Selasa, April 30, 2024

Kampanye Ramah Difabel

Ahmad Ilham Wibowo
Ahmad Ilham Wibowo
Purna Paskibraka Indonesia Kabupaten Kulon Progo, DIY tahun 2013, Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum UII, dan Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan FH UGM

Pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 tinggal beberapa hari lagi. Artinya, kesempatan rakyat untuk mengenali dan menentukan calon yang akan dipilih juga semakin menipis.

Kampanye merupakan salah satu instrumen yang paling membantu rakyat untuk mengenali dan menentukan pilihannya. Melalui kampanye, pemilih dapat menangkap dan memahami visi, misi, program dan/atau gagasan dari peserta Pemilu. Karena itu, kampanye merupakan sarana yang dinilai paling efektif bagi rakyat untuk mengenali peserta pemilu.

Keefektifan kampanye dapat terwujud jika metode kampanye mampu menjangkau rakyat. Namun, informasi kampanye akan menemui kendala apabila berhadapan dengan penyandang disabilitas, terkhusus penyandang disabilitas rungu dan netra. Penyandang disabilitas rungu merupakan orang yang memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran. Sedangkan, penyandang disabilitas netra merupakan orang yang tergolong memiliki keterbatasan dalam hal penglihatan. Apabila aksesibilitas tidak diperhatikan, maka kondisi ini berpotensi menghambat tersampaikannya materi kampanye kepada penyandang disabilitas.

Merujuk data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, kini terdapat 1.247.730 penyandang disabilitas yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap hasil perubahan II. Terkhusus bagi penyandang disabilitas rungu terdapat 249.546 orang. Sedangkan, penyandang disabilitas netra terdapat 166.364 orang. Data ini menunjukan besarnya penyandang disabilitas rungu dan netra yang tentunya harus dimudahkan dalam mengakses informasi terkait Pemilu.

Problem Metode Kampanye

Saat ini, metode kampanye yang dilakukan para calon cenderung konvensional. Sebagaimana diketahui, hanya menggunakan Alat Peraga Kampanye (APK) berupa baliho, poster, spanduk, bahkan iklan-iklan melalui media sosial yang cenderung tidak ramah bagi penyandang disabilitas. Metode ini diduga lantaran paradigma yang cenderung mengesampingkan keberadaan penyandang disabilitas. Selain itu, menyediakan media khusus kampanye bagi penyandang disabilitas memang memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Aturan pelaksanaan kampanye nampaknya juga belum memperhatikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Pasal 275 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) menentukan bahwa kampanye dilakukan melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye Pemilu kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum, media sosial, iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet, rapat umum, debat pasangan calon, dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye Pemilu dan peraturan perundang-undangan.

Regulasi tersebut mengatur metode kampanye yang cenderung konvensional. Sehingga, metode kampanye khusus bagi penyandang disabilitas cenderung dikesampingkan. Hal ini dikarenakan belum ada aturan yang mengikat dan memaksa (imperative) peserta pemilu untuk menyelenggarakan kampanye yang aksesibel.

Kampanye Aksesibel

Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang menempatkan kekuasaan tertinggi kepada rakyat. Rakyatlah yang diberikan kekuasaan untuk menentukan kebijakan negara melalui wakil-wakilnya di pemerintahan. Oleh karena itu, menjadi konsekuensi logis jika wakil-wakil rakyat di pemerintahan harus mampu mewakili kepentingan dari rakyat yang memilihnya. Hal inilah yang sebenarnya menjadi esensi dianutnya sistem demokrasi.

Kedepan perlu dilakukan perubahan paradigma kampanye yang lebih memperhatikan penyandang disabilitas. Partai politik harus mampu menjembatani kepentingan seluruh rakyat, termasuk para penyandang disabilitas. Apabila pendidikan politik bagi penyandang disabilitas tidak berjalan optimal, maka 415.910 pemilih penyandang disabilitas tentu tidak mampu mengakses fasilitas demokrasi (Pemilu) dengan maksimal pula. Bahkan, penyandang disabilitas berpotensi termobilisasi oknum peserta Pemilu, hanya untuk mendongkrak perolehan suaranya saja (vote getter).

Sebaiknya, KPU RI juga harus mengupayakan terwujudnya kampanye yang aksesibel bagi penyandang disabilitas. Cara yang dapat dilakukan adalah, mengatur sekaligus mendorong para peserta pemilu untuk berkampanye dengan memperhatikan eksistensi para penyandang disabilitas. Bahkan, seharusnya KPU juga menyediakan APK sekaligus informasi berkaitan dengan Pemilu dan pemungutan suara yang aksesibel bagi penyandang disabilitas.

Penyelenggaran Pemilu yang aksesibel merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan demokrasi subtansial. Seluruh rakyat, termasuk para penyandang disabilitas harus diberikan akses yang mudah dan luas untuk mengenali calon-calon yang hendak dipilih. Hal ini agar calon yang dipilih rakyat benar-benar sesuai dan memiliki tekad untuk memperjuangkan kepentingan rakyat yang memilihnya. Sehingga Pemilu 2019 akan berjalan secara substantif, dan bukan sekedar prosedural belaka.

Ahmad Ilham Wibowo
Ahmad Ilham Wibowo
Purna Paskibraka Indonesia Kabupaten Kulon Progo, DIY tahun 2013, Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum UII, dan Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan FH UGM
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.