang. Instagram @roussenisaa

Tahu tidak, petasan yang kalian pahami sebagai pelengkap jalannya suatu perayaan awalnya tercipta secara tidak sengaja? Menarik garis waktu jauh kedalam beberapa ratus tahun yang lalu, di suatu wilayah yang dikenal sebagai pusat peradaban tersohor pada masanya, tempat dimana kaum-kaum terpelajar dan bangsawan elit dapat ditemukan dengan mudahnya, serta lokasi yang membawa kemajuan kebudayaannya ke berbagai penjuru dunia, ya… Cina.

Setiap tahun baru, seperti layaknya agenda abadi yang melekat dalam pikiran bawah sadar umat manusia, menyalakan petasan dan kembang api adalah tanda untuk merayakan pergantian tahun, pergantian penanggalan, serta pergantian nasib bahkan bagi sebagian orang. Anak-anak, muda-mudi, hingga orang-orang berumur pun semangat sekali untuk ikut serta berpartisipasi didalamnya.

Lantas, mengapa setiap perayaan penggunaan petasan ini selalu dicari? Apakah memang sudah menjadi budaya autentik? Apakah penggunaan petasan memiliki filosofinya sendiri? Atau malah petasan hanya dianggap sebagai mainan-yang-sedikit-berbahaya tetapi selama diawasi oleh orang dewasa, ya tidak apa-apa.

Mesiu Mentah dan Dinasti Tang

Sekelompok orang yang diberi titel sebagai ahli kimia di suatu dataran tinggi yang bertempat di wilayah Dinasti Tang sekitar 800 M, menemukan penemuan yang memengaruhi peradaban masa kini, benar-benar pengaruh yang mengguncang dunia tetapi dengan cara yang cukup tidak sengaja sebetulnya.

Mesiu mentah yang dibuat dengan mencampur berbagai senyawa, seperti kalium nitrat, arang, dan sulfur berdasarkan catatan yang dilansir dari American Pyrotechnics Safety and Education lahir dari hasil otak-atik para ahli kimia tersebut. Bahkan, sebenernya hasil coba-coba kimia tersebut berjalan cukup lama, sebut saja berabad-abad. Contohnya, kalium nitrat sendiri sudah diidentifikasi sejak abad ke-1 oleh kebudayaan di negeri tirai bambu tersebut.

Penggunaan Secara Komersial

Memasuki abad ke-11, Cina menggunakan racikan mesiu untuk membuat bom atau peledak yang menggunakan ketapel sebagai pelontarnya. Penjelasan terperinci dari penggunaan alat ini berasal dari pertempuran selama periode Dinasti Song sekitar tahun 1126. Dinasti Song (960-1279) adalah sebuah dinasti di Cina yang terkenal dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat.

Pada zaman Dinasti Song, Cina juga telah memiliki bahan peledak yang disebut “dapudan” atau “huoyao“. Dapudan atau huoyao terbuat dari campuran antara nyirih, barium nitrat, dan sulfur. Bahan peledak ini pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan Cina bernama Chen Guo pada abad ke-9. Kemudian, bahan peledak ini mulai digunakan dalam keperluan militer, seperti dalam pembuatan senjata api atau peledakan terowongan.

Selain bahan peledak, Cina juga telah memiliki senjata api yang dikenal sebagai “fire lance” atau “huochong“. Fire lance adalah senjata api pertama yang digunakan di Cina, yang terdiri dari sebuah tongkat dengan ujung terbuka yang dipasangi bahan peledak. Senjata ini pertama kali ditemukan pada abad ke-10 dan mulai digunakan dalam perang pada abad ke-11.

Pada masa itu, militer dari Dinasti Song menggunakan peralatan seperti meriam api untuk melawan Nuchen yang sedang menyerang teritorialnya. Meriam itu tentu bukanlah seperti apa yang tergambar pada zaman modern. Tabung bambu diisikan dengan bubuk mesiu ini lah yang menjadis senjata para tentara Song, sayangnya memang penggunaan alat ini hanya untuk jangkauan yang cukup pendek saja. Penggunaan bubuk mesiu secara komersial ini pun terus berlanjut pada masa-masa selanjutnya.

Kilas Balik di Eropa

Masih ingat dengan perdagangan jalur sutra? Ya, sekitar abad ke-13 penggunaan bubuk mesiu terkenal sebab perdagangan yang terjadi khususnya di Konstantinopel, Eropa, bahkan sampai dengan Jepang. Dalam buku Book of Fighting on Horseback and with War Engines karya Ar-Rammah di tahun 1280, istilah “panah tiongkok” sebagai pengganti kata roket saat ini lahir.

Lebih lanjut lagi, bangsa Arab pun pernah menggunakan kehebatan dari bubuk mesiu untuk kepentingan invasinya di Baza. Di Italia sendiri, sekitar tahun 1326 sudah ada pembuatan meriam serta pelurunya yang kemudian menjadi tonggak awal penyebaran secara luas di Eropa pada medan peperangan.

Sempat Dikecam Pemerintah Kolonial

VOC memang pernah melarang penggunaan peledak di wilayah Hindia Belanda. VOC juga pernah melarang penggunaan mesiu dalam pembuatan kembang api di wilayah Hindia Belanda, karena mesiu memiliki potensi bahaya yang tinggi jika terbakar secara tidak sengaja atau tidak dikelola dengan baik.

Selain itu, penggunaan peledak yang tidak sesuai atau tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kebakaran, kecelakaan, atau bahkan kematian. Apalagi jika mengingat tingkat pengetahuan dan standar keamanan kerja pada saat itu cukup rendah. Penggunaan mesiu juga dapat menyebabkan kebakaran yang serius, sehingga perlu diwaspadai dan harus dilakukan dengan hati-hati. Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1800, penggunaan peledak dan mesiu masih terus dilakukan hingga sekarang, meskipun tidak seextensif dahulu.

Kembang api pertama kali digunakan di Indonesia pada abad ke-19, yaitu pada saat penjajahan Belanda di Indonesia. Akan tetapi, memang penggunaan bahan peledak sendiri sudah dikenal di nusantara sejak adanya VOC meskipun sempat dilarang. Pada awalnya, kembang api hanya digunakan oleh orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia dan orang-orang kaya untuk keperluan hiburan atau untuk menambah suasana meriah dalam pertunjukan-pertunjukan kembang api yang diadakan di taman-taman atau di stadion-stadion olahraga.

Masa Kini

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, kembang api mulai digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk berbagai macam keperluan, seperti untuk perayaan-perayaan agama atau perayaan-perayaan nasional, untuk pertunjukan-pertunjukan hiburan, atau untuk pertunjukan-pertunjukan seni.

Di Indonesia, kembang api biasanya dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat, seperti kertas, kayu, dan busa. Setelah dibuat, kembang api kemudian dibakar dan dibiarkan terbakar hingga habis, mengeluarkan cahaya yang terang dan banyak asap.

Kegiatan kembang api di Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Kegiatan ini sangat disukai oleh masyarakat Indonesia dan sering diadakan pada berbagai acara perayaan, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Meskipun memang jika menilik sejarah perkembangannya, lahirnya kembang api bukan berasal dari bumi nusantara, tetapi animo masyarakat tetap tinggi untuk memakainya di momen perayaan terutama tahun baru.

Anisa Cahyani
Anisa Cahyani
Mahasiswi Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang. Instagram @roussenisaa
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.