Kamis, Mei 2, 2024

Kriminalitas: Pelanggaran Lalu Lintas

Teguh Ari Wibowo
Teguh Ari Wibowo
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

Pendahuluan

Latar belakang penelitian ini didasari pada perilaku masyarakat pengguna jalan terhadap lalu lintas  dalam berlalu lintas yang menimbulkan dampak terhadap keselamatan seseorang kerugian secara material dan non material.

Pelanggaran lalu lintas sendiri merupakan salah satu permasalahan yang memicu terjadinya kecelakaan. Hal ini disebabkan adanya suatu perbuatan pengendara melanggar aturan dan menganggap hukuman tindak pidana lebih ringan dari pada kejahatan umum.

Pelanggaran lalu lintas masih sering terjadi baik di kota besar hingga wilayah pedesaan. Sedangkan pemerintah sudah menetapkan aturan-aturan dalam berkendara, tapi masih ada saja yang melanggar aturan tersebut. Kebanyakan pelanggaran lalu lintas terjadi karena unsur kesengajaan untuk melanggar hingga ketidaktahuan atau pura-pura tidak mengetahui terhadap aturan yang sudah berlaku.

Bukti pelanggaran atau biasa disebut tilang merupakan kasus dalam ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1992. Hukum pidana mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibatkan diterapkannya hukuman bagi siapa saja yang melakukannya atau melanggar unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Tujuan hukum pidana adalah untuk menakut-nakuti dan memberi efek jera terhadap orang-orang agar tidak melakukan perbuatan yang tidak baik dan mendidik seseorang yang pernah melakukan perbuatan yang tidak baik menjadi baik dan dapat diterima.

Dengan latar belakang tersebut, maka artikel ini disusun dengan berkonsentrasi dan memfokuskannya dalam hal-hal secara singkat tentang kajian terhadap pelanggaran lalu lintas.

Metode penelitian

Pelanggaran lalu lintas dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, namun demikian, perubahan konsepsi ini dimulai sejak berlakunya Undang-Undang Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009. Sebelum undang-undang ini, kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dianggap bukan sebagai peristiwa pembunuhan.

Namun, kejahatan lalu lintas di Indonesia, termasuk pelanggaran lalu lintas, masih sering terjadi dan dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang aturan lalu lintas, kurangnya kesadaran, serta kebiasaan mencari jalan pintas, dan sebanyak 512.924 pengendara terekam melakukan pelanggaran lalu lintas. Jumlah itu didapat dari rekaman kamera yang menjadi sistem tilang elektronik. Mirisnya, Sebagian besar pelanggaran lalu lintas yang dilakukan para pengendara dalam kategori ringan.

Dalam beberapa kasus, pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengendara tidak hanya melanggar satu pasal dalam berlalu lintas, tetapi bisa dua, tiga, atau bahkan lebih. Misalnya, di Jawa Tengah, Korlantas Polri mencatat 961.449 pelanggaran dilakukan dalam kurun waktu lima bulan, yaitu mulai Januari hingga Mei 2023 (ETLE Korlantas Porli. 2023).

Pelanggaran lalu lintas juga berbahaya bagi penyebab kecelakaan jalanan dan korban yang terlibat. Oleh karena itu, upaya penegakan hukum dan pencegahan pelanggaran lalu lintas menjadi penting bagi pemerintah dan masyarakat umum.

Hasil dan pembahasan

Manusia sebagai pengguna jalan, yaitu pejalan kaki dan pengendara kendaraan, baik bermotor maupun tidak bermotor. Hubungan antara manusia, kendaraan, jalan dan lingkungan sangat bergantung dari perilaku manusia sebagai pengguna jalan, yang merupakan faktor paling dominan dalam lalu lintas. Hal ini kemudian sangat ditentukan oleh sejumlah indikator yang membentuk sikap dan perilakunya di jalan raya berupa mental, pengetahuan dan keterampilan. Berikut ada beberapa faktor penyebab pelanggaran lalu lintas, yaitu :

  • Menerobos Lampu Merah

Lampu lalu lintas merupakan sebuah bagian penting dari peraturan lalu lintas. Namun ironisnya, pelanggaran terhadap lampu merah menempati urutan teratas dalam jenis pelanggaran yang paling banyak dilalukan oleh pengendara. Pelanggaran ini ini juga disebabkan karena terburu-buru dan tidak melihat lampu sudah berganti warna dari hijau ke merah, alasan ini merupakan yang paling sering dilontarkan oleh si pelanggar.

  • Tidak Menggunakan Helm

UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas yang sudah mengatur mengenai kewajiban pengendara untuk penggunaan helm berstandar Nasional Indonesia (SNI). Bahkan dalam UU tersebut terpapar jelas sanksi yang akab diberikan jika pengemudi tidak mengenai helm, maka ia bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250.000. Namun, pada prakteknya, lagi-lagi aturan ini sering diabaikan. Rata-rata orang yang tidak menggunakan helm memiliki alasan yang sama, yaitu mereka enggan menggunakan helm karena jarak tempuh yang dekat serta merasa tidak nyaman.

  • Tidak Membawa Surat Kelengkapan Berkendara

Aksi tilang menilang yang dilakukan pihak kepolisian juga sering terjadi terhadap pengendara yang tidak membawa surat-surat berkendara seperti Surat Izin Mengemudi (SIM) serta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Berbagai operasi yang tengah gencar dilakukan aparat sering kali mendapati pelanggaran semacam itu. Banyak diantara mereka yang belum memiliki SIM karena belum cukup usia, namun memaksakan diri untuk mengendarai sepeda motor. Hal ini tentunya bisa membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain.

  • Melawan Arus

Di kota-kota besar seperti Jakarta, para pengendara sepeda motor sering kali bersikap seenaknya di jalanan dengan “melawan arus”. Mereka seolah-olah tutup mata tidak mengetahui dengan adanya pengendara lain yang berjalan berlawanan arah dengan mereka.

Kasus kecelakaan di jalan layang non tol Kampung Melayu-Tanah Abang yang terjadi 27 Januari 2014, tak membuat jera para pengendara motor lainnya. Pada saat itu, seorang pengendara motor nekad untuk melawan arus akibat menghindari razia. Akibatnya, sang istri tewas karena jatuh terpental. Di beberapa titik jalan lainnya di Ibukota, aksi nekad ini juga sering kali terjadi dan menganggap hal ini sudah menjadi hal lumrah

  • Melanggar Rambu-Rambu Lalu Lintas

Pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas sering kali terjadi. Parkir di bawah rambu dilarang parkir serta berhenti didepan tanda larangan stop. Padahal menurut ketentuan pasal 287 ayat (1) UU No.22 tahun 2009, jenis pelanggaran tersebut bisa terancam hukuman pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000. Namun, nyatanya aturan ini seperti tanpa taring. Mengatasi hal tersebut, Pemrov Jawa Tengah juga tengah gencar melakukan penertiban dengan memberikan sanksi kepada pelanggar, seperti melakukan gembok roda, pengempesan ban dan bahkan langsung melakukan penderekan.

Pelanggaran lalu lintas bukan hanya mengancam keberlangsungan dan kenyamanan masyarakat, tetapi juga berbahaya bagi penyebab kecelakaan jalanan dan korban yang terlibat. Oleh karena itu, upaya penegakan hukum dan pencegahan pelanggaran lalu lintas menjadi penting bagi pemerintah dan masyarakat umum.

Teguh Ari Wibowo
Teguh Ari Wibowo
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.