Kamis, April 25, 2024

Jokowi, TGB, dan Kepemimpinan Pemuda

Muhammad Imadudin Nasution
Muhammad Imadudin Nasution
Muhammad Imadudin Nasution lahir di Pekalongan pada 3 Juni 1986. Merupakan Sekjen Ikatan Alumni Prodi Sarjana Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga merupakan Direktur Eksekutif Nasution-Wiyanto Consulting, sebuah lembaga riset dan konsultasi dalam bidang politik, kebijjakan publik dan hukum. Imad telah menulis untuk media online alternatif khamakarpress.com sejak 2016.

Joko Widodo berusia 53 tahun ketika terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia. Sementara Tuan Guru Haji Zainul Majdi (Tuan Guru Bajang) berusia 36 tahun saat menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat. Sekarang, usia Tuan Guru Bajang adalah 46 tahun, dan akan berusia 47 di tahun 2019, tahun Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia.

Pada kenyataannya sejak 1998, Indonesia dipimpin oleh presiden-presiden yang berusia di atas lima puluh tahun. Bahkan B.J. Habibie berusia 62 tahun pada saat menjabat Presiden RI di awal era reformasi. Sementara Soekarno dan Soeharto menjabat Presiden Indonesia masing-masing mulai usia 44 tahun dan 46 tahun. Namun, keduanya menjabat hingga puluhan tahun lamanya, dan mengakhiri jabatan dalam usia senja.

Bukan hanya Joko Widodo yang berusia 44 tahun pada saat menjabat Walikota Surakarta, dan TGB yang menjabat Gubernur NTB dalam usia 36 tahun. Beberapa pemuda Indonesia seperti Airin Rachmi Diany, Andhika Hazrumi dan Zumy Zola adalah contoh pemuda Indonesia yang berhasil menduduki kursi kepala daerah.

Tren itu kemudian menjadi menarik dan semakin menarik dengan adanya bonus demografi dalam dekade 2010-2030-an yang sudah berjalan delapan tahun ini. Di dua dekade berikutnya, Indonesia akan benar-benar didominasi oleh masyarakat berusia produktif.

Jokowi dalam pro dan kontra

Pada masa pemerintahan Jokowi di Surakarta, Jokowi berpasangan dengan F.X. Hadi Rudyatmo. Seorang Katolik yang taat. Demikian pula ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2012, Jokowi didampingi oleh Basuki Tjahaja Purnama a.k.a. Ahok yang beragama Kristen Protestan.

Baik Rudy maupun Ahok menggantikan Jokowi dalam posisi sebelumnya, karena adanya “kenaikan jabatan” Jokowi. Rudy menggantikan Jokowi ketika Walikota Solo tersebut menjabat Gubernur DKI Jakarta dan Ahok menggantikan Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, karena Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.

Adapun Kota Surakarta atau yang dikenal dengan sebutan Solo dan DKI Jakarta adalah dua daerah berpenduduk mayoritas Muslim. Mengenai kebiasaan Jokowi memilih wakil yang tidak seagama kemudian menjadi senjata bagi lawan-lawan Jokowi dalam Pilpres 2014. Inilah sumber isu SARA yang dapat menjegal siapapun Capres dan Cawapres di Indonesia.

Tentu dengan Jokowi memilih Jusuf Kalla atau JK untuk mendampinginya dalam pemerintahan di level nasional, dapat menenangkan suasana. Terlebih JK adalah tokoh perdamaian dalam kasus konflik bernuansa SARA yang pernah terjadi di Maluku dan Poso. Peran penting JK dalam mewujudkan perdamaian dan rekonsiliasi di tanah air tentu dapat menetralkan potensi konflik SARA dalam pemerintahan Jokowi. Setidaknya begitulah harapan bangsa ini pada Pemilu 2014 yang lalu.

Namun pada kenyataannya harapan tersebut tidak terlalu berpengaruh. Jokowi dan JK dinilai tidak berpihak pada rakyat dalam periode 2014-2019 ini. Tuduhan bahwa pemerintahan Jokowi cenderung memihak pada kelompok etnis dan agama tertentu dapat menimbulkan konflik baru dalam kancah perpolitikan nasional.

Kendati tentu potensi konflik tersebut belum benar-benar besar. Hanya saja kasus penistaan agama yang melibatkan Ahok dan kemudian Sukmawati terbukti mampu mengalihkan perhatian masyarakat Muslim dari pekerjaannya untuk sekedar mendemo kedua tokoh nasional tersebut.

