Rabu, April 24, 2024

Masa Depan Perda Syari’ah

angrijalamin
angrijalamin
mahasiswa, tinggal di Jogja

Setelah Indonesia merdeka dan menyepakati Pancasila sebagai dasar negara, tidak berarti bahwa perjuangan kearah negara Islam berhenti. Perjuangan terus digelorakan diberbagai daerah di Indonesia.

Daerah-daerah yang pernah digelorakan dengan perjuangan mendirikan negara Islam itulah yang kemarin sempat menjadi pembahasan utama diberbagai media massa. Sebab, hal tersebut cenderung mengakibatkan citra buruk bagi pasangan 02 yang seola-olah hendak mendirikan negara Islam.

Hal tersebut kemudian dibalas dengan membuka peta wilayah persebaran PKI untuk menyeimbangkan skor menjadi 1-1 untuk kedua kubu. Sayangnya, perang kubu yang dilabeli dengan isu PKI dan negara Islam tidak menggabarkan diskursus wacana secara akademis.

Melainkan sekadar perang labeling untuk mencitrakan kubu lawan sebagai bagian dari stigmatisasi oleh negara dan masyarakat selama ini. Dimana keduanya –PKI dan Negara Islam- dianggap tabu dalam konsep bernegara.

Akan tetapi, perjalanan tentang negara Islam agak berbeda dengan PKI. Dimana negara Islam telah bergeser pada salah satu substansi yang dikehendakinya. Salah satu yang diupayakan lewat negara Islam di Indonesia menurut Ahmad Yani Anshiori dalam bukunya Tafsir Negara Islam ialah penerapan syari’at Islam.

Di era reformasi, syariat Islam menjalar ke berbagai daerah dalam bentuk peraturan daerah. hal tersebut tentunya menjelaskan bagaimana konsep negara Islam yang di tolak sejak dulu kini dapat diterapkan di tingkat Peraturan Daerah. hal tersebut tidak berarti berjalan mulus. Berbagai penolakan terhadap Perda Syariah digelorakan termasuk yang dilakukan oleh PSI pada saat pergelaran Pemilu waktu lalu.

Ada dua kecenderungan masyarakat ketika disodorkan tentang perda syariah. Pertama, masyarakat cenderung mendukung diadakannya perda syariah karena dirasa syariat Islam sebagai jalan untuk mencapai kemaslahatan. Baik kemaslahatan yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarat dan bernegara, maupun kemaslahatan dalam lingkup ketakwaan beragama.

Pandangan diatas benar berdasarkan iman seorang muslim. Karena Islam diyakini sebagai agama yang sempurna. Akan tetapi, bagaimana ajaran Islam diejawantahkan dalam kerangka negara Pancasila menjadi pemicu perdebatan yang melahirkan kelompok yang menolak perda syariah.

Kelompok kedua, yakni kelompok yang menolak perda syariah. Mereka tidak hanya terdiri dari umat non-muslim melainkan juga banyak umat Islam yang dengan terang-terangan menolak perda syariah. Kelompok yang menolak perda syariah biasanya beragumen dengan diskriminasi yang dapat disebabkan oleh adanya perda syariah. Selain itu, Indonesia merupakan negara Pancasila yang menaungi berbagai agama, dan tidak mengunggulkan atau menginstimewakan salah satu agama.

Pandangan demikian benar dalam pandangan Islam yang menolak terjadinya ketidakadailan sosial dan benar secara bernegera berdasarkan bunyi sila kelima pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perbedaan pandangan diatas membuka keran perdebatan di tengah masyarakat bahkan antar sesama umat Islam. Sebab, perda syariah juga dimaknai sebagai implementasi atas aspirasi masyarakat daerah yang perlu di perjuangkan oleh Pemerintah Daerah. kedua hal tersebut tentunya akan terus melahirkan perdebatan yang tak kunjung usai. Lalu, bagaimana masa depan perda syariah nantinya? Hal tersebut akan dibahas dalam tulisan ini.

