Siapa sih yang tidak kenal dengan praktik satu ini? Joki tugas sudah tidak lagi menjadi rahasia umum, mengerjakan tugas orang lain dengan imbalan sesuai kesepakatan antar penjoki dengan pembeli. Pengguna jasa telah meluas, dengan variasi yang makin beragam, seperti joki tugas, joki game, dan lainnya. Jasa ini yang kian semakin meluas dikarenakan banyaknya peminat, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa. Tentu selain memberikan dampak baik, kita juga perlu mencari tau mengenai dampak negatif, motivasi, serta kasus-kasus yang terjadi karenanya.
Fenomena maraknya jasa joki, bahkan ia sampai dijadikan mata pencaharian bagi Sebagian orang, apakah ia adalah cerminan dari beban sistem pendidikan yang terlalu berat?
Benarkah Pemantik Terkenalnya Joki Tugas dan Skripsi Adalah dari Beban Sistem Pendidikan?
Sistem pendidikan saat ini yang terus berubah-ubah kurikulumnya setiap berganti pemerintahan, tentu hal tersebut tidak bisa membekali generasi muda dengan kemampuan dan selalu terus terjebak di fase “adaptasi” kurikulum baru setiap adanya revisi. Terlebih lagi, penggunaan jasa joki yang membantu tugas semakin menunjukkan tekanan yang mereka hadapi. Bagi mahasiswa yang di setiap semesternya harus menempuh 20-24 sks, belum lagi ditambah dengan tugas kelompok, Project Based Learning, presentasi, dan beberapa dari mereka yang mungkin bekerja part-time atau ikut organisasi kampus. Dengan beban seberat itu, tidak mengherankan jika jasa joki tugas dipilih sebagai “Solusi” dari menghindari stress dan kelelahan untuk menempuh hari esok.
Di tengah naiknya biaya UKT dan juga biaya hidup sehari-hari, banyak mahasiswa mengambil peluang menjadi penjoki untuk menutupi kebutuhan-kebutuhannya. Terutama bagi mahasiswa Rantau, menjadi penjoki kadang menjadi upaya bertahan hidup dan tidak semestinya langsung dicap sebagai “pelaku kecurangan”.
Apakah Joki Skripsi dan Tugas Melanggar Etika Akademik?
Kegiatan mengerjakan tugas atau skripsi orang lain dengan imbalan tertentu, yang dimana dorongan tersebut adalah karena beban akademik dengan kemungkinan akan menghambat mereka dari lulus dalam jangka waktu 3,5 tahun. Apabila terbersit pertanyaan apakah joki skripsi dan tugas ini melanggar etika akademik? Maka memang benar praktik joki skripsi dan tugas melanggar etika akademik, karena merupakan salah satu bentuk plagiarisme yang dilarang oleh undang-undang.
“Civitas akademika dilarang menggunakan joki untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah (skripsi) karena melanggar etika dan hukum,” kata Kemendikbudristek, Kamis (25/7/2024) dikutip CNN Indonesia.
Kemendikbudristek memperingati bahwa aksi kecurangan akademik dalam bentuk plagiarisme dilarang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Joki Tugas Adalah Pelampiasan yang Paling Efektif
Bagi para siswa atau mahasiswa yang memilih untuk menyewa jasa penjoki akan mengalami penurunan, mereka akan berhenti belajar, dan terus bergantung pada jasa tersebut sehingga memicu kecemasan dan rendah diri apabila nilai mereka ternyata di luar ekspektasi. Namun, perasaan tertekan akibat pengumpulan tugas yang menumpuk juga bisa memancing burnout dan hal itulah yang menyebabkan praktik joki tugas masih diminati sebagai “pelampiasan” demi menjaga kesehatan meski diikuti konsekuensi moral.
Fenomena ini tidak dapat dibiarkan berkembang dan dianggap hal yang “normal” terlepas dari apa alasan yang mendasarinya, dibutuhkan suatu instansi untuk melakukan pendekatan dari berbagai elemen yang ada di kampus atau sekolah. Jangan hanya menyalahkan mahasiswanya, tetapi sistem juga perlu diperbaiki untuk menghindari kemungkinan sekecil apapun. Karena potensi-potensi joki tugas untuk muncul kembali begitu beragam, mulai dari teman yang meminta bantuan, pasangan, atau bisa jadi memang murni karena kebutuhan finansial.
