Kamis, April 18, 2024

Keluarnya AS dari Konvensi Perubahan Iklim Paris Masa Trump

Muhammad Zacky Jamali
Muhammad Zacky Jamali
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Memiliki ketertarikan dalam mengkaji seputar info, fakta menarik, serta isu-isu dunia internasional.

Permasalahan lingkungan merupakan isu yang juga diperhatikan dalam dunia internasional. Salah satu permasalahannya adalah perubahan iklim global. Sejak diawalinya Revolusi Industri pada akhir abad ke-19, telah menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang mengakibatkan panasnya atau naiknya suhu bumi. Permasalahan iklim ini pada akhirnya memberikan dampak kepada negara-negara di dunia, baik itu negara maju dan juga negara berkembang.

Permasalahan mengenai isu perubahan iklim memang menyita perhatian masyarakat di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan isu perubahan iklim diyakini sebagai salah satu isu yang memiliki dampak sangat besar terhadap peradaban seluruh umat manusia. Berakar dari permasalahan meningkatnya suhu panas bumi yang menyebabkan rangkaian peristiwa cuaca ekstrem terjadi di berbagai belahan dunia.

Peristiwa banjir, angin badai, maraknya kekeringan telah melanda sejumlah negara di dunia. Selain itu, peristiwa kebakaran hutan dan sejumlah peristiwa cuaca ekstrem lainnya telah terjadi dan mengakibatkan rusaknya ekosistem, mata pencaharian, dan berbagai aspek kehidupan umat manusia lainnya.

Sejumlah negara berusaha untuk berkomitmen dalam memerangi isu perubahan iklim yang mengancap peradaban umat manusia. Salah satu bentuk komitmennya tertuang dalam sebuah pertemuan di Paris pada tahun 2015. Pertemuan tersebut dikenal dengan COP 21, di mana sejumlah negara-negara baik negara maju dan juga negara berkembang berkomitmen untuk mengambil tindakan dalam mencegah isu perubahan iklim dengan menandatangani konvensi perubahan iklim yang mengeluarkan sebuah hasil akhir yang dikenal dengan Kesepakatan Paris atau biasa disebut dengan Paris Agreement.

Apa itu Paris Agreement ?

Paris Agreement merupakan upaya dari sejumlah negara baik negara-negara maju dan negara-negara berkembang yang bergerak dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim. Target utamanya adalah menahan peningkatan suhu global dibawah 2 derajat celcius dan berkomitmen untuk membatasi peningkatan suhu hanya sampai pada 1,5 derajat celcius dengan begitu resiko dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan perubahan iklim ini akan menurun secara signifikan (Nurmalina 2018). Paris Agreement ini juga mewajibkan negara-negara untuk turut terlibat dalam berkerjasama menekan emisi gas rumah kaca sesegera mungkin serta menciptakan karbon selambat lambatnya dalam paruh kedua abad ini.

Agar tercapainya tujuan dari kesepakatan ini, sekitar 186 negara masing-masing mengajukan target dalam mengurangi karbon yang dikenal dengan Intended Nationally Determined Contribution (INDC). Target inilah yang merepresentasikan komitmen dari negara-negara dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca hingga tahun 2025 atau 2030 (Setiani 2020).

Amerika Serikat memang telah meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim Paris Agreement, namun hal ini tidak berlangsung lama dimana AS melalui kebijakan luar negerinya memutuskan untuk keluar dari kesepakatan yang membahas strategi menghadapi perubahan iklim tersebut.

Tepatnya pada tanggal 1 Juni 2017, AS secara resmi menyatakan untuk keluar dari Paris Agreement dibawah pemerintahan. Padahal AS merupakan negara hegemon dan negara industri besar yang seharusnya memiliki peranan yang sangat penting dalam menangani permasalahan perubahan iklim. Ini menimbulkan tanda tanya besar, mengapa AS mengambil kebijakan untuk keluar dari Paris Agreement.

Untuk itu penulis tertarik untuk melihat dan mengkaji lebih dalam terkait peristiwa keluarnya Amerika Serikat dari perjanjian yang membahas isu perubahan iklim tersebut atau Paris Agreement. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat merupakan tindakan yang diambil oleh AS di luar negeri yang didasari untuk mencapai tujuan atau kepentingannya. Selain dari sumber domestik, kebijakan luar negeri AS juga dipengaruhi oleh sumber eksternal, dimana untuk memahami tindakan politik luar negeri AS harus memperhatikan sejumlah peristiwa yang terjadi dalam dinamika internasional.

Apa yang Melatarbelakangi Kebijakan AS Untuk Keluar dari Paris Agreement?

Amerika Serikat sebagai negara superpower telah menyadari bahwa ia harus bisa mempertahankan hegemoninya di panggung internasional. Kemajuan infrastruktur dan tekonologi serta peningkatan kapabilitas sejumlah negara khususnya pesaing AS yaitu China, telah menimbulkan kecemasan bagi Amerika Serikat.

Donald Trump mengungkapkan Paris Agreement adalah suatu kesepakatan yang dinilai tak lain hanya merugikan Amerika Serikat saja. Sehingga keikutsertaan AS dalam Paris Agreement memiliki dampak buruk terhadap penciptaan lapangan kerja dan daya saing ekonomi.

Penulis berargumen bahwa peristiwa keluarnya AS dalam Paris Agreement ini dapat dijelaskan dalam beberapa alasan. Pertama, kebijakan ini diambil dikarenakan AS melihat sejumlah negara di dunia internasional telah mengalami peningkatan di berbagai sektor. Hal ini menimbulkan kecemasan bagi Amerika Serikat akan posisi hegemoninya tergantikan oleh negara lain khususnya pesaingnya China dalam panggung internasional. Oleh karena itu, AS berupaya untuk mempertahankan posisi hegemonnya dengan keluar dari Paris Agreement yang dianggap membatasi segala program dan kepentingan AS guna mempertahankan posisi hegemonnya.

Alasan kedua, Amerika Serikat merupakan suatu negara yang memproduksi batu bara terbesar didunia (Hasan 2019). Dengan keluarnya AS dari Paris Agreement merupakan langkah yang tepat bagi AS untuk menjaga kepentingan nasionalnya dalam sektor ekonomi. Dengan begitu AS dapat tetap bersaing disektor produksi batu bara untuk mencapai dan mempertahankan posisi hegemon di dunia internasional. Dalam hal ini, AS sebagai aktor yang rasional yang telah mempertimbangkan kebijakannya melalui keuntungan dan kerugian yang dia dapatkan. Menurutnya pilihan untuk keluar dari Paris Agreement merupakan pilihan yang paling rasional guna mencapai kepentingan nasionalnya.

Muhammad Zacky Jamali
Muhammad Zacky Jamali
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Memiliki ketertarikan dalam mengkaji seputar info, fakta menarik, serta isu-isu dunia internasional.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.