Jumat, Maret 29, 2024

Kekerasan Seksual terhadap Perempuan

Andi Alief
Andi Alief
Andi Muhammad Alief, S.H.| tergabung dengan Barisan Anti Koroepsi Ahmad Dahlan (BAKAD UAD)| CCLS FH UAD|

Dewasa ini, kekerasan seksual (KS) menjadi masalah intensif bagi perempuan Indonesia, khususnya mahasiswi. Dilansir CNN Indonesia (11/11/2021) berdasarkan survei Kemendikbud Ristek 2020 yang partisipannya adalah dosen sebesar 77% membenarkan bahwa KS yang melibatkan civitas akademika kerap terjadi.

Pun, realitanya dapat dilihat pada pemberitaan KS yang menimpa mahasiswi UMY, UGM, UII, UNY yang pernah viral di berbagai kanal pemberitaan. Fenomena ini adalah ironi, sebab menimpa para pemuda-pemudi yang akan melanjutkan tongkat estafet pengelolaan negara.

Sebagai entitas yang kerap menjadi korban, kaum  perempuan baik itu korban maupun bukan sama-sama hanya bisa melihat kesalahan pelaku tanpa melihat kesalahan korban. Padahal di beberapa kasus tertentu, KS merupakan hasil akumulasi kesalahan korban dan kesalahan pelaku. Jika kesalahan korban menjadi salah satu faktor terjadinya KS, maka penting untuk diketahui oleh perempuan, agar menjadi pembelajaran di kemudian hari.

Kesalahan Korban?

Secara sepintas, kedua istilah antara kesalahan dengan kejahatan terdengar sama, namun ada distingsi mendasar antara keduanya. Menurut KBBI ‘kesalahan’ memiliki arti hanya sebatas perbuatan salah dan kelalaian. Sedangkan ‘kejahatan’, menurut R. Soesilo (1995) ialah perbuatan yang merugikan penderita sekaligus merugikan masyarakat yaitu berupa terganggunya ketentraman umum.

Olehnya, dapat disimpulkan melakukan kejahatan barang tentu melakukan kesalahan berupa ‘perbuatan salah’ yang merugikan orang lain. Sedangkan, melakukan kesalahan tak mesti disebut kejahatan, karena ada kesalahan yang tak merugikan orang lain, melainkan merugikan diri sendiri. Kesalahan semacam ini dapat dilakukan korban KS pada kasus tertentu. Sebagai contoh lihat kronologi KS yang melibatkan seorang mahasiswa dan dua mahasiswi UMY:

Korban pertama menerangkan “Setelah tiga hari kenal dengan korban, pelaku meminta korban menjemput pelaku untuk rapat. Kemudian, pelaku mampir ke-toko untuk membeli minuman keras. Setelah itu lanjut perjalanan dan sampailah ke-kost pelaku. Sekitar jam 22:00 WIB, setelah pelaku minum miras [korban dan pelaku berada dalam satu ruangan] pun pelaku langsung memerkosa korban.” Adapun korban kedua menerangkan “Sebelum diperkosa, korban bersama pelaku memasuki klub malam dan mabuk-mabukan bersama pelaku, kemudian korban dibawa ke hotel, dan terjadilah pemerkosaan.

Dari kronologi di atas, bisakah sobat pembaca khususnya kaum perempuan melihat kesalahan dari kedua korban? Ini penting untuk diambil hikmahnya! Bukankah Cicero pernah berpesan “The Best Teacher is  Experience” Maka dari itu, belajarlah dari kesalahan korban karena itu bagian dari pengalaman yang akan memberi hikmah kepada kita.

Menyoal kesalahan korban, patrick Corputty dkk (2021) telah menjelaskan bahwa perbuatan yang dilakukan korban [perempuan] baik itu secara aktif maupun pasif yang berimplikasi merangsang pelaku [pria] melakukan KS terhadap dirinya disebut sebagai Victim Precipitation atau Peranan Korban (PK). Dikarenakan PK merugikan diri korban, maka PK dapat dipersamakan sebagai kesalahan korban.

Kesalahan korban dianggap terwujud, jika perempuan tak meninggalkan tempat yang patut diketahuinya akan membahayakan dirinya (kelalaian). Dikatakan salah sebab korban tidak meninggalkan lokasi pemerkosaan padahal terdapat empat keganjilan: Membeli miras sebelum rapat kerja, korban dibawa ke kost pelaku yang tak sesuai dengan lokasi rapat yang disepakati, korban mau masuk ke dalam kamar pelaku dan menemani pelaku minum miras. Padahal korban punya kesempatan kabur saat melihat pelaku membeli miras, korban juga memiliki kesempatan kabur saat baru sampai di kost pelaku.

