Pandemi COVID-19 yang merebak di awal tahun melumpuhkan banyak bidang kehidupan. Salah satunya industri film. Di tengah menggeliatnya daya tarik film, industri ini terpaksa berhenti secara total. Industri film seolah dihantam gelombang dahsyat di tengah arus laut yang terlihat tenang-tenang saja.
Terkhusus mengenai industri film dalam negeri, menurut laporan Kompas (29/3/2020) pada tahun 2020 diprediksi film Indonesia akan mendapatkan lebih dari 60 juta penonton. Sebagai salah satu bukti saja, di medio pertengahan Maret, film Indonesia telah ditonton sebanyak 12 juta orang.
Film berjudul Milea: Suara dari Dilan, misalnya, menarik tidak kurang dari tiga juta penonton sejak dirilis pada Februari lalu. Dengan datangnya pandemi terpaksa harus memupus banyak harapan dan mimpi dari para pekerja industri film. Rumah produksi dan bioskop sebagai ekosistem penyangga industri harus ditutup rapat-rapat sampai pandemi bisa dikalahkan.
Pertumbuhan film negeri yang berada diangka 20 persen sebelum pandemi memang menyedihkan jika dibandingkan dengan saat ini. Akan tetapi, sebenarnya industri perfilman negeri tetap berjalan walau dengan langkah yang tertatih. Hal ini bisa dilihat dari perpindahan yang dilakukan dengan menawarkan film lewat layanan streaming.
Bahkan di tengah pandemi, para pekerja di dunia perfilman berhasil membuat wadah untuk menayangkan khusus film dalam negeri. Kemunculan situs bioskoponline.com menjadi bukti akan hal ini.
Memang hadirnya layanan film streaming tidak semenguntungkan dengan distribusi film yang dilakukan lakukan melalui bioskop. Namun tidak ada salahnya menunjukkan eksistensi dari industri film dalam negeri. Kemunculan situs dan perilisan film di platform streaming menjadi bukti bahwa industri film dalam negeri tetap bisa hidup melawan segala kesulitan.
Lainnya, salah satu hal lain yang sudah dimulai dikerjakan yaitu produksi film. Visinema Pictures bahkan merilis film terbaru mereka dari sekuel Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini. Film tersebut berjudul Story of Kale. Film yang di sutradarai oleh Angga Sasongko ini pembuatannya dilaksanakan di tengah kondisi pandemi. Dalam pembuatan film ini membutuhkan waktu sekitar satu bulan dan berada dalam lokasi yang terbatas sehingga hal ini mesti diapresiasi.
Proses pembuatan film juga sangatlah berat dengan dilakukannya uji coba swab berulang kali, karantina, hingga menyewa tempat khusus guna menjadi rumah peristirahatan seluruh kru. Hal ini merupakan tantangan yang sangat besar dan tingkat resiko yang sangat besar juga. Namun, industri film sebagai salah satu industri tua yang memiliki rekam jejak panjang membuktikan bahwa sekuat apapun badai, pasti mereka bisa melewatinya.
Meminjam istilah yang dikeluarkan oleh penulis dan sutradara, Salman Aristo dalam diskusi Film Indonesia di Rimba Maya: Peluang & Tantangan Bisnis Film Online di Era Pandemi pada 20 Oktober 2020 lalu. Dia menyebutkan bahwa Industri perfilman tidak akan terhenti akibat pandemi, melainkan hanya terpukul hingga pingsan sehingga semua menjadi serba terbatas. Dengan kondisi apapun semoga industri film negeri ini tetap menemukan jalan terbaik dan selalu berhasil melampaui kesulitan dengan kreativitasnya.
Tak lupa, semoga pandemi segera berakhir di negeri ini supaya semua pihak bisa kembali menjalani hidup seperti dahulu kala tanpa terbatas oleh sekat-sekat media antar muka.