Saya punya seorang rekan kerja yang cukup ahli di banyak bidang. Sebut saja namanya Firdaus, barangkali ini nama yang cocok bagi dia yang selalu ontime ambil wudhu ketika waktu sholat tiba. Waktu sama-sama di proyek saya mengenal cukup dalam tentangnya. Satu hal yang membuatku kagum adalah kemampuannya yang multitalenta. Bisa jadi driver alat berat truck mixer, operator loader, operator mesin mixer, analisa logistik, teknik laboratorium beton, dan teknisi lapangan.
Jika keadaan sedang mendesak dia bisa melakukan semuanya bergantian dalam satu waktu. Bisa dibilang dia menjadi orang yang serba bisa di proyek waktu itu. Sepintas dia dilihat seperti pribadi yang hebat karena mempumyai lebih dari satu kemampuan. Walaupun terkadang dia kewalahan ketika harus membantu semuanya.
Disisi lainnya, saya juga teringat dengan satu teman kampus dulu. Dia kebalikannya Firdaus, fokus keahliannya hanya satu pada desain grafis. Pernah suatu waktu kegiatan, panitia butuh seorang moderator buat memandu diskusi harian organisasi. Raka (sebutan untuk teman tukang desain) ini disuruh jadi moderator. Karena teman lainnya sudah kebagian job.
Ternyata bukan mitos tentang panitia desain tugasnya lebih dominan saat sebelum dan setelah acara berlangsung. Dengan tegas dia tidak mau menggantikan karena merasa tidak bisa bicara depan umum. Dia termasuk introvert dan jagonya ngedesain di depan laptop ditemani rokok djisamsu kretek.
Berbeda pula jika pikiran kita tertuju pada sosok seorang Luhut Binsar Pandjaitan yang dikenal dengan Menteri segala urusan. Dia expert di bidangnya dan juga generalis dalam membantu presiden Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahan. Geser lagi kita melihat tokoh besar dunia seperti Elon Musk, dan Estein. Sebut saja seperti Ibnu Sina yang dikenal dengan tokoh muslim yang juga bisa dijadikan contoh expert Generalis. Dia seorang filsuf dan juga ahli bidang kedokteran. Orang seperti mereka merupakan orang yang expert namun mempunyai kemampuan generalis yang bisa memperbanyak bidang.
Dan itu mempengaruhi pola proses yang mereka lakukan pada pembelajaran yang dilakukan. Tidak ada kata yang bisa terwujud kecuali dengan proses yang begitu tekun dan kosisten. Apalagi semua kesempatan yang ada tidak tentang satu bidang keahlian yang dilakukan namun betapa besarnya impact yang diberikan pada pencapaian mereka secara individu.
Tiga ilustrasi tadi sengaja saya sampaikan diawal sebagai gambaran bahwa ada pola yang tersaji di dalam realita yang selalu membentuk corak yang bisa digambarkan. Zaman distrupsi teknologi seperti munculnya Artificial Intellegent (AI) memicu persaingan tidak hanya terjadi antara manusia dengan manusia melainkan juga manusia dengan teknologi. Hal itu juga akan memperketat persaingan dalam dunia kerja.
Bayangkan jika banyak profesi digantikan dengan AI. Bagaimana nasib keluarga kasir toko pembelanjaan, mau makan apa anak dari cleaning service hotel jika profesinya sudah digantikan dengan robot. Apa tidak mungkin kalau robot juga bisa melakukan korupsi jika salah menginput kode perintah operasi.
Logika akademisnya kita bisa merumuskan masalah jika mempunyai latar belakang masalah yang jelas. Biasanya ditulis dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Zaman seperti ini lebih cocok mana spesialis atau generalis? Apa mungkin Kebutuhan dunia kerja saat ini lebih membutuhkan orang dengan kemampuan perpaduan keduanya yang lebih dikenal dengan expert Generalis.
Jika ikut sesuai dengan petuah kak Sherly memilih keduanya harus disesuaikan dengan konteks yang ada. Setiap orang pasti berbeda-beda kebutuhannya. Ada yang lebih suka spesialis, generalis atau irisan keduanya yaitu expert Generalis.
Menurut buku Range karangan David Epstein melihat permasalahan saat ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, Kind problem artinya persoalan yang dihadapi bersifat tetap dan polanya sudah diketahui. Buku itu memberikan contoh seperti permainan catur, langkah kuda, stir sudah dilakukan dan diketahui. Kedua, Wicked Problem artinya persoalan itu berubah-ubah (dinamis) seperti halnya persoalan di bidang data analis.
Keduanya jenis ini menggambarkan bahwa persoalan diartikan sesuai konteks jabatan atau profesi yang dilakoni. Tiger Wood seorang Atlet Golf berlatih menjadi atlet sejak umur 2 tahun sehingga menjadi atlet golf kelas dunia saat ini. Proses berbeda dari atlet Tenis Roger Federer, dia sebelum menekuni olahraga tenis dia mencoba bidang olahraga lain seperti basket, renang, dan sky. Jalan yang berbeda yang harus dilalui hingga menjadi ahli dibidangnya.
Memilih untuk menjadi expert generalis (irisan antara spesialis dan generalis) bisa menjadi solusi saat ini agar lebih mempunyai daya saing ketika melamar pekerjaan. Hal ini disebabkan teknologi yang menyerap pada sendi pekerjaan.
Selain itu sikap luwes pada dinamika zaman yang terjadi bisa menjadi kunci pada setiap persoalan yang ada di tempat kerja. Andai kata kamu memiliki kemampuan profesional accounting lengkapilah kemapuan itu dengan skill komunikasi, bahasa asing yang mempuni, analisis yang akurat dan advance Excel guna memperkuat skill utamamu. Aplikasi software ya kian banyak mestinya bisa membantu efesiensi pekerjaan bukan malah mengantikan profesinya.
Terus bagaimana agar menjadi seorang yang expert generalis. Selagi mencari satu keahlian yang dimiliki maka tidak ada salahnya untuk mencoba sebanyak mungkin keterampilan yang ada. Khususnya pada bidang yang diminati. Ketika menemukan satu minat itulah yang harus kamu tingkatkan menjadi seorang yang banyak paham namun tetap juga skill lain yang berhubungan tetap harus dipelajari.
Bagaimana bisa fokus jika seperti itu? Kuncinya adalah manajemen waktu yang harus dilakukan. Membuat plan skill setiap periode, mengevalusi setiap tahun dan menjadikan itu goals yang harus dicapai. Expert generalis bukan bermakna kamu ahli banyak bidang tapi dangkal. Pernyataan itu bisa jadi benar jika keahlian lain yang kamu pelajari tidak mendukung pada satu minat yang paling kamu miliki.
Expert generalis yang diasah sepanjang waktu padah akhirnya menjadi identitas diri atau personal branding diri. Tidak semua orang mampu membuat personal branding untuk dirinya. Ketika personalmu tinggi maka nilai tawarmu didunia kerja juga akan naik. Artinya kamu dapat bernegosiasi gaji dengan lebih mudah sesuai keinginan mu.
Expert generalis tidaklah bisa dibentuk dalam satu atau dua tahun namun memerlukan waktu yang panjang dan konsistensi diri. Jangan gengsi untuk mempelajari hal lain dengan dalih tidak ada gunanya. Karena kita tidak akan tahu mana yang akan membuat kita berhasil. Meskipun dibayar dengan UMR rendah seperti di Jogja ini teteplah menjadi karyawan expert generalis karena itu bisa membuka pintu rezeki lainnya. Jika tidak ditempat kerja sekarang setidaknya menjadi batu loncatan buat perusahaan selanjutnya.