Presiden RI yang ke-4 KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, merupakan presiden yang memiliki kisah hidup yang luar biasa. Beliau sosok yang sangat universal atau multitalenta. Kita bisa lihat, Gus Dur sebagai seorang politisi ulung karena pernah menjadi pemimpin tertinggi partai politik (PKB), beliau juga seorang negarawan, penulis, pencinta sepak bola hingga pengamat seni.
Namun satu hal yang menjadi luka dalam sejarah hidup Gus Dur, dilengserkan. Ya, beliau dijatuhkan dari kekuasan sah secara sistematis lewat sidang istimewa MPR yang saat itu dijabat oleh Amien Rais.
Jatuhnya Gus Dur dari kursi kekuasaan ternyata menimbulkan berbagai spekulasi tentang siapa aktor intelektual dibalik kejadian tersebut. Berbagai asumsi pun muncul, hingga mengerucut kepada HMI connection sebagai tersangka utama. Siapa yang tidak mengenal organisasi HMI?
Organisasi yang didirikan oleh Lafran Pane pada tanggal 5 februari 1947 telah menjelma menjadi organisasi kemahasiswaan terbesar di Indonesia dengan jumlah kader dan alumni (KAHMI) yang menyebar luas di tanah air.
Munculnya istilah HMI connection mungkin didasarkan karena pada saat itu ketua DPR (Akbar Tandjung) dan ketua MPR (Amien Rais) merupkan mantan kader HMI yang saat itu getol menyuarakan agar Gus Dur segera mengundurkan diri dari kursi jabatan presiden.
Selain berhadapan dengan kedua orang tersebut Gus Dur lagi-lagi berhadapan dengan mantan menteri di era kabinetnya (Jusuf Kalla) yang dulu diberhentikan Gus Dur karena dugaan tindakan KKN, hingga akhirnya JK dan pendukungnya menyerang balik dengan melontar isu Buloggatte yang pada akhirnya menjadi pukulan pamungkas yang berhasil menjatuhkan kekuasaan Gus Dur.
Konflik Gus Dur dan KAHMI
Perseteruan antara Gus Dur dengan KAHMI (Korps alumni HMI) bukanlah pertemuan yang baru berumur seumur jagung tapi perseteruan tersebut sudah lama terjadi. Majalah Panji Masyarakat No. 790 tahun XXXV secara garis besar memuat bahwa “Gus Dur Tuding KAHMI Selalu Pelaku KKN” hal ini didasarkan kasus Eddy Tansil.
Selain ungkapan Gus Dur di atas yang menyudutkan KAHMI, Gus Dur yang dikenal bapak pluralisme tanah air rupanya pernah mengkritisi habis habisan pendirian lembaga ICMI yang saat itu diketuai oleh BJ. Habibie.
Namun, yang jadi masalah ialah salah satu kreator ICMI yakni Maduddin Abdul Rahim adalah mantan kader HMI, sekaligus dari dialah nama ICMI itu berasal, sehingga perseteruan antara Gus Dur dan HMI kian meruncing.
Pada tahun 1994 terjadi dua muktamar organisasi besar yakni Partai PPP dan Nahdatul Ulama (NU), untuk muktamar PPP berhasil memilih Buya Ismail Hasan Mattareum (KAHMI) sebagai ketua dan muktamar yang satunya berhasil mengangkat Gus Dur jadi ketua, selanjutnya perseteruan antara kedua organisasi tersebut semakin panas.
Adanya berbagai jabatan yang dipegang oleh mantan kader HMI pada saat Gus Dur menjabat rasanya kurang pas ketika kita mengaitkan dengan jatuhnya Gus Dur. Kalau kita melihat pada saat BJ Habibie turun dari kursi jabatan, nama ibu Megawati menjadi kandidat terkuat menjadi presiden.
Namun pada saat itu sejumlah anggota DPR (HMI Connection) membentuk kekuatan politik yang bernama “Poros Tengah” yang berhasil mengantar Gus Dur menjadi Presiden RI-4, tapi anehnya kenapa dalam hal ini jasa HMI Connection tidak pernah kita dengar (kalau memang benar mereka dalangnya).
