Secara sederhana, kita bisa mengartikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan serta kesehatan yang layak. Oleh karenanya, masalah kemiskinan selalu menjadi sorotan di Indonesia. Kemiskinan juga selalu menjadi pekerjaan rumah bagi para pemimpin negeri ini.
Maka dibutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai visi jelas untuk menekan angka kemiskinan. Di tengah hiruk pikuk menyongsong tahun 2024, sejumlah nama yang dianggap potensial nyapres mulai muncul. Tentu saja capres potensial yang namanya sering bertengger di perebutan posisi pertama tingkat elektabilitas oleh Lembaga Survei Charta Politika Indonesia yakni Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Hasil survei yang dirilis Desember 2022 tersebut menunjukkan elektabilitas Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo lebih unggul dibandingkan calon presiden lainnya. Ganjar memperoleh dukungan masyarakat sebanyak 31,7 persen sementara Anies Baswedan dapat 23,9 persen. Sedangkan, posisi ketiga diperoleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang memperoleh 23 persen.
Tak kenal maka tak sayang, begitu istilah yang sering kita dengar. Mengenai dua kandidat potensial yang maju nyapres, kita tentu saja butuh berkenalan agar bisa sayang. Terutama berkenalan dengan sepak terjang dalam mengatasi kemiskinan. Kita mulai dari Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Anies mengusung program kolaboratif untuk menanggulangi kemiskinan di Jakarta. Saya tak terlalu paham dengan ‘kolaboratif’ yang dimaksud, karena setelah membaca penjelasannya, hanya menjabarkan tentang kerja sama dari unsur pemerintah dan non pemerintah. Tapi apa program yang dilakukan tak dijelaskan, atau memang nggak ada, atau saya saja yang salah persepsi. Saya jujur tak tahu.
Dari beberapa literatur yang saya baca, tujuan program itu sebagai Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) berbasis kawasan untuk pengentasan kemiskinan, dan Kelurahan Kalibaru dipilih sebagai pilot project. Selain itu, ada pula program Community Action Plan (CAP) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas warga di kawasan permukiman kampung-kampung di Jakarta.
Namun bagaimana pencapaian program di Ibu Kota Indonesia tersebut? Berdasarkan data dari BPS Provinsi DKI Jakarta, pada Maret 2020 angka kemiskinan Jakarta melonjak. Saat itu, jumlah penduduk miskin DKI Jakarta meningkat hingga 1,11 persen poin atau meningkat kurang lebih hingga 119 ribu orang atau meningkat hingga 118,56 ribu orang dibandingkan dengan perhitungan periode sebelumnya, yakni September 2019.
Sedangkan secara persentase, penduduk miskin DKI Jakarta pada Maret 2022 juga mengalami peningkatan 0,02 persen poin dibandingkan dengan September 2021 atau bertambah sekitar 3.750 orang. Kondisi kemiskinan yang dilihat dari Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga agak memburuk. Angka P1 DKI Jakarta pada September 2021 adalah 0,753 sedangkan pada Maret 2022 adalah 0,768 atau mengalami kenaikan sebesar 0,015 poin. Hal ini berarti jurang kemiskinan semakin dalam.
Data tersebut tentu saja menjadi catatan hitam Anies. Hal itu karena tak sesuai target sebab Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinannya manergetkan dalam kurun waktu 2017-2022, tingkat kemiskinan turun sebanyak 1 persen, yakni dari 3,78 persen pada tahun 2017 menjadi 2,78 persen pada tahun 2022, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta.
Bukan apa-apa, saya terkadang heran mengapa program itu tak mampu menekan angka kemiskinan, malah justru bertambah. Padahal secara umum, selama era Anies, kisaran Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta per tahun sebesar Rp 77 triliun hingga Rp 89 triliun. Dan tentu itu bukan angka yang sedikitsedikit, karena di Jateng APBD hanya Rp 24 triliun.
