Musibah baru saja terjadi di sektor transportasi udara kita. Indonesia masih berduka atas jatuhnya pesawat Lion Air JT610 tujuan Jakarta-Pangkal Pinang di Perairan Tanjung Karawang pada 29 Oktober lalu.
Kendati kabar yang melukai hati masyarakat ini, ada saja berbagai macam hoaks berkeliaran terkait musibah tersebut. Kabar bohong muncul dengan mudahnya di jagat media sosial di kala kita mengharapkan datangnya kabar baik. Terlebih lagi, masih banyak orang yang langsung main menyebarluaskan berita hoaks tanpa menganalisis serta memverifikasi ulang soal kebenarannya.
Persoalan ini kiranya perlu mendapat perhatian lebih. Indonesia memang tak lagi dikejutkan oleh isu hoaks belakangan ini. Namun, ketika isu hoaks ini juga mulai mencampuri urusan moral bangsa berupa rasa simpati atas musibah, tentu hal ini tak boleh dibiarkan berlanjut.
Hoaks
Hoaks muncul sejak awal terkonfirmasinya pesawat JT610 hilang kontak dengan Bandara Soekarno-Hatta. Salah satu akun besar di Twitter, @AkunTofa dengan 63,1 ribu pengikut sempat menyatakan bahwa pesawat tersebut telah melakukan pendaratan darurat dengan selamat di bandara Halim Perdana Kusuma.
Dengan cepat, kicauan berita tersebut banyak mendapat retweet alias banyak dibagikan oleh pembacanya sebelum dihapus sendiri oleh si pemilik akun. Unggahan tersebut terlanjur tersebar luas ketika ternyata kemudian pesawat tersebut secara resmi dinyatakan jatuh. Bisakah kita bayangkan perasaan keluarga dan kerabat penumpang Lion Air JT610 yang sempat lega dan bahagia mendengar kabar tersebut, namun malah berujung kecewa dan sedih?
Tidak sampai di situ saja, ada juga akun-akun yang sengaja mengunggah foto maupun video kecelakaan pesawat yang pernah terjadi di masa lalu dan kemudian mengklaim unggahan tersebut merupakan dokumentasi dari Lion Air JT610 yang nahas. Seperti beredarnya sebuah foto penumpang tengah memakai masker di dalam pesawat yang diklaim sebagai potret kondisi terakhir penumpang Lion Air JT610 sebelum jatuh.
Ternyata, foto tersebut merupakan foto penumpang pesawat Sriwijaya ketika tengah mengahadapi turbulensi jauh sebelum terjadinya insiden JT610. Selain itu, bermunculan juga akun-akun media sosial yang menggunakan nama dari korban pesawat, seperti @alfianihidayatulsolikhahhh, @alfiani_hidayatul_solikhah, dan @alfianihidayatul_solikhah yang merupakan nama salah satu pramugari Lion Air JT610. Jika diperhatikan, memang unggahan-unggahan seperti itulah yang kerap mendapat banyak perhatian netizen. Hal ini bisa dilihat dari jumlah tombol suka dan berbagi yang bahkan bisa mencapai angka puluhan ribu. Sungguh memprihatinkan.
Motif
Dari sisi sang pembuat hoaks di dunia maya, motif umum para pengunggahnya adalah mencari sensasi demi mendapat sorotan publik. Semakin menarik sesuatu yang diunggah, maka semakin besar kemungkinan jumlah like dan share yang didapatkan tinggi. Sedangkan dari sisi sang penyebar hoaks, bisa dibilang motifnya pun hampir sama meski sedikit berbeda konteks. Mereka senang berlomba-lomba dalam menyebarkan informasi walau informasi yang disebarkan belum tentu benar.
Memang, berdasarkan riset dari World’s Most Literate Nation yang dirilis pada pertengahan 2016, tingkat literasi Indonesia masihlah sangat rendah. Faktor rendahnya tingkat literasi Indonesia inilah yang mungkin menyebabkan masyarakat pengguna internet di Indonesia suka membagikan atau menyebarluaskan berita tanpa mengecek kebenaran dan kepastiannya terlebih dahulu. Pengguna internet di Indonesia cenderung suka membesar-besarkan informasi terkait hal yang viral, meskipun hal tersebut belumlah resmi dari pihak yang berwenang.
Bersimpati
Yang sangat disesalkan ialah, bahkan persitiwa duka seperti ini pun masih sempat dimanfaatkan oleh oknum-oknum pencari sensasi di dunia maya. Bukannya ikut merasa sedih dan bersimpati atas jatuhnya JT610, kejadian ini malah dimanfaatkan untuk menciptakan keviralan. Di tengah-tengah jagat media sosial yang kini semakin modern, tak bisa dipungkiri rasa simpati semakin terkikis oleh keinginan untuk menjadi populer.
Padahal, keberadaan rasa simpati itulah yang membuat kita menjadi manusia. Memiliki rasa simpati berarti menghormati serta memuliakan manusia yang lain. Jangan sampai kita dilanda krisis simpati, karena itu berarti sisi kemanusiaan kita semakin berkurang.
Sebagai saudara satu tanah air, sudah sepatutnya kita bersimpati atas musibah yang menimpa sesama. Terhadap musibah Lion Air JT610 yang baru saja terjadi, rasa simpati dapat kita salurkan melalui sikap kita dalam menggunakan media sosial secara baik dan bijak.
Lebih baik menggunakan akun media sosial untuk menuliskan rasa belasungkawa serta doa untuk para korban daripada ikut-ikutan membagikan informasi yang salah. Masyarakat Indonesia, khususnya pengguna media sosial perlu lebih cerdas dalam menerima dan memercayai berita. Jikalau memang berita tersebut belum terverifikasi oleh pihak yang berwenang, tak usahlah dipercaya terlebih dahulu. Berhati-hati dan menggunakan media sosial secara bijak adalah poin penting dalam memecahkan masalah hoaks di Indonesia.