Sabtu, Mei 4, 2024

Menghadapi Perubahan Organisasi dalam Konteks Pendidikan

Odemus Witono
Odemus Witono
Odemus Bei Witono, Mahasiswa Doktoral STF Driyarkara, Jakarta.

Melihat hasil rapor pendidikan nasional, terdapat penurunan kemampuan literasi murid jenjang SMA sederajat sebesar 4,59 poin (dari skor 53,85 persen pada tahun 2021 menjadi 49,26 persen pada tahun 2022). Di sisi lain, kemampuan literasi murid jenjang SD sederajat mengalami peningkatan sebesar 8,11 poin (dari skor 53,42 persen pada tahun 2021 menjadi 61,53 persen berdasarkan data Assessment Nasional 2022).

Dalam situasi ini, diharapkan sekolah-sekolah tingkat SD (meskipun mengalami peningkatan, namun skornya belum memuaskan) dan tingkat SMA (yang mengalami penurunan) melakukan introspeksi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu langkah perbaikan yang dapat diambil adalah melalui perubahan transformatif organisasi dalam konteks pendidikan.

Organisasi sosial, termasuk satuan pendidikan, tidak dapat menghindari perubahan karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memaksa. Contoh yang paling jelas adalah penggunaan teknologi pendidikan selama masa pandemi Covid-19. Kondisi ini memaksa guru dan murid untuk beradaptasi dengan keadaan, mengadopsi pembelajaran berbasis teknologi sebagai metode pembelajaran yang baru.

Faktor Eksternal

Transformasi lembaga pendidikan terjadi karena adanya dorongan, baik dari lingkungan eksternal maupun internal, yang mendorong organisasi untuk terus beradaptasi agar tetap relevan dan berkelanjutan. Menurut analisis Saitis & Saiti (2018), faktor eksternal yang mencakup sektor politis/legislasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi memainkan peran penting dalam mendorong perubahan.

Sektor politis/legislasi, khususnya dalam kerangka legislatif yang mengatur unit-unit pendidikan, dapat memberikan tekanan signifikan. Contohnya, perubahan aturan kepegawaian sekolah atau pemangkasan anggaran pendidikan akibat ketidakstabilan ekonomi dapat memicu perubahan besar. Pada tingkat politis/legislasi, pendidikan perlu mendapatkan perhatian khusus.

Kurikulum Merdeka yang diterapkan di sekolah-sekolah perlu didukung oleh perangkat hukum yang jelas, tidak hanya dalam bentuk tulisan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah, tetapi juga dalam pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Adanya perangkat hukum atau aturan yang mendukung memungkinkan perubahan organisasi berjalan sesuai dengan rencana.

Saitis & Saiti (2018) juga berpendapat bahwa sektor eksternal lain yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dapat menjadi pendorong perubahan bagi sebuah lembaga. Melalui Iptek, kecepatan perubahan mendorong organisasi pendidikan untuk tetap terbuka terhadap inovasi dan perkembangan teknologi. Oleh karena itu, administrasi pusat perlu terus menerima informasi terkini tentang tren pendidikan dan teknologi baru untuk memastikan bahwa pendidik dilatih sesuai dengan kebutuhan masa kini, dan masa depan.

Faktor Internal

Aspek internal atau dinamika dalam suatu organisasi mencakup struktur sistem organisasi dan sumber daya manusia atau personalia, yang dapat memberikan dampak signifikan terhadap kinerja lembaga pendidikan. Struktur organisasi, termasuk sistem pengendalian seperti rekrutmen dan pengunduran diri/pensiun pendidik, memiliki potensi untuk mempengaruhi pandangan pengelola pendidikan tentang peningkatan kinerja sekolah. Perubahan dalam struktur organisasi seringkali menjadi pendorong utama perubahan.

Di sektor personalia, kedatangan kepala sekolah baru dengan visi yang berbeda atau penempatan pendidik baru dengan ide inovatif dapat menjadi pemicu perubahan positif. Namun, perubahan ini memerlukan dukungan dalam perubahan sikap dan pendekatan dari seluruh staf pendidikan.

Faktor internal seharusnya menciptakan energi positif bagi para pendidik dalam menghadapi perubahan, terutama yang berkaitan dengan subjek layanan. Pelayanan berkualitas kepada para murid menjadi kunci, dengan fokus pada peningkatan kualitas indikator, termasuk literasi, numerasi, dan sains.

Dulu, personalia pendidik melibatkan ujian atau tes terhadap para murid, sementara sekarang proses tersebut diimplementasikan dalam bentuk assessment. Peningkatan hasil assessment menunjukkan perkembangan kinerja guru dalam melayani kebutuhan para murid.

Mengelola Resistensi terhadap Perubahan 

Meskipun perubahan merupakan elemen yang tak terhindarkan dalam kehidupan organisasi, resistensi terhadapnya sering kali muncul sebagai kendala yang signifikan. Menurut Papadimitropoulos (2008), faktor-faktor utama yang melibatkan ketidakpastian dan ketakutan memainkan peran kunci dalam menimbulkan resistensi. Ketidakpastian, sebagai contoh, menciptakan rasa takut terhadap hal-hal yang tidak diketahui, dan perubahan, sebagai konsekuensi dari ketidakpastian, seringkali memicu penolakan.

Dalam kajian yang dilakukan oleh Fullan (2010), keengganan untuk mengadopsi hal-hal “baru” sering kali berasal dari fakta bahwa adanya rasa urgensi yang besar, namun tanpa sarana jelas untuk menindaklanjutinya.

Tekanan tanpa arah ini dapat membuat anggota staf kesulitan memahami tujuan perubahan dan bagaimana cara mencapai harapan, yang kemudian menyebabkan resistensi. Reaksi terhadap perubahan juga dipengaruhi oleh karakteristik dasar manusia, di mana beberapa individu mungkin mengalami kesulitan menerima konsekuensi dari transformasi yang akan terjadi.

Untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan transformatif, organisasi pendidikan perlu mengambil pendekatan yang holistik. Mempersiapkan dan mengatasi resistensi, baik yang berasal dari faktor internal maupun eksternal, adalah kunci utama keberhasilan. Proses perubahan yang terencana dengan baik, dukungan penuh dari kepemimpinan, dan partisipasi aktif dari seluruh anggota staf dapat membantu menciptakan lingkungan yang responsif terhadap tuntutan perubahan.

Catatan akhir

Dalam menghadapi perubahan organisasi dengan cara yang konstruktif, diharapkan bahwa para pendidik dapat meningkatkan kualitas layanan dalam dunia pendidikan. Peningkatan kualitas ini akan tercermin dalam hasil assessment, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Adanya peningkatan kualitas menjadi respons positif terhadap tantangan zaman di masa depan. Semoga pada tahun 2045, ketika Indonesia mengalami bonus demografi, kita dapat memiliki sumber daya manusia yang unggul dalam hal kuantitas, dan kualitas.

Odemus Witono
Odemus Witono
Odemus Bei Witono, Mahasiswa Doktoral STF Driyarkara, Jakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.