Skandal Buloggate dan Brunei Gate kedua scandal tersebut meruapakan pukulan yang berhasil menumbangkan kekuasaan Gus Dur bukan HMI Connection. Skandal tersebut bermula ketika di awal Mei tahun 2000 ketika Gus Dur memecat Menteri BUMN (Laksamana Sukardi) dan Menteri Perekonomian (Jusuf Kalla).
Keputusan Gus Dur membangkitkan macan tidur yakni PDIP dan Golkar untuk melakukan serangan balik. Puncaknya saat adik kandung Jusuf Kalla, Ahmad Kalla menuding Gus Dur terlibat skandal 35 milliar dari dana Yayasan Yanatera milik pegawai Bulog.
Belum redanya badai Buloggate kekuasan Gus Dur kembali digoyang dengan adanya aliran dana sebesar 2 Juta US Dollar dari Sultan Brunei, dana tersebut diduga diterima oleh Gus Dur.
Padahal kalau melihat fakta sejarah, dana tersebut merupakan dana bantuan kemanusiaan yang diberikan secara pribadi oleh Sultan Bolkiah, tapi anehnya DPR pada saat itu membentuk pansus agar kasus tersebut diusut tuntas. Akhirnya, GusDur jatuh dari kursi kekuasaan.
Sidang Istimewa DPR konspirasi sempurna
Terbentuknya pansus DPR untuk mengusut tuntas dana dari Sultan Brunei tersebut melahirkan Memorandum 1 dan Memorandum dua yang pada saat itu diberikan kepada Gus Dur untuk menjawab berbagai tudingan.
Pada memorandum 1 Gus Dur mengajukan permintaan maaf dan pada memorandum ke II yang substansinya berbeda dengan memorandum I, Gus Dur pun memberikan jawaban yang secara garis besar menolak memorandum II dan mempertanyakan dasar hukum dari DPR terkait dikeluarkannya Memorandum tersebut, dan dalam memorandum II tidak dijelaskan secara rinci dan jelas pelanggaran yang dilakukan Gus Dur selama menjabat presiden.
Namun apa boleh buat kekuatan DPR dan MPR terbilang cukup kuat dan hasilnya sudah pasti ditebak Sidang Istimewa yang diadakan oleh MPR hanya menuntut satu hal yakni pelengseran Gus Dur dari jabatan Presiden RI ke 4 sekalipun kita bisa melihat sidang MPR sangat inkonstitusional. Menurut mantan ketua MK Mahfud MD ada 4 hal yang menjadi dasar kenapa SI MPR inkonstitusional yakni:
Pertama, Sidang Istimewa diputuskan oleh pimpinan MPR dan fraksi- fraksi padahal menurut Tatib MPR dalam Tap No. II MPR/ NO. VII/MPR/2000 Sidang Paripurna merupakan bagian dari sidang umum dan sidang Istimewa.
Kedua, Sidang Istimewa digelar karena presiden telah melanggar haluan negara yakni dengan melantik Chairuddin Ismail sebagai PLT Kapolri, padahal jika hal tersebut melanggar haluan negara harusnya DPR memberikan pemberitahuan berupa Memorandum bukan langsung menyelenggarakan Sidang Istimewa.
Ketiga, berdasarkan pasal 87 Tapi MPR No. II /MPR/200, semua fraksi harus hadir, tapi kenyataanya fraksi PKB dan PKB menyatakan tidak hadir secara resmi. Keempat, dari sudut anggota DPR yang hadir dalam persidangan tersebut tidak berhak lagi menjadi anggota MPR yakni Laksamana Sukardi dan Kwik Kian Gie, karena sebelumnya mereka menjabat menteri yang berdasarkan hukum positif saat itu anggota MPR tidak dibenarkan merangkap jabatan jadi menteri.
Fakta sejarah kita bisa melihat bahwa lengsernya Gus Dur dilakukan oleh suatu kekuatan atau konspirasi politik yang solid dan luar biasa. Mustahil hal tersebut dilakuka oleh HMI Connection. Sekalipun kita akui jabatan strategis saat itu diduduki oleh mantan kader HMI.
Akhirnya, penulis teringat dengan kutipan guru bangsa kita: “Tak ada satupun jabatan di dunia ini yang harus dipertahankankan mati-matian”