Rabu, April 24, 2024

Mendiskusikan Ulang Makna Moderasi Beragama

Zulfikar Falah
Zulfikar Falah
M. Zulfikar Nur Falah, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah

Kata moderasi, berasal dari bahasa Latin moderatio, artinya ke-sedang-an (tidak kelebihan ataupun kekurangan). Kata moderasi juga memiliki makna penguasaan diri. Dalam (KBBI), kata moderasi menyediakan dua arti, yakni pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Adapun dalam bahasa Inggris, kata moderation sering dipakai dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau nonaligned (tidak berpihak).

Moderasi dalam bahasa Arab, lebih dikenal dengan kata wasat, artinya posisi menengah antara dua hal yang saling berlawanan. Dapat juga dimaknai sebagai segala sesuatu yang baik dan terpuji sesuai dengan objeknya. Berikut contohnya, “keberanian adalah posisi menengah di antara sifat ceroboh dan takut, kedermawanan adalah posisi menengah di antara boros dan kikir”.

Penggunaan kata wasat dalam Al-Qur’an, meski dalam konteks yang berbeda, semuanya berkonotasi positif. Untuk itu, umat Islam diberi sebutan ummatan wasatan (QS. al-Baqarah [2]: 143), yakni umat yang berada di posisi menengah dan harus tetap tampil sebagai umat pilihan. Dengan kata lain, orang-orang yang tampil menjadi suri tauladan.[3]

Moderasi adalah ajaran inti beragama. Dalam Islam sendiri, moderat berarti paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagaman di aspek mana pun, baik agama, adat-istiadat, suku, dan bangsa itu sendiri. Pada ragam interpretasi tentang keagamaan, bahkan disebut sebagai fakta sejarah dalam Islam.

Keaneka ragaman tersebut, disebabkan oleh dialektika antara teks dan realitas itu sendiri, serta perspektif terhadap posisi akal sekaligus wahyu dalam menyelesaikan persoalan hidup. Maka, konsekuensinya adalah banyak melahirkan terma-terma baru yang mengikut di belakang kata. Seperti, Islam Fundamental, Islam Liberal, Islam Progresif, Islam Moderat, dsb.[4]

Tak hanya itu, berbagai konflik di masa lalu, juga tersingkap menjadi komponen terpenting dalam membicarakan urgensitas pada moderasi beragama. Dalam sudut pandang pendidikan Islam misalnya, Nabi Muhammad dalam menyampaikan risalahnya dilakukan secara sembunyi.

Langkah tersebut diambil beliau untuk meminimalisir terjadinya pergesekan antara kepercayaan kaum Quraisy dengan ajaran Islam, yang justru menimbulkan korban. Kaum Quraisy yang berpegang teguh pada agama leluhur mereka, berpandangan bahwa Islam adalah sumber ancaman yang akan menggeser kepercayaannya seperti menyembah berhala. Sikap seperti ini yang perlu untuk mendapat pencerahan.[5]

Tidak hanya memandang bahwa agama adalah perihal bagaimana peribadatan kepada Tuhan saja, tetapi agama itu seluruh hal yang menjiwai segala aspek kehidupan manusia. Pada watak universalisme Islam, secara implisit mampu meniscayakan adanya pemahaman untuk menyikapi perkembangan kehidupan manusia yang senantiasa berubah.

Islam yang bersifat universal, menuntut aktualisasi nilai-nilai keislaman dalam konteks dinamika kebudayaan. Sehingga, hakikat Islam yang sebenarnya merupakan rahmat untuk semesta alam, berhubungan secara simbiotik dengan zaman atau kecondongan pada kemajuan peradaban.[6] 

Oleh karena itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa moderasi beragama adalah mengimplementasikan ajaran agama secara universal berdasarkan pemaknaannya sekaligus penerapannya. Kendati demikian, bersikap fleksibel menjadi sandaran terpenting sebagai perilaku untuk mengembangkan pola revitalisasi tentang keadilan atau berimbang dan keseimbangan. Seseorang dapat dianggap memiliki sikap keseimbangan, ketika mereka dalam bertindak memberikan kebaikan dan keuntungan kepada semua pihak tanpa harus merugikan sekelumit pun di antaranya.

Referensi:

[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1035. 

[2] Pipit Aidatul Fitriyana, dkk, Dinamika Moderasi Beragama di Indonesia, (Jakarta: Litbangdiklat Press, 2020), 7. 

[3] M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jilid 3 (Q-Z), (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 1070-1071. 

[4] Muhammad Qustulani, dkk, Moderasi Beragama: Jihad Ulama’ Menyelamatkan Umat dan Negeri dari Bahaya Hoax, (Tangerang: PSP Nusantara Tangerang, 2019), 13. 

[5] Muhammad Qasim, Membangun Moderasi Beragama Umat Melalui Integrasi Keilmuan, (Makassar: Alauddin University Press, 2020), 65. 

[6] Ali Geno Berutu, Pemikiran Hukum Islam Modern, (Salatiga: LP2M, 2021), 98. 

Zulfikar Falah
Zulfikar Falah
M. Zulfikar Nur Falah, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.