Pada tata kelola lembaga informasi, musuem memegang peran penting terhadap tempat penyimpanan dan pelestarian warisan budaya. Tak luput dari itu pula, pemeliharaan museum sebagai salah satu lembaga informasi menjadi salah satu kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan Undang-Unadang Museum Nomor 66 Tahun 2015 yang berbunyi, bahwa museum merupakan suatu lembaga yang memiliki fungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, hingga mengomunikasikannya kepada masyarakat. dilansir dari dataindonesia.id, Kemendikbud Ristek mencatat bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah museum terbanyak di Indonesia yaitu 64 museum dari total 439 museum pada tahun 2020. Pasca pandemi Covid-19 pun data kunjungan museum meningkat pesat.
Pengelolaan koleksi pada pasal 13 UU Nomor 66 tahun 2015 menjelaskan bahwa salah satunya yaitu pemerintah daerah yang memiliki museum wajin mengelola koleksi dengan baik. Baik itu yang berada di dalam museum ataupun koleksi warisan budaya yang berada di luar museum.
Pembahasan pada pengelolaaan koleksi yang merujuk pada pemiliharaan koleksi di museum daerah tampak timpang dengan informasi bahwa kunjungan museum meningkat drastis pasca pandemi Covid-19. Museum menjadi sebuah lembaga yang berada diambang batas populer dan padam. Pada beberapa daerah museum mengalami peningkatan drastis pada kunjungannya namun lupa menyorot pengelolaan dan pemeliharaan secara tepat.
Contoh Nyata
Pada penelitian yang dilakukan penulis di salah satu museum daerah di Provinsi Jawa Timur, pengelolaan museum menjadi permasalahan yang masih belum menemukan titik temu perihal SDM kompeten yang mampu mengelola museum. Sebagai salah satu museum daerah, Museum Blambangan memiliki keterbatasan SDM pengelola yang kompeten dari segi kuantitas.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di lingkungan Dispar Banyuwangi, Musuem Blambangan tidka memiliki struktur organisasi sendiri. Hanya ada satu penanggung jawab yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemeliharaan Museum Blambangan yaitu kepala museum yang merangkap sebagai penanggung jawab teknis dan administratif. Kurangnya SDM tersebut tentu berdampak pada pemeliharaan sebuah koleksi yang tidak dapat dilakukan dengan maksimal.
Sejatinya, setiap koleksi yang menyimpan informasi sejarah memiliki penanganan yang berbeda-beda. tragisnya, tak semua masyarakat setempat bahkan mengetahui bahwa di daerahnya terdapat museum. Museum bukan menjadi salah satu tujuan destinasi utama akhir pekan kebanyakan masyarakat di Indonesia.
Penulis ambil contoh, salah satunya di Museum Blambangan yang terletak di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur, dijelaskan bahwa kunjungan meningkat drastis pasca Pandemi Covid-19. Peningkatan kunjungan tak dapat dipungkiri karena salah satu alasan yang mendasari peningkatan pengunjung museum karena keperluan study tour sebuah lembaga pendidikan, bukan perspektif kesadaran pribadi masyarakat menjadikan museum sebagai tempat destinasi wisata utama.
Nasib Museum Daerah
Bahkan keberlanjutan permuseuman di Indonesia perlu dipertanyakan melihat bahwa kualitas dan kuantitas SDM pengelola museum masih jauh dari kata cukup. Museum-museum daerah pada dasarnya telah memiliki strategi masing-masing untuk mengenalkan museum pada konteks promosi agar dapat menarik pengunjung. Namun hal itu tak sebanding apabila SDM museum masih menjadi batu sandungan terbesar bahwa kompetensi dan kuantitas pengelola museum sangat kurang sehingga pemeliharaan museum berjalan tidak maksimal.
Hemat penulis, kapasitas SDM perlu diperkuat agar museum tak hanya sekedar bangunan untuk memajang sebuah koleksi kuno. Tak dapat dipungkiri bahwa beberapa museum di Indonesia tidak sepi peminat, namun yang menjadi batu sandungan pada permuseuman Indonesia ialah petugas atau pengelola museum yang dapat dikatakan sangat kurang. Secara internal museum tidak diimbangi dengam profesionalitas SDM. Hal itupun disinggung oleh Putu Supadma Rudana selaku ketua umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) menegaskan hal yang sama bahwasanya kualitas dan kuantitas SDM museum belum memadai.
Idealitas dan Realita
Sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, tugas dan wewenang pemerintah daerah pasal 96 ayat (1) huruf k ialah bahwa pemerintah daerah harus mengembangkan SDM di bidang kepurbakalaan.
Data dari Kemdikbud BPCB Jatim pada Renstra 2020-2024 disebutkan bahwa SDM BPCB Jatim tahun 2022 sebanyak 271 PNS dan 296 PPNPN, namun permasalahannya lagi-lagi perihal kurangnya tenaa SDM yang memiliki kompetensi di bidang pelestarian cagar budaya. Selain itu, minimnya sarana prasarana di bidang pelestarian cagar budaya dan belum adanya satuan biaya khusus terkait kegiatan pelestarian cagar budaya menjadi permasalahan pelik yang tak kunjung padam.
Melihat fakta di lapangan bahwa SDM kepurbakalaan menjadi masalah utama di sebuah museum, seharusnya mampu menyadarkan pemerintah untuk segera mengentaskan museum di Indoneisa khususunya museum daerah dari kurangnya tenaga ahli kompeten di bidang museum.
Sebab hal itu berdampak pada kondisi umur koleksi yang semakin lama akan semakin aus dan rusak apabila tidak segera mendapatkan penanganan dengan tepat ketika museum tidak memiliki SDM yang mumpuni baik secara kuantitas dan kualitas. Imbasnya pun tak jauh dapat mengarah pada penurunan kunjungan museum di masa depan apabila koleksi semakin rusak karena tidak ada SDM mumpuni yang mampu melakukan pemeliharaan koleksi secara profesional.
Museum daerah sebagai garda utama pemelihara warisan budaya dan cagar budaya lambat laun dapat redup dan tidak lagi mampu menjadi lembaga informasi yang dapat mengomunikasikan warisan budaya kepada masyarakat sesuai dengan UU Museum Nomor 66 tahun 2015.