Selasa, Oktober 15, 2024

Kesenian Dongkrek Madiun, Geliat Seni Mengusir Pandemi

Adi Prabowo
Adi Prabowo
Ig: waspirin_ : petani muda, calon kepala desa

Hampir dua tahun terakhir wabah pandemi corona telah mengusik kehidupan manusia di dunia meningkatnya kematian manusia, laju ekonomi terhambat, sekolah lumpuh dan berbagai kegiatan menjadi terbatas. Mungkin kita perlu merenung bagaimana makhluk yang sangat kecil itu bisa berdampak besar bagi kehidupan manusia di lima benua. Berbagai upaya untuk menekan penyebaran virus ini telah di canangkan oleh pemerintah hingga istilah-istilah muncul sebagai langkah antisipatif #selalumemakaimasker, #dirumahsaja, #Jagajarak, PSBB, PPKM, sampai-sampai mengubah dunia menjadi #newnormal.

Jika menilik 150an tahun ke belakang kejadian serupa pernah terjadi sekitar tahun 1867 dimana kematian mendadak terjadi di banyak tempat  salah satunya di Mejayan yang kini menjadi Kecamatan Caruban Kabupaten Madiun. Raden Ngabei Lo Prawirodipuro sebagai palang atau kepala desa yang membawahi empat desa di wilayah tersebut melihat warganya mengalami kejadian yang aneh puluhan orang meninggal mendadak pagi sakit sore meninggal atau sore sakit malam meninggal

Sebagai orang yang dipercaya mengemban amanat kepada pendudduk desa untuk selalu mengayomi  Raden Ngabei Lo Prawirodipuro merenungkan musibah pegeblug atau pandemi  yang menyerang warganya. Ia bertapa di gunung kidul Caruban dalam pertapaannya ia mendapat wangsit bahwa wilayahnya telah di masuki makhluk halus yang bermaksud jahat. Dalam wangsit tersebut belio di beri semacam petunjuk untuk membuat tarian pengusir roh jahat fragmentasi kesenian untuk mengiring punggawa roh jahat keluar dari desa Mejayan.

Dari wangsit tersebut lalu Raden Lo Prawirodipuro membuat kesenian Dongkrek semacan kesenian musik yang menggabungkan tarian. Nama dari kesenian Dongkrek adalah kesimpulan yang sangat sederhana. Diambil dari bunyi alat yang di gunakan yaitu kendang saat di pukul akan menghasilkan bunyi “Dung” dan satu alat serupa bujur sangkar dari kayu yang memiliki gigi di mainkan dengan cara diayunkan atau diputar dan menghasilkan suara “Krek” alat musik itu diberi nama korek. Dari kedua bunyi alat musik inti tersebut kemudian menjadi nama kesenian Dongkrek.

Kesenian ini dipadukan dengan penari yang memakai topeng. Topeng buto atau raksasa, topeng perempuan yang diberi nama Roro Ayu dan Roro perot yang mengunyah kapur sirih dan topeng orang tua. Pada masing-masing karakter tersebut memiliki gambaran terkait musibah pagebluk yang menyerang desa Mejayan.

Topeng buto adalah gambaran roh jahat yang memasuki wilayah Mejayan, topeng Roro Ayu adalah perempuan cantik anak pejabat yang baik dan sopan dan Roro Perot adalah pengasuh Roro Ayu yang merawat dan memenuhi perintah tuanya di gambarkan sebagai penduduk desa yang menjadi sasaran roh jahat yang ingin menculiknya keluar dari wilayah tersebut.

Sedangkan topeng orang tua adalah gambaran kebijaksanaan dan kebaikan untuk melawan kejahatan dan mengusir bala pageblug keluar dari desa. Kesakralan kesenian Dongkrek di desa kelahirannya Mejayan adalah ritual kepercayaan masyarakat Mejayan Sesaji sebagai pelengkap ritual penolak bala dan tujuan dari ritual ini lebih di utamakan.

Pelaksanaanya dengan cara ;Para parogo merupakan laki-laki pilihan yang telah melakukan tirakat  kemudian berkumpul di pendopo untuk mendapat petuah dari palang, lalu mereka mulai lelampah atau mengikuti petunjuk yang telah di berikan palang, kemudian pada malam jumat legi meraka berkumpul untuk melakukan selamatan memohon doa pada Tuhan Yang Maha Esa untuk prosesi ritual pengusiran pagebluk.

