Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah yang sudah lama menjadi bayang-bayang kelam dalam masyarakat kita. Namun, seringkali perhatian kita terfokus pada dampak fisik yang terlihat, sementara dampak terhadap kesehatan mental korban seringkali terabaikan.
Padahal, kesehatan mental dan KDRT adalah dua isu yang saling terkait erat, dan pemahaman yang mendalam mengenai hubungan antara keduanya sangat penting untuk merancang solusi yang efektif.
KDRT tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga meninggalkan bekas yang mendalam pada jiwa. Korban KDRT sering mengalami trauma psikologis yang mempengaruhi kualitas hidup mereka secara signifikan. Rasa takut, kecemasan, dan depresi adalah dampak umum yang dialami oleh korban.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengakibatkan gangguan mental yang serius, seperti PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) atau gangguan kecemasan generalisasi. Keberadaan trauma ini sering kali membuat korban merasa terjebak dalam siklus kekerasan yang tampaknya tidak ada jalan keluarnya.
Salah satu masalah utama adalah bahwa banyak korban KDRT merasa tidak memiliki akses atau dukungan untuk mendapatkan perawatan kesehatan mental yang mereka butuhkan. Stigma yang melekat pada kesehatan mental dan kekerasan dalam rumah tangga sering kali membuat mereka enggan mencari bantuan. Mereka mungkin merasa malu atau takut dianggap lemah, padahal sebenarnya mencari bantuan adalah langkah penting dalam proses penyembuhan.
Di sisi lain, pelaku kekerasan juga mengalami dampak psikologis, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Tindakan kekerasan sering kali berasal dari masalah kesehatan mental yang belum tertangani, seperti gangguan pengendalian diri atau masalah emosional lainnya. Masyarakat harus memahami bahwa mendukung pelaku untuk mendapatkan perawatan kesehatan mental yang tepat dapat membantu memutus siklus kekerasan dan mencegah terjadinya kekerasan lebih lanjut.
Penting untuk membangun sistem dukungan yang komprehensif untuk menangani kedua sisi masalah ini. Penyedia layanan kesehatan mental harus dilatih untuk mengenali dan menangani efek trauma dari KDRT. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental, serta mempromosikan aksesibilitas layanan kesehatan mental bagi semua kalangan. Edukasi tentang KDRT dan dampaknya pada kesehatan mental harus dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan, agar generasi mendatang lebih siap untuk mengatasi dan mencegah masalah ini.
Langkah konkret juga harus diambil untuk mendukung korban, seperti penyediaan tempat perlindungan yang aman dan layanan konseling yang tersedia 24/7. Program rehabilitasi untuk pelaku kekerasan juga harus diperkuat untuk membantu mereka mengatasi akar permasalahan mereka dan menghindari pengulangan perilaku kekerasan.
Di akhir kata, kita harus menyadari bahwa KDRT dan kesehatan mental bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Mereka saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain dalam cara yang kompleks. Untuk mengatasi masalah ini secara efektif, kita perlu pendekatan holistik yang tidak hanya fokus pada menghentikan kekerasan tetapi juga pada pemulihan dan perawatan kesehatan mental. Hanya dengan cara ini kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih sehat, aman, dan berempati.