Selasa, Oktober 8, 2024

Kita adalah Anak-anak Zaman

khoiril yaqub
khoiril yaqub
Admin Akun ini tolong di hapus saja

Anak itu nyaris tak henti memandangi gadgetnya, tak terkecuali pemuda yang tepat berada di depanku. Saat-ku sruput kopi pahit-ku, tiba-tiba pemuda itu tertawa keras sehingga komposisi wajahnya rusak sempurna. Diketahui, ternyata ia telah memenangkan pertarungan dalam gamesnya. Games yang mungkin banyak dimainkan lagi diminati oleh semua kalangan.

Pergaulan memang sudah tak seakrab dulu masing-masing telah tersihir oleh pesona teknologi yang kian berkembang. Kini telah jarang ditemui atau bahkan tidak ada lagi, permainan kelereng, layang-layang, dan aneka jenis mainan tradisional lainnya. Iya,, sangat jarang. Permainan itu mulai terkikis sebab hadirnya gadget yang lebih asyik untuk dinikmati, terlebih sifatnya yang praktis. Tidak hanya itu, pun dalam hal lain, gadget telah mempengaruhi setiap sendi kehidupan. Segala aktifitas menjadi lebih efisien, serta mudah dalam menjangkaunya. Orang-orangpun tak lagi bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Memang tidak bisa disamakan orang dulu dengan orang sekarang. Tidak bisa dipaksakan permainan orang dulu untuk dimainkan oleh orang sekarang. Tidak bisa dipungkiri yang tak terjadi dulu namun terjadi sekarang. Semuanya berubah seiring dengan berkembangnya denyut nadi kehidupan. Kita tidak bisa mengelak, karena memang sudah zamannya apalagi berseloroh menyalahkan semata-mata sebab globalisasi.

Kita adalah anak-anak zaman, zaman yang jauh berbeda dari sebelumnya. Zaman yang menuntut perubahan, jika tidak kitalah yang ketinggalan. Zaman yang menginginkan serba instant namun itulah kenyataan. Zaman ini serba teknologi sebab itu sering kali kita disebut dengan anak-anak milenial (millenium digital). Tidak ada yang salah dengan zaman, keliru jika menyalahkan zamannya. Namun perlu kehati-hatian saat berbicara zaman, ini adalah soal waktu, dan zaman adalah waktu.

Alih-alih berbicara waktu, saya pun teringat penjelasan Gus Candra Malik dalam youtube yang saya tonton sekitar sebulan lalu. Dengan mengutip ayat Al-Qur’an ia menjelaskan “Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi…” artinya apa? manusia hanya merugi dalam waktu bukan di dalam ruang. Tidak akan merugi setiap dari pada kita berada di ruang apapun. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa di mall-mall, di cafe-cafe, di warkop-warkop, di masjid-masjid bahkan di tempat prostitusi sekalipun, sungguh tidaklah dihitung dalam kerugian, jika hanya berbicara soal ruang. Dihitung dalam kerugian bila kita tidak dapat memanfaatkan waktunya. Sehingga prinsip-prinsipnyapun akan berlaku time is money (waktu adalah uang), al-waqtu kassyaif (waktu seperti pedang), dan itu semua berbicara waktu bukan berbicara soal ruang.

Pentingnya kesadaran akan waktu, sehingga Allah bersumpah atas nama waktu untuk membuka QS. Al-‘Ashr dan menyebut bahwa kita menjadi manusia yang rugi.

“waal’ashri inna al-insaana lafii khusrin illaa al-ladziina aamanuu wa’amiluu al-shshaalihaati watawaasaw bialhaqqi watawaasaw bi-alshshabri”.

“Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang beriman, orang yang berbuat baik, orang yang mewasiatkan kebenaran, dan orang yang mewasiatkan kesabaran”.

Ayat tersebut menyebutkan ada empat golongan manusia yang tidak merugi. Semuanya boleh jadi akan merugi bahkan orang Islam sekalipun.

Menurut Martin Heidegger, waktu bersifat eksistensial karena waktu dilihat dalam kaitannya dengan apa yang dialami manusia dalam dunia. Selain itu Heidegger juga menyebutkan ada dua macam waktu: waktu objektif dan waktu subjektif. Waktu objektif merupakan waktu yang digunakan oleh alat pengukur waktu. Seperti arloji, kalender, dan berbagai petunjuk waktu secara umum. Sedangkan waktu subjektif adalah waktu yang dialami oleh perorangan secara individual. Waktu objektif berada di luar sana dirasakan sama oleh semua manusia secara umum, sedangkan waktu secara subjektif berada di dalam diri, dirasakan secara unik oleh setiap pribadi, berbeda antara satu dengan yang lain.

Waktu sehari semalam dalam pandangan mayoritas orang secara objektif berisi dua puluh empat jam. Akan terasa bagai dua puluh empat menit bagi sepasang kekasih yang berkencan dibawah payung asmara. Fakta yang mungkin sering kali kita alami adalah waktu dua jam bagi kalian yang ditunggu sangat berbeda dengan saya yang menunggu. Waktu dua jam terasa biasa saja bagi kalian, namun terasa sangat lama bagiku.

Uniknya, dalam kesenangan, kegembiraan kita terlalaikan oleh perjalanan waktu. Jika dalam kesedihan, kenestapaan kita secara utuh menyadari bergulirnya waktu. Apabila pengalaman kesenangan itu menyatukan kita dengan kebanyakan manusia yang hanyut dalam pusaran waktu tanpa sadar, lain halnya dengan pengalaman kesedihan yang justru memisahkan kita dari manusia kebanyakan. Kita menjadi terlempar dan terkucilkan. Tetapi keterkucilan itu sesungguhnya telah menyobek selubung-selubung yang menabiri eksistensi kita selama ini. Itulah yang disebut oleh Martin Heidegger sebagai waktu yang bersifat eksistensial atau momen autentik. Namun kita tidak boleh hanya berhenti pada kesadaran berjalannya roda waktu secara perlahan saja. Melainkan harus bermuara pada pertanyaan introspektif: Apakah aku telah mengukir waktu-waktuku selama ini dengan aneka kebajikan atau malah justru dengan keburukan dan kedurhakaan?

Titik pangkal permasalahannya adalah kegagalan manusia (modern) dalam menghayati keberadaannya secara eksistensial yang kemudian menjebak mereka dalam samudera “masturbasi waktu”. Untuk menghindari masturbasi (buang-buang) waktu, setiap manusia patut terus menyadari bahwa waktu adalah penting dan harus bermakna.

Mengutip tulisan Prof Nadirsyah Hosen bahwa hidup ini adalah sebuah proses panjang untuk belajar mengenali diri, mengalami diri, kemudian menjadi diri sendiri. Setiap detik adalah undangan dari Sang Waktu untuk kita terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

khoiril yaqub
khoiril yaqub
Admin Akun ini tolong di hapus saja
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.