Saat ini ketegangan di Timur Tengah kembali memulai babak baru. Hal tersebut merupakan imbas serangan udara yang dilancarkan oleh Amerika Serikat dan Inggris terhadap Kelompok Houthi yang berada di Yaman.
Serangan udara tersebut bukan ditujukan kepada warga sipil melainkan menargetkan instalasi militer Kelompok Houthi. Presiden AS Joe Biden dan PM Inggris Rishi Sunak telah mengkonfirmasi tindakan tersebut bertujuan untuk menghentikan aksi Kelompok Houthi yang telah mengganggu jalur pelayaran internasional di Laut Merah. Sebelumnya,kelompok Houthi kerap melakukan pembajakan terhadap kapal di Laut Merah yang berafiliasi dengan Israel.
Kelompok Houthi
Kelompok Houthi merupakan muslim yang menganut pemahaman Syiah Zayid atau Zaydiyyah. Kelompok militan tersebut dibentuk dan dipimpin oleh Hussein Badr al-Din Al-Houthi yang merupakan politisi berpaham Syiah Zayidiyyah.
Syiah sendiri menjadi komunitas muslim minoritas dalam Islam yang kebanyakan dianut oleh masyarakat di negara Iran dan Irak. Pemahaman kelompok Syiah Zayid juga berbeda dengan konsep syiah di Iran maupun di Irak. Penamaan Zayid diambil dari tokoh Islam yaitu Zayd bin Ali yang merupakan cicit Ali bin Abi Thalib.
Pengikut Kelompok Syiah Zayid bermukim di pegunungan terjal yang terletak di daerah Yaman Utara pada abad 9. Secara historis, kelompok ini berhasil mengambil alih kekuasaan atas Yaman Utara setelah hancurnya Kekaisaran Ottoman pada 1918 yang disebut sebagai Kerajaan Mutawakkilite.
Pada 1962 kerajaan tersebut berhasil di kudeta oleh kelompok revolusioner yang disokong oleh Mesir dan Uni Soviet. Namun, para Royalis Zayid berhasil mengambil alih kekuasaan atas bantuan Arab Saudi dan Israel. Masuknya paham Wahabi dari Saudi pada tahun 1970 berpotensi melemahkan doktrinasi Syiah Zayid di Yaman.
Setelah rangkaian kudeta hingga pada tahun 1978, kekuasaan Yaman berada pada Jenderal Republik Zayid yaitu Ali Abdullah Saleh dan berhasil menyatukan wilayah Yaman Utara serta Yaman Selatan pada 1990 sekaligus menjadi kesempatan bagi kebangkitan Zayid. Selanjutnya Kelompok Houthi muncul sebagai gerakan untuk membangkitkan kembali pemahaman Zayid.
Gerakan Kelompok Houthi
Peristiwa invasi Amerika terhadap Irak pada tahun 2003 menjadi awal mula konfrontasi antara Kelompok Houthi dengan Pemerintah Yaman. Ali Abdullah Saleh sebagai Presiden Yaman melakukan manuver politik yaitu menjalin kerja sama dengan Amerika dalam memberantas aksi terorisme dan mendukung invasi Amerika. Hal tersebut sontak menimbulkan aksi protes anti Amerika secara masif yang diinisiasikan oleh Kelompok Houthi.
Selain itu, Kelompok Houthi mulai mendiskreditkan Pemerintah Yaman dan memprovokasi masyarakat untuk melakukan perlawanan dengan tidak membayar pajak, memblokade jalan, dan menyerang aparat. Kelompok Houthi berhasil menarik simpatisan khususnya di daerah Yaman Utara karena persamaan ideologi dan perasaan senasib atas tindakan diskriminasi Pemerintah Yaman.
Meningkatnya eskalasi konflik memaksa Pemerintah Yaman untuk melakukan perlawanan dengan menangkap pengikut Kelompok Houthi dan berhasil membunuh Hussein Badr al-Din al- Houthi pada September 2004. Kepemimpinan dilanjutkan oleh ayahnya kemudian saudaranya yang bernama Abdul Malik.
Para pengikut Houthi menguasai daerah di puncak gunung dan bertransformasi menjadi kelompok gerilyawan yang terus melawan Pemerintah Yaman. Upaya perdamaian melalui gencatan senjata serta pembuatan perjanjian antara Pemerintah Yaman dan Kelompok Houthi selalu berakhir kegagalan.
Selain itu, bantuan Kerajaan Saudidalam menumpas kelompok radikal Houthi juga dinilai tidak efektif karena kelompok tersebut masih mampu bertahan dan tetap melakukan serangkaian pemberontakan. Hal tersebut dapat rangkaian peristiwa penggulingan kekuasaan terhadap pemimpin negara diktaktor di Timur Tengah atau disebut sebagai Arab Spring terjadi.
Kelompok Houthi memanfaatkan ketidakstabilan politik kawasan akibat peristiwa tersebut untuk menggalang masyarakat agar melakukan protes besar besaran untuk melakukan kudeta terhadap Ali Abdullah Saleh. Setelah peristiwa tersebut Abd Rabu Mansour Hadi menggantikan posisi Ali Abdullah Saleh sebagai Presiden Yaman pada tahun 2012.
Kondisi Yaman
Selama kepemimpinan Hadi sebagai Presiden Yaman tidak mampu menstabilkan situasi di Yaman. Perpecahan dan tindakan pemberontakan oleh Kelompok Houthi masih terus berlangsung.
Selain itu, perang saudara yang melibatkan kelompok radikal lain seperti partai Islam islah, gerakan separatis selatan, dan Al- Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) semakin memperburuk situasi di Yaman. Hingga pada Januari 2015, pengikut Houthi yang didukung oleh Ali Abdullah Saleh mengambil alih kota dan menyerang istana Presiden sehingga memaksa Hadi untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Upaya Kerajaan Saudi dalam menyelesaikan permasalahan di Yaman dilakukan dengan membentuk koalisi pada tahun 2015 dengan negara lain diantaranya Qatar, Senegal, Sudan, dan UEA ( hingga 2017) serta Bahrain, Mesir, Bahrain, Kuwait, dan Maroko ( hingga 2019).
Sementara kelompok Houthi diduga diduga didukung oleh Negara Iran karena persenjataan kelompok tersebut dinilai canggih dan secara historis telah menjalin hubungan yang baik. Meskipun koalisi Saudi didukung oleh Amerika tidak mampu menumpas Kelompok Houthi. Total serangan dari koalisi Saudi mencapai 25.054 serangan udara mulai periode 2015 hingga 2021. Upaya perdamaian antara Kelompok Houthi dan Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional menyetujui adanya gencatan senjata pada Juni 2022.
Stabilitas di kawasan Timur Tengah saat ini kembali terancam akibat keterlibatan Kelompok Houthi dalam konflik antara Israel dan Palestina. Tujuan utama serangan Kelompok Houthi di Laut Merah bertujuan untuk menyelamatkan warga Palestina dari serangan Israel.
Konsekuensi besar telah didapatkan Kelompok Houthi saat ini, karena Amerika dan Inggris sebagai kekuatan besar melancarkan serangan di Yaman untuk menumpas kelompok tersebut. Terjadinya eskalasi konflik tersebut dapat berpengaruh terhadap stabilitas geopolitik dan perekonomian global serta mengakibatkan kesengsaraan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya resolusi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan di Timur Tengah.