Dalam beberapa tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi headline media masa di Indonesia karena keberhasilannya menangkap para koruptor. Terutama kasus korupsi yang melibatkan elite politik seperti anggota DPR, pimpinan lembaga Negara, dan pengusaha besar. Sejumlah penangkapan oleh KPK dilakukan secara dramatis karena menangkap basah para pelaku korupsi yang tengah melakukan penyuapan. Namun, sampai saat ini gerakan pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK belum mampu membasmi para pelaku tindak pidana korupsi. Bahkan, bak jamur di musim hujan. Sebagai bukti faktual, beberapa hari yang lalu KPK kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Surabaya terhadap anggota DPRD, pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan tiga staf dari kesekretariatan dewan DPRD Jawa Timur (Kompas, 6/6/17).
Kita, harus mendukung penuh kerja keras KPK yang sangat luar biasa. Di tengah persoalan pelik; hak angket yang menimpa, dan akan memperlemah institusinya. KPK semakin garang melakukan penangkapan terhadap siapapun yang akan merugikan Negara. Hingga pada akhirnya, semua elemen masyarakat pun dituntut untuk sadar bahwa korupsi saat ini tidak lagi menjadi masalah yang sederhana. Korupsi menjadi masalah yang sangat akut dan membahayakan yang sedang dihadapi dan akan merusak bangsa ini, bila tidak segera diatasi secara tepat. Perihal ini, sangat relevan dengan pernyataan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno, “Indonesia tidak akan hancur dengan seribu orang miskin. Namun, Indonesia akan hancur dengan adanya satu orang koruptor.” Pernyataan ini tentu memiliki alasan yang sangat kuat dan mendalam bila dikaitkan dengan situasi Indonesia saat ini.
Korupsi Berjemaah Dalam Keluarga
Ironis sekali, korupsi berjemaah, yang selama ini dilakukan oleh pejabat publik tidak jarang melibatkan pasangan suami istri (Pasutri) dalam satu keluarga. Perihal ini marak terjadi belakangan ini. Seperti dilakukan oleh istri Gubernur Benghulu, lily Martiani Maddari yang juga melibatkan suaminya sebagai Gubernur, Ridwan Mukti dalam kasus suap kontraktor untuk pengerjaan proyek yang baru saja terjadi (Jawa Pos, 20/6/17).
Kasus semacam ini, bukan kali pertama di negara ini, banyak kasus korupsi berjemaah yang serupa terjadi. Seperti juga dilakukan oleh Gubenur Sumatera Utara, Nogroho dan istrinya Evy. Pun Bupati Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Azhari beserta istrinya lucianti. Secara de fakto ini merupakan salah satu contoh gagalnya rumah tangga, dalam mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah: rumah tangga yang tentram, penuh kasih sayang yang selalu didasari kejujuran dan keadilan dalam menjalankan hak dan kewajibannya, sebagai suami istri, baik dalam domistik apalagi dalam dunia publik yang melibatkan banyak orang.
Korupsi berjemaah yang dilakukan oleh Pasutri Ini menjadi masalah baru yang sedang dihadapi oleh bangsa ini karena dalam kehidupan keluarga, semestinya menjadi kontrol yang paling utama dan strategis untuk tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum apalagi tindak pidana korupsi yang mencakup hak-hak orang lain dan merugikan Negara.
Menghidupkan Konsep Baiti Jannati
Menyikapi berbagai persoalan pelik tersebut. Disamping dibutuhkan kerja ekstra lembaga anti rasuah dan dukungan masyarakat secara kolektif. Penulis melihat, yang tidak kalah urgen masyarakat saat ini, kembali pada konsep yang diajarkan oleh Nabi, yaitu baiti jannati, rumahku surgaku. Konsep ini cukup sederhana, di dalam keluarga harus selalu berupaya untuk mewujudkan keluarga sakinan mawaddah warahmah. Saat ini, terbangunnya keluarga sakinan mawaddah warahmah, disadari atau tidak sudah tidak lagi menjadi perioritas dalam kehidupan rumah tangga. Banyak kehidupan rumah tangga yang dibangun dengan dasar material, dalam perspektif lain, mereka mengukur kesuksesan keluarga hanya dengan materi an sich. Bahkan, adigium yang berkembang dalam kehidupan masyarakat meskipun berdaga gurau. Seperti, “ada uang abang disayang, tidak ada uang abang ditendang” itulah yang menjadi kenyataan saat ini. Meskipun mungkin, tidak semua keluarga dibangun atas dasar materi. Namun, berbagai kasus dalam rumah tangga. Penyebabnya karena faktor ekonomi, termasuk yang menjadi indikasi mereka melakukan tindak pidana korupsi.
Oleh itu, karena dasarnya adalah materi, mereka selalu berupaya untuk memenuhinya meskipun dengan cara-cara yang melanggar hukum. Kenapa korupsi harus dilawan dengan basis konsep Nabi baiti jannati. Pertama, karena dalam keluarga yang menerapkan kehidupan rumahku surgaku, selalu berupaya menghadirkan hidup sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan al-hadits. Kedua, Melaksanakan hak dan kewajiban sebagai suami istri dengan cara yang ma’ruf. Ketiga, Saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, kesabaran, dan keikhlasan atas dasar kasih sayang dengan cara yang baik. Keempat, seluruh anggota keluarga yang meliputi suami, istri, anak-anak dan anggota yang lain saling berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan (fastabiqul khairat). Kelima, selalu menghindari barang-barang yang haram, dan mengambil hak orang lain. Keenam, yang tidak kalah urgennya karena dalam rumah tangga sebagai cikal bakal, dan medium yang paling strategis untuk melahirkan generasi yang berbudi luhur. Itulah, konsep baiti jannati yang diajarkan oleh Nabi.
Baiti jannati termanifestasi dalam bentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, sudah dirongrong oleh kultur kapitalisme yang juga berujud perilaku konsumerisme dalam masyarakat kontemporer. Perilaku seperti ini menuntut kehidupan rumah tangga harus kaya, meskipun dengan cara-cara tidak terhormat. Untuk memenuhi gaya hidupnya. Tidak pelak jika tindakan ini sangat dilarang keras oleh Nabi dalam hadistnya, “hubbuddunya ro’su kulli khotiatin”, cinta dunia merupakan biang kerok kerusakan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt yang ditekankan dalam konsep baiti jannati menjadi nomor sekian. Oleh karena itu, apabila ini tetap dibiarkan maka, akan berimpliaksi negatif terhadap kehidupan rumah tangga, sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut penulis, konsep baiti jannati sangat urgen untuk disuarakan secara massif dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, karena kultur kapitalisme dalam keluarga sabagai musuh besar baiti jannati sudah mengakar kuat. Bisa saja, inilah jalan utama mereka melakukan tindakan korupsi karena selalu berupaya ingin memperkaya dirinya untuk memenuhi gaya hidup yang konsumeris.
Oleh karena itu, untuk mengatasi korupsi yang akut tersebut. Sudah saatnya masyarakat kita, kembali pada konsep baiti jannati. Sebagaimana diajarkan Nabi, Itu pun harus dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah. Kalau itu, sudah dilakukan secara benar. Penulis yakin korupsi yang sangat akut di negeri ini perlahan bisa diatasi secara baik, karena dasar mereka hidup dibentengi dengan kultur keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Mari lawan korupsi dengan menerapkan konsep baiti jannati.
Melawan Korupsi Berbasis Baiti Jannati
- Advertisement -
Facebook Comment
- Advertisement -