Pada masa kegemilangan peradaban Islam ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan, lahirnya cabang-cabang ilmu baru, munculnya karya-karya yang orisinil, lahirnya ulama dan cendikiawan muslim besar yang produktif, perhatian pemerintah dan masyarakat yang begitu besar terhadap ilmu, dan menjamurnya lembaga pendidikan yang sangat intens mengembangkan ilmu dan pendidikan.
Semua perkembangan dan kemajuan peradaban Islam tersebut tentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh wahyu al-Qur’an yang begitu menekankan pentingnya aspek ilmu.
Ilmu merupakan bagian dari aspek kebudayaan manusia yang sangat penting, yang mendapatkan penghormatan yang tinggi di dalam al-Qur’an. Ilmu dipandang sebagai sarana untuk mencapai kebenaran (al-haqq). Dari sini, ilmu dipahami sebagai salah satu konsep yang mendominasi Islam dalam memberikan bentuk yang berbeda dan kompleks bagi peradaban umat Islam. Sebab itu, tidak ada konsep yang lebih operatif yang menentukan peradaban Islam dalam berbagai aspeknya seluas konsep ilmu.
Sehingga nyaris tidak ada bagian dari kehidupan intelektual muslim, baik dalam kehidupan agama maupun politik serta kehidupan sehari-hari yang tidak tersentuh oleh ilmu, sebagai suatu nilai tinggi dalam kehidupan seorang muslim.
Kemudian, semangat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, belajar serta meneliti, banyak tertuang dalam kehidupan sosial umat Islam. Sebagaimana sejarah membuktikan bahwa tidak ada agama satu pun yang dapat dibandingkan dengan Islam yang telah memberikan rangsangan kepada kemajuan ilmu pengetahuan.
Dorongan untuk belajar dan melakukan penelitian saintifik, telah melahirkan masa keemasan peradaban Islam yang dicapai dengan sukses pada masa Umayyah dan Abbasiyah, serta pada masa pemerintahan Arab di Sicilia dan Spanyol.
Farid Esack dalam bukunya “The Qur’an: A User’s Guide”, menerangkan bahwa, al-Qur’an telah memberi penekanan kuat pada ilmu sebagai sebuah nilai (QS. al-Hujurat/49:9), ia juga mengaitkan intelektualitas manusia untuk menyelami kesadaran atas Tuhan, menekankan kompatibilitas antara ilmu dengan iman serta mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu (QS. al-Mujadalah/58:11). Sehingga ayat-ayat Al-Qur’an sering kali memberikan pengaruh terhadap manusia mengenai kebenaran untuk diperoleh sebagai “the knowledge” (pengetahuan).
Dalam sejarah Islam, sejak awal hingga masa keemasan, telah menyaksikan proses perkembangan berbagai cabang ilmu, baik yang termasuk ‘ulum al-naqliyah (ilmu-ilmu tradisional) maupun ‘ulum al-‘aqliyah (ilmu-ilmu rasional). ‘Ulum al-naqliyah berkembang melalui kajian-kajian tafsir, fiqh dan perkembangan ilmu hadits, yang banyak didukung oleh perkembangan bahasa Arab. Sementara ‘ulum al-‘aqliyah memperoleh materialnya melalui literatur klasik Yunani, Persia dan India, dimana kemudian mengalami transliterasi, adaptasi dan kreasi sesuai dengan dinamika internal umat Islam sendiri, termasuk di dalamnya oleh pengaruh al-Qur’an.
Jadi, selain sumber-sumber luar kebudayaan Islam, al-Qur’an telah menjadi sumber penting bagi laju pertumbuhan ilmu pengetahuan. Kemudian, terjadinya kontak intelektual umat Islam dengan tradisi intelektual lain yang jauh lebih tua, melalui gerakan penerjemahan yang berpusat di Bait al-Hikmah (Baghdad) di masa khalifah al-Ma’mun, umat Islam dapat memanfaatkan dan mengembangkan disiplin-disiplin ilmu rasional seperti filsafat, matematika, logika, kedokteran, geografi, astronomi dan sejumlah disiplin ilmu rasional lainnya.
Dari sini, kita dapat meletakkan bagaimana posisi penting al-Qur’an sebagai fondasi utama bagi kemajuan intelektual peradaban Islam, yang kemudian berhasil direkonstruksi oleh umat Islam sesuai dengan kondisi serta kebutuhan mereka pada saat itu.
Pada titik ini pulalah, kita juga dapat melihat bahwa kebesaran peradaban Islam tidak hanya berada di tangan para jenderal dan prajurit yang melakukan banyak ekspansi penaklukan wilayah-wilayah asing ke tangan Islam. Jika saja kebesaran peradaban Islam terletak di tangan mereka, maka wajah peradaban Islam dipandang tidak lebih hanya sekedar pedang dan kekuasaan, dan tak menutup kemungkinan, Islam hanya akan dikenal sebagai agama penakluk yang mengharuskan orang-orang masuk Islam melalui kekuatan militer.
Namun faktanya, kebesaran peradaban Islam justru terletak di ujung pena para ulama, para cendikiawan serta para ilmuwan yang banyak mengembangkan ilmu pengetahuan. Kejeniusan merekalah yang menorehkan dunia Islam dengan cahaya ilmu pengetahuan sehingga Islam mampu bersinar dari Timur sampai Barat dengan ribuan karya-karya intelektual yang cemerlang.
Jejaknya pun masih tetap lestari hingga sekarang, yang bahkan sebagian dari pengaruhnya menyebar ke Eropa melalui kontak budaya dan pendidikan di masa kekuasaan Islam di Spanyol. Eropa pun banyak memanfaatkan warisan intelektual umat Islam dengan menerjemahkan dan mempelajari beberapa karya-karya sains, seperti kimia, fisika, matematika, kedokteran, astronomi dan lainnya.
Hingga pada akhirnya, menjulanglah nama-nama besar para pemantik pijar intelektual peradaban Islam, seperti Ibn Rusyd (Averroes), Ibn Sina (Alvicenna), Jabir Ibn Hayyan (Geber), Al-Razi (Rhazes), Al-Khawarizmi (Algoritm), Al-Farabi (Alpharabius) dan lainnya, dimana karya-karya mereka diterjemahkan ke dalam bahasa latin, serta warisan khazanah intelektual mereka hingga kini masih tetap terus dikaji dan didiskusikan.