Saat tengah malam tiba dengan iringan mantra dan puja-puji prosesi pengusiran pagebluk ini mulai di berangkatkan dari pendopo palang menyusuri seluruh wilayah pelosok Mejayan sampai menjelang pagi. Dan pada parogo buto dalam ritual ini wajib untuk tidak memakai busana.

Begitupun prosesi ritual ini memiliki aturan sendiri. Obor harus terbuat dari bambu, dupa harus terus mengepulkan asap kemenyan dan di bawa oleh pembaca puja-puji, pusaka palangan dibawa oleh waris terpilih di bawah payung agung, ubo-rampen atau berapa macam syarat tolak bala seperti tumbal, takhir, plontang yang berisi bubur beras di tanam di tempat yang telah di tentukan biasanya tempat yang di anggap punjer atau sentral seperti perempatan, pertigaan, jembatan, sudut-sudut desa dan halaman rumah parogo dan juga para gamben atau sesepuh yang berilmu spiritual tinggi.

Meski kesenian Dongkrek begitu sakral bagi masyarakat Mejayan namun ritual ini sempat mengalami pasang surut. Pada masa penjajahan kesenian ini pernah dilarang oleh pemerintah kolonial untuk dijadikan ritual maupun hiburan rakyat sebagai kebudayaan masyarakat Mejayan. Begitu pun saat pasukan jepang berkuasa hingga di masa pemberontakan PKI di Madiun kesenian ini sempat tergeser oleh kesenian genjer-genjer yang di kembangkan PKI. Lalu pada tahun 1973 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menggali dan mengembangkan kembali kesenian Dongkrek sebagai warisan kabudayan yang dimiliki kabupaten Madiun.

Kini kesenian Dongkrek berkembang menjadi tiga kesenian pertama adalah kesenian yang masih menjadi pakem ritual tolak bala di desa Mejayan sebagai budaya masyarakat yang menjadi kepercayaan prosesi sakral tahunan di desa tersebut, kedua kesenian Dongkrek yang di kembangkan disanggar-sanggar kesenian sebagai hiburan rakyat yang di pentaskan di pagelaran kesenian budaya sebagai kekayaan warisan leluhur yang dimiliki kabupaten Madiun dengan penambahan alat musik dan penari latar dan puja-puji di ganti dengan gending Jawa untuk mengikuti selera masyarakat yang semakin modern namun beberapa sangar masih menggunakan iringan sholawat. Ketiga kesenian Dongkrek sebagai kesenian yang dipelajari di sekolah-sekolah sebagai pengenalan kabudayan lokal yang harus terus di lestarikan.

Tahun ini wabah pandemi atau pagebluk kita rasakan seperti di tahun 1867 dimana terciptanya kesenian Dongkrek sebagai ritual tolak bala pagebluk mayangkoro. Jauh sebelum protokol kesehatan giat di suarakan berbagai media dan masyarakat, tiap tahun warga desa Mejayan telah melakukan ritual kesenian Dongkrek sebagai penolak bala pageblok mayangkoro atau pandemi corona.

Terlepas dari efektif atau tidaknya kesenian tersebut untuk mengusir wabah pandemi, masyarakat Mejayan telah melakukan ritual ini sejak ratusan tahun lalu sebagai sebuah kepercayaan budaya yang telah lahir oleh adanya wabah penyakit yang meliputi skala nasional bahkan mungkin dunia seperti pandemi corona yang kita rasakan sekarang.

Sekaligus kesenian Dongkrek sebagai media untuk doa bersama bagi warga Mejayan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk di beri keselamatan dari segala bala penyakit yang mungkin menimpa mereka. Dan sebuah hal yang kontemplatif idealnya kita sebagai manusia dituntut untuk bisa mengambil hikmah dari sebuah kejadian di sekitar kita.

Sumber bacaan: Warisan Tak Benda Indonesia (Kesenian Dongkrek Madiun Jawa Timur)

Adi Prabowo
Adi Prabowo
Ig: waspirin_ : petani muda, calon kepala desa
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.