Minggu, Juni 8, 2025

Kemerdekaan Lahir dari Keberanian untuk Diasingkan

Suni Subagja
Suni Subagja
Masyarakat sipil
- Advertisement -

Kita ini makhluk sosial, katanya. Seperti magnet yang selalu ingin menempel pada kutub lainnya, kita mendambakan tepuk tangan dan pelukan hangat dari orang lain. Seakan hidup ini tak lengkap tanpa “like” atau “pujian” yang mengalir di timeline kehidupan kita.

Tapi, siapa sangka? Magnet pun bisa menolak kutub yang sama. Kadang kita lupa, bahwa tak semua orang akan jatuh cinta pada getaran kita, meski kita sudah berdandan serapi mungkin.

Banyak orang menggadaikan kebebasannya demi penerimaan sosial, seperti badut di panggung sirkus yang terus saja menari agar semua orang tertawa. Padahal, hatinya sendiri menangis. Ironisnya, tak semua orang yang kita buat tertawa benar-benar peduli pada kebahagiaan kita.

Lihatlah Nabi yang diasingkan oleh kaumnya, bahkan oleh keluarganya sendiri. Ia dicap gila, pemecah belah, sampai dihujani caci maki. Tapi, adakah ajarannya luntur hanya karena cemooh? Tidak. Ajarannya justru terbang melampaui generasi, karena kebenaran tidak butuh panggung untuk tetap menjadi sebuah kebenaran.

Andaikan Nabi terobsesi menjadi selebgram dengan pengikut jutaan, mungkin Islam hanya berhenti di Mekah, tidak sampai ke Bandung atau Garut.

Ichiro Kishimi pernah bilang dalam The Courage to Be Disliked,

“Keberanian untuk bahagia juga mencakup keberanian untuk tidak disukai.”

Artinya, kebahagiaan itu seperti bintang jatuh. Muncul tanpa permisi, tak menunggu persetujuan semua orang, dan tetap indah meski hanya sesaat.

Tan Malaka barangkali sudah pensiun jadi pahlawan kalau dia terlalu memikirkan komentar netizen di warung kopi revolusi. Begitu juga Soe Hok Gie. Kalau dia sibuk menanggapi komentar orang, barangkali dia lebih memilih selfie dengan para pejabat daripada mendaki gunung mencari arti kejujuran.

Jadi, tak perlu terlalu sibuk jadi selebritas di hati semua orang. Kadang, kemerdekaan lahir justru saat kita berani melangkah sendiri, menertawakan orang-orang yang hanya bisa berkomentar di pinggir jalan.

Suni Subagja
Suni Subagja
Masyarakat sipil
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.