Sejarah perkembangan akuakultur atau budidaya perairan dimulai dari masa mesir dari kerajaan tengah sekitar 2052 SM yang berusaha membudidaya ikan secara instensif.
Setelah budidaya perikanan dipraktekkan di mesir, roma juga mempratekkan akuakultur yang diaplikasikan menggunakan kerang oyters. Budidaya yang dilakukan di roma ini adalah menjadi cikal bakal berkembangnya akuakultur terhadap beberapa bentuk akuakultur yang berbentuk lebih modern.
Budidaya perairan modern dimulai pada sekitar tahun 1733 ketika seorang petani jerman yang berhasil mengumpulkan telur ikan, dibuahi, lalu kemudian tumbuh dan mengembangkan ikan yang telah menetas. Awalnya budidaya perikanan atau akuakultur ini hanya diperuntukkan untuk ikan air tawar, tetapi pada abad ke-20 akuakultur diaplikasikan menggunakan Teknik-teknik baru yang berhasil berkembang hingga budidaya ikan air laut.
Akuakultur dalam artian luas dapat diartikan sebagai budidaya perairan. Akuakultur merupakan rekayasa pemeliharaan, pendayagunaan dan pengembangbiakan yang didalamnya dapat diterapkan kegiatan pertanian seperti minapadi. Akuakultur juga bisa disebut suatu kegiatan pembudiayaan untuk menghasilkan biota perairan (hewan poikiloterm) seperti kerang, udang, dan ikan.
Ilmu Fisika Dasar dalam Akuakultur
Akuakultur atau budidaya perairan tentunya tidak terlepas dengan ilmu-ilmu dasar fisika, dengan adanya faktor-faktor dan parameter yang berbeda di setiap ikan yang harus diperhatikan setiap waktu membuat para pembudidaya harus bisa menguasai ilmu-ilmu fisika. Apabila terjadi kesalahan yang terjadi dalam pengukuran parameter yang menerapkan ilmu fisika, maka akan terjadi kesalahan fatal yang paling buruk dapat mengakibatkan Ikan mati secara masal.
Ilmu fisika dasar yang diaplikasikan pada akuakultur biasanya berupa parameter kualitas air. Parameter kulaitas air yang mengimplementasikan ilmu fisika dasar antara lain pengukuran suhu, kecerahan air budidaya, kecepatan arus, kelimpahan oksigen terlarut, kedalaman air, dan salinitas.
Suhu, salinitas, dan kelimpahan oksigen terlarut merupakan perkembangan dari ilmu fisika dasar yang harus selalu diperhatikan oleh pembudidaya ikan. Pada budidaya ikan air tawar suhu yang ideal adalah 27-32 C°, kelimpahan oksigen terlarut yang ideal adalah >4 mg/L, sedangkan salinitas 15-25 ppt.
Selain itu, pada budidaya perikanan juga menggunakan beberapa alat penunjang yang merupakan pengembangan dari ilmu dasar fisika antara lain GPS yang digunakan untuk menandai lokasi dimana ikan-ikan berkumpul sehingga dapat diketahui sebaran ikan yang teratur, Secchi disk yang digunakan untuk mengukur kecerahan air, dan batimetri dan gelombang sonar yang digunakan untuk mengukur kedalaman air.
Dalam akuakultur, pengembangan ilmu fisika dasar dapat diterapkan dalam kegiatan budidaya perikanan seperti yang digunakan dalam pengukuran parameter kualitas air.
Parameter sangat penting untuk diperhatikan oleh para pembudidaya bidang perikanan karena pada dasarnya kualitas air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan. Dalam budidaya perikanan, contoh pengembangan ilmu fisika dasar yang dapat diterapkan yakni pengukuran suhu dan kedalaman yang merupakan pengaplikasian dari pembelajaran ilmu fisika dasar yang biasa dipelajari pada sewaktu SMA.