Selasa, April 30, 2024

Madinah, Tinjauan Historis

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Masyarakat biasa, pernah ngadem di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, tapi sekarang berdomisili di Tulungagung.

Yatsrib atau yang sekarang dikenal dengan nama Madinah merupakan salah satu daerah yang subur di Jazirah Arab pada masa itu. Penduduk Madinah sebelum Islam datang, dihuni oleh orang-orang dari bangsa Yahudi dan suku-suku Arab.

Kedatangan orang-orang Yahudi ke Madinah disebabkan oleh dominasi dari imperium Romawi pada masa itu. Terdapat tiga suku besar dari orang-orang Yahudi yang menempati Madinah, yakni suku dari Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’.

Selain ketiga suku besar tersebut, masih ada juga suku-suku kecil dari Yahudi. Para ahli berbeda pendapat terkait asal-usul dari orang-orang Yahudi. Ada yang berpendapat bahwa mereka orang-orang Yahudi pindah ke Madinah dari tempat tinggal asalnya.

Namun ada juga yang berpendapat bahwa sebenarnya orang-orang Yahudi ini merupakan orang-orang dari suku Arab yang berpindah agama Yahudi. Keberadaan orang-orang Yahudi memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan awal bagi kota Madinah.

Hampir semua bidang didominasi oleh orang-orang Yahudi, mulai dari ekonomi, intelektual, sampai politik. Meskipun disisi-sisi tertentu, orang-orang Yahudi ini sebenarnya juga dipengaruhi oleh suku-suku Arab. Misalnya adanya fanatisme kesukuan (ashabiyah), kesenangan terhadap puisi, kedermawanan, dan latihan penggunaan senjata.

Orang-orang Arab yang datang ke Madinah ini dari suku Azd, yang berasal dari Yaman. Para ahli berbeda pendapat tentang kedatangan suku Azd ini. Ada yang berpendapat bahwa pindahnya suku Azd ke Madinah ada keterkaitannya dengan rusaknya waduk Ma’rib dan banjir al-‘Aram.

Namun ada juga yang berpendapat karena melemahnya ekonomi yang disebabkan dominasi Romawi. Di suku Azd ini terdapat suku Aus dan suku Khazraj yang merupakan suku terbesar diantara suku-suku lainnya. Suku Aus menempati datarang tinggi yang lebih subur di samping suku Bani Quraizhah dan suku Bani Nadhir.

Sedangkan suku Khazraj menempati dataran rendah, berdekatan dengan suku Bani Qunaiqa’. Karena perbedaan kesuburan tanah ini, kedua suku terlibat konflik hingga akhirnya terjadilah peperangan.

Perang kedua suku ini dikenal dengan nama Perang Bu’ats. Suku Aus yang meminta bantuan kepada suku Bani Nadhir dan suku Bani Quraizhah memenangkan peperangan dari suku Khazraj.

Namun suku Aus menyadari bahwa kemenangannya terhadap suku Khazraj telah membuka peluang lebar bagi suku-suku Yahudi untuk kembali menguasai Madinah. Oleh karena itu, suku Aus dan suku Khazraj melakukan rekonsiliasi terhadap perbedaan-perbedaan diantara keduanya. Kedua suku mengangkat Abdullah bin Ubay bin Salul dari suku Khazraj sebagai Raja Yatsrib.

Seiring berjalannya waktu, Islam datang dan mewarnai kehidupan yang ada di Madinah. Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam membangun Kota Madinah. Pertama, dengan peristiwa hijrah oleh orang-orang Muhajirin yang berasal dari berbagai suku Quraisy.

Hijrah secara formal sudah ditutup pada masa ke delapan Hijriyah, sebab masa itu Makkah sudah dikuasai oleh Islam. Namun hijrah secara individu masih tetap berlaku sampai hari ini. Hijrah merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam. Sehingga peristiwa itu dijadikan oleh Khalifah Umar bin Khattab sebagai permulaan tahun baru dalam kalender Islam. Dengan adanya hijrah ini juga, struktur masyarakat di Madinah bertamah lagi, selain Yahudi dan suku-suku asli Arab, ada juga masyarakat Islam.

Kedua, adanya sistem muakhah. Sistem muakhah ini disebabkan karena ekonomi. Kaum Muhajirin yang berasal dari Makah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Karena di Madinah, pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang cocok adalah bertani. Sedangkan kaum Muhajirin hanya memiliki keahlian dalam tata niaga.

Oleh karena kesulitan itu, kaum Anshar menyediakan segala keperluan yang dibutuhkan oleh kaum Muhajirin selama di Madinah. Bahkan ada salah seorang suku Anshar, Sa’ad bin ar-Rabi’ yang hendak memberikan salah satu istrinya kepada Abdurrahman bin Auf.

Ketiga, iman dan cinta. Hijrah kaum Muhajirin ke Madinah tidak akan berhasil jika tidak ada iman kepada Nabi Muhammad SAW. Sebab mereka harus meninggalkan harta benda, bahkan keluarganya juga harus ditinggalkan. Dengan iman ini, maka semakin mantablah hijrahnya kaum Muhajirin.

Setelah sampai di Madinah, yang digunakan untuk menjalin relasi dengan kaum Anshar tidak lagi pondasi iman, tapi pondasi cinta. Melalui cinta, Madinah sedikit demi sedikit dibangun. Hingga akhirnya, bisa menjadi negara kota yang menyatukan semenanjung Arabia. Jadi iman sebagai perekat internal, cinta sebagai relasi perekat eksternal.

Keempat, Piagam Madinah. Pada awalnya, dokumen Piagam Madinah ini ada dua bagian. Bagian pertama berkaitan perjanjian damai Nabi dengan Yahudi. Bagian kedua berisi tentang hak dan kewajiban dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Ada 47 poin dalam Piagam Madinah yang telah disepakati. Namun seiring berjalannya waktu, orang-orang Yahudi tidak mengindahkan perjanjian yang telah disepakati dalam Piagam Madinah. Itulah salah satu sebab musababnya orang-orang Yahudi diusir dari Madinah.

Resensi dari buku Masyarakat Madani, Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi yang ditulis oleh Prof. Dr. Akram Dhiyauddin Umari. Penerbit Gema Insani. Tebal buku 170 halaman.

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Masyarakat biasa, pernah ngadem di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, tapi sekarang berdomisili di Tulungagung.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.