Solusi yang Bisa Dipertimbangkan
Demi menghindari fenomena joki tugas agar tidak terus berkembang, dapat berupa:
- Evaluasi Beban Akademik yang Realistis
Tugas yang menumpuk seringkali tidak memperhatikan kapasistas dan waktu mahasiswa. Kampus perlu mengevaluasi kembali seberapa padat kurikulum dan apakah tugas-tugas tersebut benar berkontribusi pada proses pembelajaran.
Menurut laporan Asosiasi Perguruan Tinggi Indonesia (APTI, 2022), lebih dari 60% mahasiswa mengaku sering merasa kewalahan dengan beban tugas yang tidak sebanding dengan waktu yang telah disediakan. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kurikulum yang ada pun perlu dievaluasi secara berkala apakah sudah sesuai dan tidak membebani mahasiswa.
2. Penerapan Tugas Kontekstual dan Adaptif
Setiap mahasiswa memiliki gaya belajar dan minat yang berbeda. Memberikan variasi dalam bentuk tugas yang bisa dikerjakan secara real-time dapat mendorong pemahaman mereka ke taraf yang lebih baik, semakin sedikit tugas yang dapat dijadikan alasan untuk menyewa penjoki maka hal ini sudah selangkah lebih jauh untuk menghentikan praktik illegal tersebut.
3. Edukasi tentang Integritas Akademik Sejak Awal
Kampus perlu aktif dalam menanamkan nilai kejujuran akademik, bukan hanya melalui aturan tersurat namun juga perlu secara tersirat, seperti melalui pendekatan edukatif. Di samping itu, mahasiswa juga perlu tahu bahwa integritas adalah bagian paling penting dari karakter, bukan hanya soal takut tidaknya akan hukuman.
Dalam jurnal yang berjudul “Journal of Academic Ethics (2020)” pada Volume 19 edisi 2 yang dipublikasikan pada 5 Mei 2020, membahas isu integritas akademik dan kecurangan dan telah menyebutkan dalam kutipannya, “This study demonstrates both students and faculty clearly differentiate the severity between kinds of plagiarism, but not on the specific rank or order of their severity. Further, this study’s novel methodology is demonstrated as valuable for use by other academic institutions to investigate and understand their cultures of plagiarism.”. Kutipan ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran tentang berbagai jenis plagiarisme, pemahaman tentang tingkat keseriusannya masih bervariasi sehingga perlu pendekatan edukatif yang lebih efektif.
4. Dukungan Psikologis dan Pelatihan Manajemen Waktu
Salah satu penyebab utama mahasiswa menggunakan jasa joki adalah tekanan mental. Maka, kampus perlu menyediakan layanan konseling akademik dan mental. Data dari Pusat Layanan Psikologi Universitas Indonesia (2023) menunjukkan bahwa 45% mahasiswa yang datang untuk konseling mengalami burnout karena tuntutan akademik. Ini semakin menegaskan pentingnya layanan psikologis yang mudah diakses di kampus.
5. Penanganan Kasus dengan Pendekatan Edukatif dan Adil
Jika menemukan pelanggaran, sebaiknya kampus tidak hanya menghukum tetapi juga ikut memberi ruang bagi pelaku maupun korban untuk belajar serta memperbaiki diri.
Membangun Generasi Akademik yang Jujur Sejak Dini
Menanamkan nilai integritas akademik bukan hanya sekedar soal menghindari kecurangan, tetapi merupakan fondasi dalam membentuk karakter generasi intelektual yang jujur, bertanggung jawab, dan tidak nir empati. Dunia akademik adalah cermin dari dunia nyata, apabila kedapatan mahasiswa yang terbiasa menyontek atau memalsukan data maka ia akan lebih mudah mengabaikan kejujuraan saat memasuki dunia kerja. Edukasi semacam ini harus menjadi bagian integral dari kurikulum.