Jumat, Mei 3, 2024

Indonesia Tanpa Minyak Mentah Bisakah?

Achmad Fahad
Achmad Fahad
Seorang pecinta literasi dan memiliki hobi membaca buku-buku politik, sejarah, dan juga novel-novel terjemahan. Saat ini sedang menggeluti dunia tulis-menulis dan telah menghasilkan beberapa buku antologi cerpen, menulis beberapa artikel ringan dan ke depan ingin membuat sebuah novel.

Saat ini Indonesia telah menjadi net importir minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri. Dan setiap tahun angkanya semakin tinggi seiring dengan pesatnya pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang mengaspal di jalanan. Dengan semakin tingginya permintaan akan minyak mentah dunia, otomatis anggaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri juga akan semakin membesar.

Apalagi mata uang yang digunakan untuk membayar impor BBM dari luar negeri masih menggunakan mata uang US Dóllar. Yang mana, kita semua tahu bahwa nilai mata uang Rupiah terhadap US Dollar terus melemah. Jika pasar internasional mengalami goncangan atau kontraksi bisa dipastikan nilai mata uang Dollar akan semakin tinggi dan sebaliknya nilai mata uang Rupiah akan semakin terpuruk.

Dengan semakin tingginya nilai mata uang Dollar dan juga tingginya harga minyak mentah dunia, keadaan ini akan membuat APBN mengalami defisit yang semakin lama nilainya semakin membesar. Dan salah satu cara yang ditempuh untuk mengurangi defisit dari APBN adalah dengan menambah utang baru dari luar negeri. Siklus ini bagaikan sebuah lingkaran setan tanpa adanya jalan keluar.

Apalagi situasi yang akan dihadapi oleh Indonesia dalam lima tahun ke depan sangat menantang dan penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, calon presiden Prabowo Subianto yang saat ini masih menjabat sebagai Menhan melontarkan sebuah ide besar yang juga menjadi janji dari kampanyenya.

“Kita tidak akan impor BBM lagi saudara-saudara sekalian. Dari kelapa sawit, jagung, dan tebu,” kata Prabowo dalam acara Dialog Publik di Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Harapan swasembada energi hingga pangan memang menjadi bagian dari janji Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di pilpres 2024. Namun, muncul sebuah pertanyaan mendasar mengenai ide untuk menghentikan impor BBM dan menggantinya dengan energi terbarukan. “Bisakah ide itu diwujudkan dalam kurun waktu lima tahun ke depan?”

Melihat situasi dan kondisi Indonesia akhir-akhir ini, sepertinya rencana untuk menghentikan impor BBM dan menggantinya dengan energi terbarukan akan mengalami kegagalan. Ada beberapa faktor yang membuat ide itu tidak bisa dijalankan, antara lain?

Pertama, sampai saat ini belum ada penelitian serta kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai efek dari penggunaan energi terbarukan terhadap mesin-mesin yang selama ini menggunakan bahan bakar dari fosil. Penerapan kebijakan ini tentu saja membutuhkan kajian yang mendalam dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk mengetahui secara pasti dampak positif dan negatif dari mesin yang menggunakan energi terbarukan ini.

Harapannya, saat kebijakan ini benar-benar sudah diterapkan oleh pemerintah masyarakat akan mendapatkan kepastian pelayanan saat ditemukan adanya masalah pada mesin yang menggunaan energi terbarukan ini. Jika langkah awal ini belum direncanakan secara matang, dikhawatirkan akan terjadi kepanikan dari masyarakat karena tidak mengetahui harus ke mana untuk membetulkan mesin mobil yang mengalami masalah ketika menggunakan energi terbarukan ini.

Kedua, terjadinya kelangkaan minyak goreng akibat dari diterapkannya kebijakan menggunakan energi terbarukan bagi kendaraan bermotor. Penerapan kebijakan ini membutuhkan perhitungan yang matang dari lintas Kementrian untuk mengetahui secara pasti berapa barel minyak sawit yang dibutuhkan dalam satu hari.

Berikutnya pemerintah juga harus mengetahui dengan pasti berapa kebutuhan minyak goreng di dalam negeri. Harapannya supaya tidak terjadi kelangkaan minyak goreng di tengah-tengah masyarakat yang ujungnya akan menyulitkan masyarakat dalam mengolah makanan di rumah. Jangan sampai kejadian beberapa waktu lalu terulang kembali saat masyarakat di berbagai daerah mengalami kelangkaan minyak goreng.

Kebijakan baru ini akan langsung bersinggungan antara kebutuhan minyak goreng untuk masyarakat dan kebutuhan minyak untuk kendaraan bermotor. Pemerintah yang baru harus sangat berhati-hati dalam rencana menerapkan kebijakan baru ini. Jika pemerintah sampai salah dalam mengambil kebijakan ini, maka yang terjadi adalah kekacauan di tengah-tengah masyarakat.

Dan pada akhirnya, sektor ekonomilah yang akan terdampak paling awal dari penerapan kebijakan baru ini yang salah dalam perencanaan. Akan terjadi kelangkaan minyak goreng serta diikuti dengan harga akan melambung tinggi tidak terkendali. Sedangkan di sisi yang lain, juga akan terjadi antrian kendaraan bermotor yang akan mengisi bahan bakar dari energi terbarukan ini.

Achmad Fahad
Achmad Fahad
Seorang pecinta literasi dan memiliki hobi membaca buku-buku politik, sejarah, dan juga novel-novel terjemahan. Saat ini sedang menggeluti dunia tulis-menulis dan telah menghasilkan beberapa buku antologi cerpen, menulis beberapa artikel ringan dan ke depan ingin membuat sebuah novel.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.