Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) memiliki tugas utama dalam melakukan pentashihan atau perbaikan teks Al-Qur’an, termasuk mengoreksi dan menstandarisasi mushaf-mushaf Al-Qur’an yang ada. LPMQ berupaya menjaga agar terjemahan Al-Qur’an yang disebar luaskan kepada masyarakat tidak menimbulkan penafsiran yang salah atau kontroversial. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi keinginan masyarakat Muslim Indonesia yang ingin memiliki akses yang terjamin terhadap teks Al-Qur’an yang autentik dan akurat.
Dalam beberapa tahun terakhir, Mushaf Madinah terbitan Mujammā al-Mālik Fāhd yang diterbitkan oleh Kerajaan Saudi Arabia menjadi populer di Indonesia. Hal ini dikarenakan jamaah Indonesia yang menunaikan ibadah haji membawa pulang Mushaf Madinah sebagai hadiah dan memenuhi pasaran lokal.
LPMQ menerbitkan Mushaf Standar Indonesia guna memudahkan masyarakat Indonesia dalam membaca Al-Qur’an bukanlah sekadar diperkirakan atau diduga semata-mata, tetapi dikukuhkan berdasarkan riset yang dilakukan peneliti LPMQ tahun 2013. Dalam penelitian tersebut terungkap, bahwa kecenderungan masyarakat dalam menggunakan Mushaf Standar Indonesia diantaranya adalah karena faktor kemudahan dalam membacanya.
Kemudahan yang dimaksud dalam hal ini adalah kemudahan membaca sesuai dengan kaidah tajwid, seperti ketika terjadi bacaan idgam, ikhfa, iqlab, bacaan panjang, dan beberapa kaidah bacaan tajwid lainnya.
Di Mushaf Madinah, ketika terjadi beberapa hukum bacaan tajwid pada ayat Al-Qur’an tidak ada tanda yang membantu bagaimana membaca dan membunyikannya. Sebagai contoh, pada lafdzul jalalah (lafadz Allah), Mushaf Madinah tidak mencantumkan fathah berdiri (fathah qaimah) pada lam yang memang harus dibaca panjang (dua harakat), sementara di Mushaf Standar Indoensia, lam pada lafadz Allah dibuat fathah berdiri (fathah qaimah) agar dibaca panjang dua harakat.
Tanda tersebut diberikan agar masyarakat Indonesia tidak salah dalam mengucapkan lafadz Allah. Orang Arab kiranya tidak memerlukan tanda tersebut karena mereka sudah terbiasa membunyikan lafdz tersebut dengan lam yang dibaca panjang. Demikian halnya dengan hukum bacaan idgam, ikhfa, dan beberapa bacaan tajwid lainnya.
Namun, penting untuk diketahui bahwa penambahan tanda baca pada Mushaf Standar Indonesia sama sekali tidak mengubah teks Al-Qur’an itu sendiri. Teks Al-Qur’an yang terdapat dalam Mushaf Standar Indonesia tetap sama dengan teks Al-Qur’an aslinya. Penambahan tanda baca tersebut hanya bertujuan untuk memudahkan pemahaman dan pengucapan, tanpa mengubah makna atau isi Al-Qur’an.
Terdapat pula beberapa perbedaan tanda waqaf antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Madinah, salah satu contohnya adalah pada Q.S. Al-Baqarah/2:117
Mushaf Standar Indonesia:
بَدِيْعُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاِذَا قَضٰٓى اَمْرًا فَاِنَّمَا يَقُوْلُ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ
Mushaf Madinah:
بَدِيعُ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِۖ وَإِذَا قَضَىٰٓ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
Tanda waqaf yang terdapat pada Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Madinah berbeda. Mushaf Stadar Indonesia meletakan tanda waqaf قلى (berhenti lebih baik) pada lafadz وَالْاَرْضِ Sedangkan dalam Mushaf Madinah menetapkan tanda waqaf صلى (lebih baik meneruskan bacaan) pada lafadz وَالْاَرْضِ.
Dari uraian di atas tampak bahwa kata وَالْاَرْضِ adalah akhir kalimat, dan kalimat sesudahnya yaitu وَاِذَا قَضٰٓى اَمْرًا فَاِنَّمَا يَقُوْلُ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ adalah kalimat baru. Dengan demikian pada lafadz وَالْاَرْضِ menurut as-Sajāwandī adalah muthlaq, yakni lebih baik waqaf.
Zakariyyā al-Ansharī berpendapat bahwa dengan waqaf pada وَالْاَرْضِ , maka makna kalimat pertama dalam ayat di atas sudah dapat dipahami, sehingga layak dijadikan tempat waqaf. Dengan demikian, maka kata وَالْاَرْضِ boleh diwaqafkan atau diwashalkan, sebagaimana pendapat al-Asymuni yang mengatakan bahwa waqaf pada kata tersebut jaiz.
Terdapat dua faktor penyebab terjadinya perbedaan penempatan tanda waqaf antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Madinah:
Pertama, faktor yang menyebabkan adanya perbedaan penempatan waqaf yaitu adanya perbedaan dalam memahami susunan redaksi Al-Qur’an dari segi ilmu Balaghah dalam ketiga cabangnya yaitu Ilm al-Bayan, ‘Ilm al-Ma’ani, dan Ilm al-Badi’.
Kedua, tanda waqaf banyak ditetapkan dalam Mushaf Indonesia karena menyesuaikan Masyarakat Indonesia yang nafasnya lebih pendek dan untuk menuntun masyarakat Indonesia yang kesehariannya bukan menggunakan bahasa Arab.
Metode untuk membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar adalah dengan menggunakan metode talaqi musyafahah atau bertatap muka langsung dengan guru. Melalui metode ini, seorang murid dapat belajar bagaimana mengucapkan huruf-huruf Al-Qur’an dengan benar sesuai dengan kaidahnya.
Namun, tulisan juga memiliki peran yang signifikan dalam membantu seseorang dalam mengucapkan lafadz Al-Qur’an sesuai dengan kaidah yang ada. Mushaf Standar Indonesia menetapkan aturan-aturan penulisan dengan konsisten dan jelas, termasuk tanda baca dan penanda yang memudahkan pemahaman dan pengucapan.
Dalam konteks ini, Mushaf Standar Indonesia menjadi acuan bagi para penerbit dalam menerbitkan dan mencetak Mushaf Al-Qur’an di Indonesia. Hal ini penting untuk memastikan keseragaman dan kesesuaian dalam penulisan Al-Qur’an yang diterbitkan di Indonesia. Dengan adanya acuan tersebut, diharapkan umat Muslim Indonesia dapat membaca dan mengamalkan Al-Qur’an secara konsisten dan sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan.