Apakah kamu pengguna Twitter yang aktif? Jika iya, pasti kamu pernah melihat akun @txtdrberseragam berseliweran di timeline kamu. Sebagaimana tercantum di bio akun ini, akun ini mengumpulkan kelakuan-kelakuan absurd oknum berseragam di Indonesia.
Kata “berseragam” ini tentunya merujuk kepada laki-laki atau perempuan yang bergabung dalam satuan Polri, TNI, dan satuan lainnya yang sejenis. Selain itu, kata “absurd” juga merujuk pada kelakuan oknum Polri atau TNI atau satuan lainnya yang – menurut pemantauan saya – memanfaatkan pekerjaannya tersebut untuk menggaet perempuan dan menyombongkan pekerjaannya sebagai abdi negara.
Salah satu contoh unggahan @txtdrberseragam adalah foto tangkapan layar dari sebuah Instagram story yang disensor. Foto itu adalah swafoto polisi beserta tulisan “Kutunggu rusuhmu” yang mendapat total 3,3 ribu retweet dan 13,9 ribu like. Selain akun Twitter @txtdrberseragam, banyak akun-akun lain yang mengunggah foto atau video kelakuan absurd oknum berseragam. Akun @kapansarjana contohnya, yang mengunggah video seorang polisi mengokang senjata sambil berkata “pacar kamu ganteng? Kaya? Bisa gini?”. Postingan itu mendapatkan total 5,2 juta views, 28,6 ribu retweet dan 42 ribu like.
Selain foto dan video, @txtdrberseragam juga banyak mengunggah foto tangkapan layar chat antara abdi negara dengan perempuan. Isi chatnya pun beragam, mulai dari menyombongkan diri bahwa dirinya adalah aparat, mengajak (re: memaksa) perempuan untuk memacari atau menikahinya dengan iming gaji dan tunjangan polisi, sampai mengajak untuk berhubungan intim.
Padahal jika mengutip dari Republika.co.id, Kapolri Jenderal Tito Karnavian pernah berkata saat dirinya masih menjabat sebagai Kepala Polri pada tahun 2016 bahwa ia menyayangkan foto-foto yang kurang pantas atau polisi baru yang bangga dengan seragamnya namun mengambil foto dengan posisi yang tidak etis. Karena menurutnya hal itu dapat berdampak negatif kepada institusi kepolisian.
Lalu, sebenarnya apa saja sih yang mempengaruhi kelakuan absurd oknum berseragam tersebut? Menurut saya, sedikitnya terdapat empat faktor yang mempengaruhi kelakuan oknum-oknum tersebut. Empat faktor itu antara lain usia, kecerdasan emosi, kematangan karir, dan narsisme.
Usia
Merujuk pada website penerimaan.polri.go.id, pemuda-pemudi yang ingin menjadi polisi harus berusia antara 18 sampai 22 tahun, usia yang notabene masih tergolong remaja. Jika berkaca pada contoh-contoh foto dan video di akun @txtdrberseragam, oknum yang melakukan hal tersebut juga terlihat memiliki umur kisaran 20 sampai 25 tahun. Usia yang masih tergolong remaja ini akhirnya yang mendorong para polisi muda ini untuk mengunggah foto dan video yang kurang etis tersebut.
Sebuah artikel ilmiah berjudul “Hubungan Antara Pengambilan Keputusan Dengan Kematangan Emosi Dan Self-Efficacy Pada Remaja” oleh Florence J. Peilouw dan M. Nursalim menunjukkan bahwa usia yang belum matang tersebut membawa pada rendahnya kematangan emosi pada remaja, yang mengakibatkan buruknya pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam hal ini adalah mengunggah foto dan video yang kurang etis tersebut.
Kecerdasan Emosi
Menurut Salovey dan Mayer, kecerdasan emosi adalah kemampuan dalam memantau perasaan dan mengenali perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan seseorang. Kecerdasan emosional meliputi kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, suatu kesadaran dan pemahaman tentang emosi, dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosional ini yang membantu seseorang untuk beradaptasi pada tuntutan hidup sehari-hari.
Lebih lanjut, Salovey dan Mayer menjelaskan lima wilayah utama dalam kecerdasan emosional, yaitu: Mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.
Dalam mengenali emosi, para oknum mungkin sudah bisa mengenali perasaannya masing-masing, entah itu rasa bangga atau rasa percaya diri karena dirinya sudah lulus dari pendidikan polisi.
Rasa bangga atau percaya diri tersebut kemudian dikelola lalu diungkapkan oleh oknum tersebut. Tetapi yang disayangkan, pengungkapan emosi yang dilakukan para oknum ini tidak tepat dan cenderung tidak etis.
Motivasi untuk menggaet perempuan atau memamerkan pekerjaannya cenderung semakin tinggi juga karena terdorong oleh rasa bangga atau percaya diri yang terpatri dalam diri.
Tetapi yang menjadi permasalahan, para oknum polisi muda ini tidak memikirkan perasaan orang lain. Contohnya seperti perempuan yang mereka dekati, sehingga yang terjadi justru perempuan tersebut menjadi tidak suka dengan mereka. Hal tersebut mengakibatkan hubungan oknum polisi muda dengan masyarakat menjadi tidak baik karena termakan oleh rasa bangga atau percaya diri mereka sendiri.
Maka bisa dikatakan bahwa oknum polisi muda yang memanfaatkan jabatannya untuk mengemis kasih sayang perempuan ini masih belum cerdas dalam emosi. Karena seharusnya jika mereka sudah cerdas secara emosi, mereka bisa mengendalikan pikiran dan perbuatannya sebagaimana tugas pokok kepolisian, yaitu memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayan kepada masyarakat.
Kematangan karir
Kematangan karir menurut Super adalah bagaimana seorang individu menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Tugas perkembangan karir yang harus dipelajari oleh remaja adalah mengenal dan mampu membuat keputusan karir, memperoleh informasi yang relevan mengenai pekerjaan, kristalisasi konsep diri, serta dapat mengidentifikasi tingkat dan lapangan pekerjaan yang tepat.
Pada instansi kepolisian, para polisi muda dituntut untuk bisa beradaptasi pada peraturan dan etika yang melekat pada tubuh kepolisian. Tidak semata-mata lulus pendidikan polisi lalu bisa bertingkah absurd. Karena pekerjaan ini menuntut sikap profesionalisme tinggi.
Narsisme
Dari semua faktor-faktor diatas, bisa jadi yang paling mempengaruhi tingkah absurd oknum polisi muda di akun @txtdrberseragam adalah faktor narsisme. Nevid mengatakan bahwa narsisme adalah cinta diri, memperhatikan diri secara berlebihan, memiliki keyakinan yang berlebihan tentang dirinya, seperti fantasi akan keberhasilan dan kekuasaan, cinta ideal ayau pengakuan akan kecerdasan atau kepandaian.
Boleh jadi, oknum polisi muda itu terlalu yakin kalau titel polisi mereka bisa menaklukkan banyak hati perempuan. Padahal kalau dilihat dari respon perempuan yang mereka hubungi lewat DM Instagram atau Whatsapp, kebanyakan perempuan justru merasa bahwa mereka cringe dan ke-PD-an.
Sungguh disayangkan memang kalau oknum polisi muda yang baru lulus atau bahkan baru mau daftar jadi anggota polisi ini sudah terlebih dahulu melakukan tindakan-tindakan tidak etis. Padahal rasa bangga dan percaya diri yang mereka pegang itu hanyalah semu semata. Perasaan bangga yang berlebihan juga bisa jadi membuat citra polisi Indonesia semakin buruk. Saya harap para abdi negara muda mengetahui bahwa tugas mereka itu berat, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban bangsa ini.