Senin, Oktober 7, 2024

Komunisme yang Patah, Tumbuh dan Hilang Berganti

achmadfaizal
achmadfaizal
sedang menjadi...

Komunisme yang Patah, Tumbuh dan Hilang Berganti

Oleh

Achmad Faizal

http://images%20by%20bintang.com

Akhir- akhir ini narasi G30S/PKI kembali mencuat ke publik tanah air. Seperti lazimnya tatkala bulan September tiba, ada saja pihak yang cekatan menggiring opini publik agar terjebak pada pembahasan perihal salah satu narasi sejarah kelam Indonesia tersebut. Untuk periode September tahun ini, narasi G30S/PKI mengangkat topik seputar kelayakan pemutaran kembali film (pengkhiatan) G30S/PKI.

 Pemutaran perdana film tersebut dirilis pada 1984 dan setiap tahun masyarakat Indonesia diwajibkan tuk menontonnya. Sementara pasca rezim Orde Baru tumbang pada 1998, film yang digarap oleh sineas Arifin C Noer tersebut akhirnya berhenti ditayangkan oleh Menteri Penerangan dan Menteri Pendidikan saat itu. Hal ini sekaligus menjawab permintaan pihak Angkatan Udara yang merasa tersudutkan oleh film tersebut.

Wacana pemutaran kembali film (pengkhianatan) G30S/PKI pertama kali disuarakan oleh Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo. Ia memberikan instruksi (perintah) kepada seluruh prajurit TNI AD agar menggelar nonton bersama. Wacana ini kemudian diperkokoh oleh kalimat persetujuan dari pemerintah Jokowi, namun dengan sedikit sentuhan perubahan demi menyesuaikan karakter generasi millenials hari ini, mengingat film tersebut memakan durasi 3 jam setengah dengan kualitas video hitam putih. Tentunya ini akan mengundang kejenuhan tersendiri bagi generasi millenials hari ini yang terbiasa disuguhkan produk High Digital.

Kemudian tatkala wacana tersebut bergulir, ternyata mengundang keriuhan tersendiri bagi masyarakat. Biang utama keriuhan tersebut adalah berseliwerannya berbagai fakta dan berita (hoax) yang terkadang sulit dibedakan kesahihannya oleh sejumlah kalangan masyarakat. Sesuatu yang opini (hoax) dianggap fakta dan sesuatu yang fakta hanya dipandang sebelah mata. Sehingga asumsi yang berkembang di tengah masyarakat bersifat oposisi biner, kalau anda tidak setuju terhadap film tersebut maka akan dicap antek-antek PKI dan begitupun sebaliknya.

Jalan Panjang Komunisme di Indonesia

Ketika Uni Soviet runtuh di bawah kepemimpinan Gorbachev tahun 1991 yang juga diawali oleh runtuhnya tembok Berlin (bersatunya Jerman Tmur dan Jerman Barat), maka kedua peristiwa tersebut sekaligus menjadi penanda resmi keruntuhan ideologi komunisme di permukaan bumi ini. Kendati kepemimpinan Negara Komunisme pertama di dunia ini – Uni Soviet – dianggap telah runtuh, tetapi ada beberapa rezim Marxis – Leninis (sebutan lain dari Komunis) yang masih mampu bertahan seperti Cina, Kuba, Laos dan Vietnam (Fakih, 2017).

Di Indonesia sendiri, perkembangan komunisme terjadi di masa pergerakan nasional awal abad 20. Embrio lahirnya komunisme di Indonesia adalah hasil “persetubuhan” antara organisasi sosialis ISDV dan organisasi dagang Sarekat Islam (SI). SI yang merupakan organisasi islam pertama di Indonesia ini kemudian pecah pada 1923 menjadi 2 kubu yakni SI putih (CSI) yang dipimpin oleh H.O.S Tjokroaminoto dan SI Merah (SI Semarang) yang dinahkodai oleh Haji Misbach. SI Merah inilah yang kemudian melebur kedalam tubuh PKI yang mana nantinya menjadi partai komunis terbesar di dunia diluar Uni Soviet. Bahkan dalam pemilu 1955, PKI masih mampu meraih posisi ke empat di bawah PNI, Masyumi dan NU.