Tak hanya itu, kesalahan korban dianggap terwujud jika mabuk-mabukan bersama pria (perbuatan salah). Dikatakan salah karena sudah menjadi rahasia umum banyak perempuan diperkosa pada saat mabuk. Semestinya perempuan menyadari resiko tersebut, terlebih pria dan perempuan kehilangan kebijaksanaannya pada saat mabuk. Seperti diungkapkan Genghis Khan “Orang-orang yang mabuk ibaratkan orang yang dipukul kepalanya, kecakapannya tak berguna” (Harold Lamb, 2020). Pria kehilangan kebijaksanaan untuk mengendalikan hawa nafsu dan perempuan kehilangan kebijaksanaan untuk menjaga kehormatan.

Dalam konteks kasus di atas, perlu diingat mahasiswi merupakan manusia yang kritis, sehingga ketika melihat beberapa keganjilan sudah barang tentu ia dapat memprediksi kemungkinan buruk apa yang akan terjadi kedepannya, juga mahasiswi dapat memilah mana perbuatan benar dan mana perbuatan salah layaknya menentukan mana tempat aman bagi dirinya antara perpustakaan dan klub malam.

Jika perempuan melakukan ‘kelalaian’ dan ‘perbuatan salah’ yang menyeretnya menjadi korban KS, maka normal dikatakan kesalahan korban [perempuan] merupakan salah satu faktor penyebab KS. Sehingga dapat dibenarkan KS merupakan hasil akumulasi antara kesalahan korban plus kesalahan pelaku.

Catatan Pembelajaran

Ikhtiar menyudahi KS terhadap perempuan tentu diperlukan kerja sama antara entitas perempuan dan pria. Dimana pria tak mengikuti hawa nafsu dengan senantiasa membayangkan resiko jeruji penjara jika melakukan KS. Pun yang bisa dilakukan perempuan ialah mencegah KS dari diri sendiri, misal meminimalisir kesalahan melalui peningkatan kewaspadaan dengan cara membayangkan kemungkinan-kemungkinan implikasi terburuk setiap tindakan.

Langkah tersebut merefleksikan cara berpikir yang mengimplementasikan mental contrasting atau berpikir kontras yang menyeimbangkan antara pikiran positif dan negatif dalam menyongsong realitas mendatang. Misalnya, perempuan beranggapan berteman dengan banyak pria membuat dirinya menjadi lebih terlindungi dan berwawasan.

Namun pikiran positif itu perlu dikontraksikan dengan pikiran negatif dalam hal memikirkan kemungkinan pria akan melumat kehormatannya. Dengan berpikir seimbang dan mau belajar dari pengalaman [kesalahan] orang lain, niscaya perempuan berpikir rasional sebelum bersikap dan berinteraksi dengan pria yang menjadikan perempuan tak mudah jatuh dalam Jebakan Batman pelaku KS.

Akhir kata, Rene Descartes pernah berkata “Cogito Ergo Sum” yang artinya aku berpikir maka aku ada. Dalam konteks perempuan dapatlah kita katakan “Aku berpikir maka kehormatanku terjaga.”

Daftar Pustaka

Harold Lamb, 2020. Genghis Khan: The Emperor of All Men. Indonesia: Second Hope   Penulis. Indonesia.

Patrick Corputty dkk, “Victim Precipitation sebagai Pertimbangan dalam Penjatuhan Pidana     (Kajian Perspektif Peradilan Pidana)”, Jurnal Belo, Volume 7 Nomor 1 Agustus 2021      https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5883530/5-fakta-dugaan-pemerkosaan    -mahasiswa-umy-yang-terungkap-sejauh-ini.

R. Soesilo, 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogyakarta: Politeia

Topo Santoso, 2015. Hukum Pidana Materil dan Formil. Jakarta: The Asia Foundation.

https://positivepsychology.com/mental-contrasting/

Andi Alief
Andi Alief
Andi Muhammad Alief, S.H.| tergabung dengan Barisan Anti Koroepsi Ahmad Dahlan (BAKAD UAD)| CCLS FH UAD|
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.