Mengkritisi Kedua Kubu

Kedua kubu cenderung melakukan generalisasi terhadap perda syariah. Dimana bagi pendukung, perda syariah diterima secara membabi-buta tanpa melihat muatan didalamnya.

Suatu perda seharusnya ditilik berbagai pasal yang dimuat untuk dijadikan sebagai referensi untuk menyimpulkan isinya apakah telah sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Mungkin akan muncul pertanyaan, bagaimana mungkin suatu perda yang berasal dari syariat Islam justru tidak sesuai dengan syariat Islam?

Perda syariah dan syariat Islam merupakan dua hal yang berbeda. Syariat Islam berasal dari Tuhan, sementara perda syariah berasal dari manusia dengan merujuk firman Tuhan. Ketika pemangku jabatan membuat Perda, maka pemahaman terhadap syariat Islam mempengaruhi corak perda yang dibuatnya. Meskipun ia merujuk pada syariat Islam, akan tetapi perlu diketahui bahwa syariat Islam memiliki cakupan yang sangat luas.

Dari dalil satu ke dalil yang lain perlu dinegosiasi agar tidak melahirkan bentrok antar dalil. Dalam kasus perda syariah biasanya terjadi bentrok dengan dalil keadilan secara sosial dalam ajaran Islam yang tidak menhendaki diskriminasi agama maupun diskriminasi terhadap penganut pemahaman beragama yang berbeda semisal perbedaan mazhab dan sebagainya. Tolak ukur yang dapat digunakan dalam hal ini ialah teori Siyasah Syar’iyyah, yakni lewat prinsip-prinsip yang dikandung didalamnya dalam pembentukan regulasi.

Sebab, Islam telah menyediakan prinsip-prinsip dalam pembentukan regulasi oleh pemangku kebijakan. Salah satu yang dikandung didalam ialah prinsip keadilan antar sesama manusia yang meniadakan diskriminasi terhadap seluruh manusia dan tidak terbatas dikalangan umat Islam saja.

Begitu pula dengan kubu penolak perda syariah. Mereka cenderung melakukan generalisasi terhadap perda syariah. Seolah-olah semua perda syariah memiliki muatan yang sama dengan tingkat tekstualitas yang sama dalam mengimplementasikan perda syariah dari sumbernya. Syariat Islam mencakup hal yang sangat luas, sehingga terjadi ketidakjelasan batasan antara syariat Islam dengan moralitas.

Contohnya ialah pembunuhan. Manusia pada umumnya menganggap bahwa pembunuhan merupakan sesuatu yang terlarang dan tidak sejalan dengan kemanusiaan. Begitu pula dengan syariat Islam yang melarang pembunuhan. Disini, larangan pembunuhan yang terdapat didalam KUHP tentunya merupakan bagian dari ajaran Islam. Lantas, apakah pasal-pasal yang mengatur tentang pembunuhan dalam KUHP tidak dapat dikatakan sebagai syariat Islam?

Jika tidak, maka pandangan tersebut telah mereduksi dan seolah-olah mengaburkan syariat Islam. Apalagi dengan tidak adanya kriteria tentang perda syariah sendiri. sebab, perda syariah sejatinya hanyalah anggapan bahwa suatu perda adalah syariat Islam. Oleh karena itu, seharusnya yang ditolak ialah perda-perda yang mengatur tentang hal-hal yang bersifat diskriminatif. Bukan mengemukakan penolakan secara membabi buta pula terhadap perda-perda yang dianggap syariat Islam agar tidak melahirkan kesan pobhia syariat Islam.

Dengan demikian, analisis dengan membedah satu persatu perda merupakan hal yang perlu dilakukan agar diketahui validitas suatu perda. Hal tersebut memungkinkah pula kelak dilakukan revisi terhadap perda-perda tertentu yang pasal-pasalnya mengandung diskriminasi dan berbagai hal yang tidak sejalan dengan nilai Pancasila.

angrijalamin
angrijalamin
mahasiswa, tinggal di Jogja
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.