Senin, November 11, 2024

Rekonstruksi Teologi Islam pemikiran Hasan Hanafi

Sholawat Badar
Sholawat Badar
Everything need process
- Advertisement -

Di dalam pemikiran Hasan Hanafi pada teologi ilmu kalam ini sendiri memiliki kelemahan mendasar yang dimana tidak bisa terbukti baik dari ilmiah maupun filosofis. Karena pada dasarnuya doktrin – doktrin teologi yang bersifat dialektik ini lebih pengerahan pada pertahanan dan memelihara kemurnian yang sifatnya teosentris.

Maka dari itu, secara praktis sendiri teologi ini tidak bisa menjadi pandanya yang benar – benar mampu memberi motivasi tindakan dalam kehidupan konkret masyarakat. Dan menurut Hanafi sendiri di dalam fenomena sinkretis ini sudah jelas ada paham keagamaan dan sekularisme (dalam aspek kebudayaan), paham tradisional dan modern (dalam peradaban), paham Timur dan Barat (dalam politik), paham konservatisme dan progresivisme (dalam sosial), paham kapitalisme dan sosialisme (dalam ekonomi).

Hassan Hanafi lahir di Kairo, 13 Februari 1935, dari keluarga musisi. Pendidikannya diawali dipendidikan dasar, tamat tahun 1948, kemudian di Madrasah Tsanawiyah ‘Khalil Agha’, Kairo, selesai 1952. Selama di Tsanawaiyahini Hanafi sudah aktif mengikuti diskusi-diskusi kelompok Ikhwanul Muslimin sehingga paham tentang pemikiran yang dikembangkan dan aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan.

Selain itu, ia juga mempelajari pemikiran Sayyid Quthb (19061966 M) tentang keadilan sosial dan keislaman, serta selama di Prancis ini, Hanafi mendalami berbagai disiplin ilmu. Ia juga belajar berbagai metode berpikir, mulai pemikiran fenomenologi Husserl (1859–1938 M), pemikiran pembaruan dan sejarah fi lsafat Jean Guitton (1901–1999 M), sampai analisis kesadaran Paul Ricouer (1913–2005 M), termasuk bidang pembaruan pada Louis Massignon (1883–1962 M). Pada 1966.

Pada tahun selanjutnya, Hasan Hanafi diangkat sebagai guru besar tamu pada Universitas Tokyo (1984–1985), di Persatuan Emirat Arab (1985), dan menjadi penasihat program pada Universitas PBB di Jepang (1985–1987). Di samping dunia akademik, Hanafi juga aktif dalam organisasi ilmiah dan kemasyarakatan. Aktif sebagai sekretaris umum Persatuan Masyarakat Filsafat Mesir, anggota Ikatan Penulis Asia-Afrika, anggota Gerakan Solidaritas Asia-Afrika, dan menjadi wakil presiden Persatuan Masyarakat Filsafat Arab. Pemikirannya tersebar di dunia Arab dan Eropa. Tahun 1981 memprakarsai dan sekaligus sebagai pimpinan redaksi penerbitan jurnal ilmiah al-Yasâr al-Islâmî.Pemikirannya yang terkenal dalam jurnal ini sempat mendapat reaksi keras dari penguasa Mesir saat itu, Anwar Sadat (1918–1981 M), sehingga menyeretnya dalam penjara.

Di dalam bab ini, menurut Hanafi istilah – istilah dalam teologi itu tidak selalu mengarah pada transenden dan gaid, tetapi juga mengungkap tentang sifat dan metode keilmuan yang empirik – rasional seperti, iman, amal, imamah, atau history nubuwah atau metafisik yang menggambarkan pada analisis bahasa. Pada analisis realitas sosial, menurut Hanafi analisis ini digunakan untuk menentukan arah dan orientasi teologi kontemporer.

Nah untuk melandingkannya ini Hanafi menggunakan tiga metode berfikir yakni, dialektika yang dimana sebuah pemikiran berdasar pada asumsi yang proses sejarahnya melalui konfrontasi dialektis saat tesis melahirkan antitesis dan pada situlah lahir sintesis. Hanafi menggunakan metode ini untuk menjelaskan sejarah perkembangan islam dan membumikan teologi terhadap teologi klasik sebagaimana yang dilakukan Marx (1818 – 1883M) terhadap pemikiran Hegel (17170 – 1831M). Tetapi semata – mata Hanafi bukan berarti terpengaruh oleh metode dialektikal Hegel atau Marx.

Selanjutnya pada fenomenologi yakni sebuah usaha untuk mencari fenomena atau realitas. Hanafi menggunakan metode ini sebagai analisis, pemahaman, dan pemetakan realitas – realitas sosial, politik, ekonomi, khazanah islam, dan realitas tantangan barat yang dimana kemudian diatasnya dibangun revolusi.

Di dalam hermeneutik ini sendiri sebuah penafsiran yang dimana mengisyaratkan kondisi masa lalu yang dialami kemuadian dibawa pada konteks masa sekarang. Orang yang melakukan ini harus bisa mengkap pesan yang tersampaikan oleh penulis dan mengenal para audien atau sang penerima pesan. Hanafi sendiri menggunakannya untuk membumikan gagasan yang antroposentrisme – teologis dari wahyu pada kenyataan, dari logos pada praktis, dari pikiran Tuhan kepada perilaku manusia.

Yang perlu di garis bawahi ialah Hanafi tidak melihat al-Qur’an secara tahlili, dari ayat ke ayat, dari surah ke suarh, karena modelnya sendiri diangga memberi kesan yang fragmentaris dan mengulang – ulang. Nah dengan adanya konsep hermenenutik ini Hanafi menganalisis teman dengan satu kesatuan yang kemudain lahirlah konsep – konsep modern universalisme islam, dunia, manusia, sistem sosial.

- Advertisement -

Pada teologi antroposentris ini, menurut Hanafi konsep atau teks tentang zat atau sifat – sifat Tuhan sesungguhnya tidak menunjuk pada kemahaan dan kesucian Tuhan seperti yang ditafsirkan para teolog. Pada teologi ini Hanafi mencoba rekonstruksi teologi klasik secara metaforis – analogis dengan cara menfasirkan ulang tema – tema tersebut.

Pada sifat Wujud menurut Hanafi sendiri yakni bukan menjelaskan tenatng Tuhan karena Tuhan sendiripun sudah tak perlu untuk dijelaskan. Sedangkan wujud disini tajribah wujudiyah pada manusia, yang dimana manusia membuktikan eksistensinya. Sedangkan Tuhan tidak perlu pengakuan dan tanpa manusia pun Tuhan tetap wujud.

Dengan demikiran tauhid disini persatuan kemanusiaan tanpa diskriminasi ras, tanpa perbedaan ekonomi, tanpa perbedaan masyarakat maju ataupun berkembang, barat dan bukan barat karena pada konteks ini kemanusian inilah yang lebih konkret.

Berdasar uraian di atas, dapat disampaikan bahwa rekonstruksi teologi yang dilakukan Hassan Hanafi adalah mengubah term atau pemahaman teologi yang awalnya bersifat teosentris, berbicara tentang Tuhan dan melangit, diubah dan diturunkan menjadi teologi yang mendiskusikan tentang persoalan manusia, antroposentris, dan membumi.

Berkaitan dengan gagasan rekonstruksi teologi tersebut, pemikiran Hassan Hanafi tampak memiliki kesamaan–jika tidak dikatakan dipengaruhi oleh—dengan pemikiran Marx (1818–1883M) dan Husserl (1859–1938 M).

Sholawat Badar
Sholawat Badar
Everything need process
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.