Syahdan, jika PKI yang selama ini dipropagandakan sebagai ideologi yang anti tuhan (atheis), anti islam, maka kiranya perlu diluruskan kembali. Pasalnya, aktualisasi nilai-nilai komunisme bergantung dimana ia bersarang dan kecendrungan selama ini yang dijadi patokan adalah komunisme Eropa. Sebagaimana jamak diketahui, karakter masyarakat Eropa dibangun diatas nilai – nilai sekulerisme sehingga wajar jika pandangan hidup seperti Atheis dan Agnostic tumbuh subur. Tetapi lain halnya tatkala komunisme berkembang di Indonesia, sebab ia berkelindan dengan karakter masyarakat indonesia yang dikenal akan sisi religiusitasnya.

 Olehnya, hanya di Indonesia kita mendapati seorang komunis yang islami, seorang komunis yang haji bahkan seorang komunis yang menghafal Al-Qur’an. Datuk Tan Malaka adalah seorang komunis (tulen), tetapi ia juga adalah seorang hafidz Qur’an ketika muda. Haji Misbach adalah pemuka islam (petinggi SI), tetapi ia juga adalah seorang komunis.Pun jika ada yang tak sependapat atas pencampuran kedua ideologi tersebut, faktanya komunisme dan islam (isme) masih mampu bergandengan tangan di masa – masa awal pergerakan nasional demi satu tujuan bersama, yakni menumpas kolonialisme Belanda.

Akhirnya di tangan Soeharto lah komunisme dengan berbagai variannya menemui ajalnya. Pasca peristiwa G30S/PKI, ideologi tersebut akhirnya dikubur bersamaan dengan orang – orangnya yang dilegalkan melalui Tap MPRS XXV 1966. Kendati ia telah dikubur, tetapi kenyataannya komunisme tak pernah abstain untuk diperbincangkan setiap tahunnya. Diperbincangkan bukan dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan, namun diperdebatkan dalam kerangka propaganda kebencian. Demikianlah potret perlakuan rezim orde baru selama 32 tahun berkuasa.

Komunisme vis a vis Kapitalisme dan Islamisme

Kini kekhawatiran yang berlebihan akan bangkitnya hantu komunisme  beserta lembaganya (PKI) melanda sebagian masyarakat. Melalui analisis prematur, propaganda dan penyebaran hoax, kesadaran masyarakat dengan mudahnya digiring pada phobia yang berlebihan. Padahal ada kenyataan sosio – ideologis yang lebih utama untuk diwacanakan, sebab ia sedang berkembang biak menggerogoti negeri ini dan tentu bahayanya setara dengan komunisme jika dikonfrotasikan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Rupa dari ideologi tersebut adalah kapitalisme dan islamisme.

Andai pun hantu komunisme mampu bangkit kembali, maka ia harus berjibaku melawan kedua ideologi besar tersebut yang mana kini menguasai tatanan masyarakat global. Bahkan Negara sekelas China yang masih mempertahankan identitas sosialismenya, faktual telah berselingkuh dengan kapitalisme dalam praktik sistem ekonominya. Mungkin kita perlu mengaminkan ramalan Fukuyama tentang akhir dari sejarah ini yang mana dimenangkan oleh rezim kapitalisme.

Selain kapitalisme, Indonesia juga sedang berada dalam cengkraman islamisme. Sekali lagi, jika kita berbicara dalam kerangka Pancasila sebagai ideologi final bagi bangsa Indonesia maka Islamisme atau jamak masyarakat menyebutnya dengan radikalisme islam pun dianggap sebagai virus bagi NKRI. Meskipun salah satu prinsip perjuangan islamisme adalah menentang neoliberalisme/kapitalisme, tetapi hal itu belum mampu mendulang suara mayoritas masyarakat islam Indonesia yang mendaku diri penganut islam Nusantara.

achmadfaizal
achmadfaizal
sedang menjadi...
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.