Plato juga dikenal sebagai salah satu tokoh filsafat, dimana ia menjadi sumber bagi berbagai ajaran mengenai filsafat yang digunakan oleh masyarakat hingga saat ini. Plato terlahir di Athena, Yunani sekitar tahun 429 SM dengan ayah yang bernama Ariston dan ibunya bernama Perictione.
Nama Plato sendiri diberikan oleh gurunya karena perawakan yang tinggi, dengan wajah rupawan dan bahu yang lebar. Plato kecil mendapatkan banyak ilmu pengetahuan diantaranya tentang pelajaran menggambar, musik dan puisi.
Ketika remaja Plato dikenal sembagai remaja yang mahir membuat sajak. Sebelum menjadi filosof yang terkenal, Plato menerima pendidikan dari para filosof sebelumnya. Pelajaran filosof pertamanya didapatkanya dari Kratylos yang merupakan murid Herakleitos.
Ajaran filsuf Herakleitos yang diberikan pada Kratylos menjelaskan tentang segala sesuatu akan berlalu ibarat seperti air. Namun Plato kurang berminat tentang ilmu yang di berikan oleh Kratylos. Plato lebih berminat dengan pemikiran Sokrates, Plato pun semakin mempelajari dan memahami filosofi Sokrates lebih jauh.
Plato yang bisa menyatukan unsur seni, filosofi, puisi dan ilmu, menjadikannya sebagai sosok yang begitu istimewa karena sanggup mengikuti jejak Sokrates yang sanggup menggabungkan berbagai unsur ini menjadi sebuah kesatuan. Pada salah satu pemikiran Plato ia menjelaskan menolak adanya hukuman. Baginya, hukuman adalah suatu bentuk kezaliman serta perilaku yang tak bertanggungjawab yang ditunjukan kepada orang lain.
Sebelum masuk pada inti pembahasan, Plato terkenal dengan dunia idenya. Di dalam dunia idenya Plato menawarkan bentuk yang kekal dan abadi pada gagasan bentuk “sempurna” dalam dunia ide Plato tidak hanya memproyeksikan kebendaan, tetapi juga tatanan ontologis yang membawa pemahaman akan pengetahuan yang jernih.
Contohnya, Plato membayangkan bahwa pengetahuan berbentuk segitiga sama kaki yaitu yang memiliki tiga garis lurus sempurna dan sudutnya yang tepat 180 derajat.sebuah segitiga yang digambar seseorang, meskipun ia menggunakan instrumen teknis, masih terdapat kecacatan di dalamnya meskipun kecil. Belum lagi, segitiga yang digambar dalam bentuk materi memiliki kecenderungan untuk rusak, pudar, bahkan musnah.
Plato memandang manusia tidak hanya terdiri dari bentuk fisik yang sering disebut tubuh saja. Ia membagi manusia menjadi tiga unsur yaitu Ephitumia (nafsu), Thumos (semangat), dan Logostikon (intelektual). Ephitumia (nafsu) digambarkan sebagai bagian tubuh dari perut ke bawah yang selalu mengutamakan pemenuhan kesenangan jasmani, seperti makan, minum, seks. Thumos (semangat) digambarkan seperti selalu haus akan jabatan dan martabat. Logostikon (intelektual) digambarkan seperti kebenaran dan ilmu pengetahuan.
Sejalan dengan pemikiran Plato tiga unsur di atas harus berjalan seimbang agar “Manusia” dapat mencapai kebahagian jiwa yang ideal. Plato selalu mengingatkan betapa pentingnya mengendalikan dorongan nafsu dan menjadi lebih bijaksana (Manusia). Karena manusia sering terperangkap pada nafsu duniawinya yang membuat manusia itu terperangkap pada hal-hal duniawi mereka.
Prinsip manusia ideal yang dicita-citakan Plato masih berkembang/masih diterapkan pada masa sekarang. Ephitumia (nafsu), contohnya ketika manusia menggunakan sosial media untuk melakukan kebaikan dengan keinginan ingin di puja-puja, seakan akan dia memiliki sisi malaikat yang ingin ditunjukkan di masyarakat.
Manusia saat ini, secara tidak sadar masuk dalam perangkap dunia bujuk rayu serta kebahagiaan buatan/fana. Tunduk pada nafsu keduniawian dan menyerahkan secara penuh hidupnya, bisa mengakibatkan “Manusia” terjebak pada ajaran hedonisme. Yang dimana mereka membeli bukan karena kebutuhan tapi karena adanya tekanan sosial.
Contoh: Manusia bisa saja membeli pakaian,aksesoris yang mereka butuhkan tanpa adanya “Branding” tetapi mereka justru membeli pakaian, aksesoris yang ada “Branding”,dengan alasan manusia ingin mengikuti perkembangan fashion. Dampak negatif jika manusia terlena akan hal tersebut banyak orang yang memaksakan segala cara mulai dari mencuri, merampok, hingga menipu sudah menjadi kewajaran demi memenuhi eksistensi yang fana.
Thumos (semangat) contoh di era sekarang, banyak “Manusia” saling sikut bahkan saling membunuh untuk mendapatkan kekuasaan, partai politik ketika masa kampanye Mereka saling menjatuhkan entah dengan cara Sarkasme, menjelek-jelekan visi misi antar partai politik. Yang melekat pada masyarakat ketika salah satu anggota Kepolisian yang saling membunuh untuk mejaga martabat/kekuasaan.
Modernitas yang lebih berbentuk konsumerisme barangkali menjadi salah satu ujian dari Tuhan/dewa untuk manusia. Tuhan menguji manusia seberapa bijak mereka( Manusia) bisa mengendalikan 3 unsur yang dijelaskan oleh plato Ephitumia (nafsu), Thumos (semangat), dan Logostikon (intelektual).