Upaya pemerintahan Jokowi, melalui aparatur negara dan pejabat publik yang ditunjuknya, untuk meredam potensi konflik SARA sepanjang periode pertama pemerintahannya, memang sudah cukup baik. Namun pro dan kontra terhadap kebijakan integrasi pemerintahan Jokowi-JK memang tidak dapat dihindari.

Jokowi kemudian mulai mendapatkan antitesis di akhir periode pertama pemerintahannya ini. Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), adalah tiga dari sekian banyak antitesis Jokowi-JK yang lahir setelah Pemilukada 2017 silam.

TGB, pemuda, dan antitesis Jokowi

Dari sulitnya merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan integrasi yang tepat sasaran, Jokowi mulai memanen antitesis justru dalam akhir periode pertama pemerintahannya. Usia Tuan Guru Bajang yang belum mencapai 50 tahun dan pencalonan Agus Harimurti Yudhoyono dalam usia 38 tahun, sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta pada 2017, membuat adanya letupan kebangkitan anak muda dalam kancah perpolitikan nasional. Terlebih dengan munculnya Partai Solidaritas Indonesia yang didominasi oleh kalangan pemuda dari segala latar belakang etnis, agama dan profesi.

Tuan Guru Bajang sendiri dikenal dengan kebijakan-kebijakannya yang dianggap memihak kepentingan rakyat NTB. Lahir dari keluarga ulama besar dan memperoleh gelar Doktor bidang tafsir dari Universitas Al Azhar di Kairo, membuat TGB sangat dekat dengan umat Islam, bahkan bukan hanya di provinsinya.

Tuan Guru Bajang telah mencanangkan program pariwisata halal di Provinsi NTB dan juga banyak memberikan sumbangsih besar dalam dunia pendidikan di provinsi yang dipimpinnya itu. TGB bahkan pernah memberikan kritik terhadap pemerintahan Jokowi, dalam sebuah acara nasional di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Kritik tersebut sejatinya dialamatkan pada Badan Usaha Logistik (Bulog) yang menurutnya tidak perlu mengimpor beras dan jagung dari negara tetangga. Kritik tersebut diucapkan pada puncak peringatan Hari Pers Nasional pada Selasa, 9 Februari 2016 di Kabupaten Lombok Barat.

Video dan berita mengenai kritik tersebut kemudian viral dan bahkan menaikkan popularitas TGB di NTB dan beberapa provinsi lainnya. Bahkan dalam Pemilukada Serentak 2017, juga sempat viral pesan Whatsapp yang kabarnya berasal dari TGB, tentang perlunya memilih gubernur, bupati, dan walikota Muslim. Namun pesan yang sempat viral tersebut kemudian tidak terbukti sebagai pesan yang disampaikan oleh Gubernur NTB tersebut.

Kendati TGB kemudian memperlihatkan sikapnya yang tidak mengejar jabatan Presiden RI, namun sebagian warga NTB dan khususnya DPD Partai Demokrat NTB terlanjur melemparkan wacana agar TGB diusung menjadi Calon Presiden Indonesia pada 2019, atau setidaknya Calon Wakil Presiden RI.

Warga masyarakat Muslim telah terlanjur menjadikan TGB sebagai antitesis Jokowi dan ini pun telah disambut baik oleh TGB sendiri. Namun tentunya dibutuhkan 25% suara partai untuk DPR RI, agar TGB dapat menjadi Capres atau Cawapres RI.

Belum lagi keberadaan AHY yang tidak lain adalah putra pertama dari Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini kemudian dapat menjadi hambatan bagi keinginan warga untuk mencalonkan TGB sebagai Capres/Cawapres yang berhadapan dengan Jokowi. Terlebih jika ternyata TGB malah berdampingan dengan Jokowi dalam Pilpres mendatang.

Keberadaan TGB sebagai antitesis Jokowi ini tentu mengejutkan semua pihak. Disamping karena kemunculannya yang justru dimulai pada pertengahan periode pertama pemerintahan Jokowi-JK, jiwa kepemudaan TGB jelas masih lebih terlihat dibanding Jokowi yang sudah berumur 50 tahun. Namun tentunya jalan TGB untuk menjadi antitesis Jokowi yang nyata, dapat dikatakan masih panjang. Wallahu a’lam.

Muhammad Imadudin Nasution
Muhammad Imadudin Nasution
Muhammad Imadudin Nasution lahir di Pekalongan pada 3 Juni 1986. Merupakan Sekjen Ikatan Alumni Prodi Sarjana Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga merupakan Direktur Eksekutif Nasution-Wiyanto Consulting, sebuah lembaga riset dan konsultasi dalam bidang politik, kebijjakan publik dan hukum. Imad telah menulis untuk media online alternatif khamakarpress.com sejak 2016.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.