Setiap negara pasti membutuhkan sosok pemimpin untuk menjaga keutuhan bangsanya. Sosok yang mencintai dan mengayomi rakyat. Sosok yang dicintai dan dihormati oleh rakyat. Namun, kenyataannya ada pemimpin negara diperlakukan tidak baik. Mereka kerap kali mendapat cemoohan publik khususnya di dunia maya.
Pemimpin sejatinya bisa merasakan penderitaan rakyat dan mampu meringankannya. Penderitaan tersebut seringkali diabaikan oleh pemimpin negara. Penanganan masalah yang tidak tepat juga menjadi penyebab penderitaan tersebut terus berlanjut hingga sekarang.
Sebut saja masalah harga yang terus melambung, menyebabkan kenaikan harga bahan-bahan pokok. Rakyat yang menerima upah mungkin masih bisa mengatasi ini, tetapi tidak bagi rakyat yang tidak berpengahsilan tetap. Hal ini tentu mempersulit kehidupan rakyat.
Sebagain keluarga harus mengurangi porsi makan mereka. Konsumsi makanan sehat pun menurun. Sehingga muncul ungkapan-ungkapan, “ bisa makan hari ini saja syukur”. Bagaimana rakyat akan sejahtera bila kebutuhan utamanya saja tidak terpenuhi?
Tidak perlu program kerja yang hebat dalam suatu kepemimpinan. Pemimpin negara seharusnya dapat memastikan rakyat dapat memenuhi kebutuhan primernya terlebih dahulu. Kebutuhan akan pangan, sandang dan papannya. Jika kebutuhan primer tersebut terpenuhi rakyat dapat hidup sejahtera.
Program pembangunan yang luar biasa memang dapat dibanggakan. Akan tetapi apa perlu dibanggakan jika masih banyak rakyat yang makan dengan mengais sampah, berpakaian compang-camping, rumah beralaskan tanah dan beratap kardus? Pikiran mereka tidak dapat lebih jauh dari hari esok. Setiap harinya menjadi perjuangan bagi mereka.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2018 sebanyak 25,67 juta orang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Jumlah tersebut menurun dari Maret 2018 yang berjumlah 25,95 juta orang. Sehingga persentase kemiskinan pada Maret 2018 adalah 9,82 persen. Penurunan tersebut patut diacungin jempol.
Jika kita hanya melihat dari sisi persentasenya, kita akan lega karena orang miskin di Indonesia berkurang. Namun, bagaimana nasib 25,67 juta orang miskin yang tersisisa? Sepertinya kita belum bisa bernapas lega karena masih banyak orang kelaparan, kedinginan di luar sana. Menunggu uluran tangan setiap orang. Berharap akan kehidupan yang lebih baik.
Kesejahteraan rakyat tidak sepenuhnya tanggungjawab pemimpin. Tapi melalui tangan pemimpin apapun menjadi mungkin untuk rakyat. Keputusan untuk menjalankan perintah ada di tangan pemimpin. Dalam pemerintahan demokrasi rakyat disebut sebagai patokan membuat keputusan. Pemerintahan berjalan atas kehendak rakyat. Akan tetapi, rakyat tidak sepenuhnya berhak karena ada sistem yang dijalankan oleh pemimpin pemerintahan.
Negara makmur di dunia memiliki ciri khas masing-masing. Mereka menjadi negara makmur dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia. Qatar negara Timur Tengah yang kaya melalui minyak. Luksemburg salah satu negara di Eropa penghasil manufaktur berbahan dasar baja dan kimia. Singapura negara dengan luas wilayah yang kecil jika dibanding Indonesia menjadi pusat komersial dan transportasi di Asia.
Indonesia negara kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar dan ribuan pulau kecil tentunya berpeluang menjadi negara makmur. Lautan luas dipenuhi kekayaan alam bawah laut yang melimpah. Daratan subur yang membentang dari sabang hingga merauke, tanah surga katanya. Kalau kita hidup di tanah surga seharusnya kita makmur dan sejahtera.
Kelaparan masih merajalela padahal hasil bumi dan laut berlimpah ruah. Tunawisma berserak di emper jalan padahal tanah tersaji di alam. Anak-anak kurang mampu tak memperoleh pendidikan. Kebutuhan primer rakyat kecil tidak terpenuhi. Ketimpangan sosial yang besar antara si kaya dan si miskin.
Demi mewujudkan negara makmur dibutuhkan pemimpin idaman. Pimpinan bertekad baja dan berhati lembut. Memahami penderitaan rakyat sehingga ia merasakan kepedihan rakyat itu sendiri. Pemimpin yang tidak membiarkan rakyatnya kelaparan. Pemimpin yang sadar akan fungsinya dalam negara. Bukan pemimpin yang haus akan kekuasaan dan pujian. Seorang pemimpin yang senantiasa memikirkan rakyat. Bukan pemimpin yang memikirkan diri sendiri dan koleganya.
Sebuah negara dapat disebut sebuah keluarga. Di dalamnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Pemimpin hadir sebagai ayah, Wakil Pemimpin hadir sebagai Ibu, dan anak sebagai rakyat. Dalam sebuah keluarga kita harus menjalankan kewajiban masing-masing. Bahu membahu dalam kehidupan keluarga. Begitulah juga seharusnya sebuha negara berjalan. Menjalankan fungsi masing-masing demi keharmonisan hidup bersama.
Pemimpin bertindak seperti ayah yang gagah berani dan tak kenal takut bagai Soekarno. Wakil pemimpin yang lembut dan rendah hati bagai Gusdur. Negara akan tumbuh dalam keluarga yang kuat. Bukan berharap tidak akan ada masalah dalam keluarga. Namun berusaha menyelesaikan masalah bersama-sama. Ayah seperti Soekarno akan memberi kekuatan untuk terus berjuang. Kelembutan Ibu seperti Gusdur menjadikan anaknya kerendahan hati. Memimpin dengan hati. Memimpin dengan jiwa. Memimpin dengan raga.
Jika pemimpin negara bertindak layaknya pemimpin keluarga maka mungkin saja negara hidup damai. Semua kalangan rakyat merasa aman tinggal dalam negaranya sendiri. Rakyat tidak perlu takut tidak makan hari ini karena mereka memiliki pemimpin seperti ayah. Rakyat tidak perlu takut karena memiliki wakil pemimpin seperti ibu. Rakyat akan takut tinggal jika ayah atau ibu meninggalkan keluarga.
Pemimpin hadir di depan rakyat bukan sebagai dirinya namun sebagai ayah dari rakyatnya. Layaknya seorang ayah, ayah selalu membimbing keluarganya ke jalan yang benar. Rela berkorban siang dan malam demi anaknya. Rela tidak makan asalkan keluarganya kenyang. Secara sistem pemimpin berada di atas rakyat. Namun, bukankah kita perlu saling merangkul untuk membentuk keluarga atau negara yang harmonis?