Hal itu juga menambah panjang daftar catatan kegagalan Anies Baswedan selama memimpin Jakarta. Mengingat, beberapa program lainnya seperti pembangunan hunian uang muka nol rupiah, penghentian pengelolaan air oleh swasta, naturalisasi sungai, serta program mencetak 250 ribu calon wirausaha tidak maksimal, jauh dari target dan berjalan di tempat.
Lalu bagaimana di Jawa Tengah?
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menjadikan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas. Bagi Ganjar, pengentasan kemiskinan akan sulit dicapai jika permasalahan utama tidak diidentifikasi dengan baik. Oleh karena itu, salah satu terobosan pria berambut putih ini yaitu Program Satu SKPD Satu Desa Binaan.
Program Satu SKPD Satu Desa Binaan ini menyasar desa dengan kategori merah, yang berarti sangat membutuhkan perhatian dan bantuan karena tergolong desa miskin. Program itu terus digeber sebagai jalan mewujudkan kemiskinan di Jateng mencapai single digit. Secara teknis, program tersebut akan mengerahkan tim dari SKPD untuk melakukan pendampingan serta pengajaran metodologi pengembangan desa.
Tentunya, pendampingan tersebut didasarkan pada klasifikasi jenis kemiskinan dan kebutuhannya. Salah satu contohnya di Kabupaten Banjarnegara. Di sana ada sebuah desa yang produksi salaknya sangat melimpah, kemudian melalui Program Satu SKPD Satu Desa Binaan, Pemprov Jateng memberikan pendampingan dengan mengolah salak menjadi manisan sekaligus mencarikan mitra pengusaha dari Wonosobo untuk jadi pangsa pasar mereka.
Contoh lain dari keberhasilan program ini yaitu saat Pemprov Jateng memberikan bantuan ayam ternak untuk 500 keluarga di Desa Ngrandah, Grobogan. Hal itu sebagai upaya untuk menambah nilai ekonomi bagi keluarga miskin di sana. Selain itu, Pemprov Jateng berhasil mengusulkan agar janda miskin tak bersuami untuk dapat bekerja di pabrik.
Terobosan itu tentunya tidak nihil. Karena sejak menjabat Gubernur Jateng dari September 2013 hingga 2019, Ganjar telah menorehkan prestasi yakni mengurangi kemiskinan lebih dari 1 juta orang. Prestasi ini menjadi yang tertinggi dari semua wilayah di Indonesia. Prestasi ini juga bukan sekadar angka, tapi bukti kalau Ganjar selalu berpihak pada kesejahteraan rakyat, bukti kalau Ganjar sukses memimpin Jawa Tengah.
Selain Program Satu SKPD Satu Desa Binaan, Ganjar juga berhasil menekan kemiskinan di Jateng melalui zakat ASN Pemprov Jateng yang dihimpun Baznas Jateng. Program ini terbukti berhasil karena sepanjang 2021 perolehan zakat tembus pada angka Rp57 miliar. Alokasi zakat ini diperuntukkan untuk pengentasan kemiskinan, rehab pondok pesantren, masjid, madrasah, serta beasiswa.
Jika mengukur bagaimana keberhasilan Anies dan Ganjar mengatasi kemiskinan, langkah Ganjar adalah keberhasilan besar. Ini merupakan langkah yang konkret dan bukti kerja nyata Ganjar Pranowo dalam menangani Jawa Tengah selama dua periode. Ditambah, Ganjar mampu membuktikan walaupun perbedaan APBD sampai Rp 50 triliun dengan Jakarta, tapi ia bisa memaksimalkan hal itu untuk kepentingan rakyat.
Selain itu, Program Satu SKPD Satu Desa Binaan gagasan gubernur berambut putih itu, memang menjadi andalan Jateng dan merupakan program yang berbasis budaya gotong royong dan kerukunan. Ganjar pantas dijadikan contoh, karena pengentasan kemiskinan adalah pembangunan yang luar biasa.