Kamis, Mei 2, 2024

Heroisme, Antitesis dari Kematian dan Kehancuran

Paramaputra Adiwangsa
Paramaputra Adiwangsa
Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Brawijaya, tapi sering "icip-icip" bidang lainnya seperti filsafat, sastra, linguistik, politik, sosiologi, ekonomi, hingga geografi.

Pernahkah kalian terperangkap dalam nostalgia semasa kecil saat ibu, ayah, nenek ataupun kakek menceritakan kisah-kisah yang membawa kita tenggelam ke dalam dunia fantasi? Mungkin, dalam mimpi, kita dibawa ke dalam suatu petualangan epik di dunia yang luas dan tak dikenal. Melawan monster yang besar dan menakutkan hingga menyelamatkan sang putri dari genggaman penyihir yang kejam-semua mungkin untuk kita lakukan dalam dunia imajinatif itu.

Tak hanya sekedar memberikan hiburan yang menyenangkan, cerita-cerita tadi juga menjadi landasan bagi anak untuk mengukir karakter dalam dirinya dengan nilai-nilai mulia seperti keberanian, kerendahan hati, keadilan, dan pengorbanan. Sehingga sedari kecil, si anak sudah mengenal nilai-nilai yang berhubungan dengan konsep yang kita sebut sebagai heroisme.

Seringkali heroisme dipandang hanya sebagai simbol keberanian dan pengorbanan, nyatanya konsep ini menyimpan nilai filosofis yang mendalam. Pada hakikatnya, konsep tersebut menjadi semacam antitesis, kontras, ataupun lawan dari kematian dan kehancuran.

Hal itu dapat dikaitkan dengan tindakan heroisme yang mencakup langkah-langkah luar biasa yang diambil oleh individu bernama “pahlawan” untuk secara aktif menentang, mengatasi, atau mencegah kematian dalam segala bentuknya, bahkan ketika dibayangi oleh risiko besar terhadap nyawa mereka sendiri. Tak hanya itu, konsep kepahlawanan tersebut juga akan menghasilkan warisan simbolik yang abadi, dimana nantinya mampu meninggalkan sebuah landasan yang menginspirasi generasi-generasi mendatang untuk menerapkan tindakan heroik yang serupa.

Pahlawan dan heroisme

Secara etimologi, istilah “heroisme” berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Yunani, yakni “hērōs” yang artinya pahlawan dan “ismos” yang artinya ajaran, filosofi, kualitas, dan sebagainya.  Namun, Eric Partridge mengatakan dalam Origins bahwasannya kata Yunani “hērōs” hampir mirip dengan kata Latin “seruāre”, yang diartikan “menjaga” ataupun “melindungi.”

Bahkan, nama Hera dengan kata pahlawan seringkali dikaitkan satu sama lain, mengingat ia dikenal sebagai dewi dalam mitologi Yunani yang memiliki banyak atribut, salah satunya perlindungan.  Jadi, heroisme, secara istilah, dapat didefinisikan sebagai konsep filosofis yang melibatkan pemahaman dan penerapan dari kualitas-kualitas luhur yang dimiliki oleh seorang pahlawan sebagai pelindung dan penjaga untuk suatu hal yang berharga. Kualitas-kualitas tersebut mencakup keberanian yang tak tergoyahkan, ketekunan yang tak kenal lelah, hingga perasaan tidak mementingkan diri sendiri.

Pada awalnya, konsep pahlawan biasanya merujuk pada karakter mitologis, terutama keturunan dari para dewa, yang diberkahi dengan kekuatan atau kemampuan yang luar biasa.

Misalnya, pahlawan-pahlawan dalam mitologi Yunani, seperti Herakles yang terkenal oleh Dua Belas Tugas yang ia jalankan, Perseus yang terkenal akan jasanya dalam membunuh Medusa, atau Iason yang terkenal sebagai pemimpin dari para Argonaut. Hal ini hampir serupa dengan perspektif Thomas Carlyle, seorang sejarawan dan filsuf Skotlandia, mengenai pahlawan yang diutarakannya dalam karyanya yang terkenal, On Heroes, Hero-Worship, and the Heroic in History (1841).

Ia menyatakan bahwa seseorang dapat dianggap pahlawan jika mereka memiliki dan menggunakan kekuatan luar biasa, kebijaksanaan, dan tekad untuk mengubah arah sejarah. Tetapi, penyeleksian calon pahlawan atau “The Great Man” seringkali melibatkan pengaruh takdir atau semacam kekuatan rohaniah.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pandangan Carlyle mengandung elemen yang hampir mirip dengan konsep pemberkahan atau pengaruh ilahi seperti dewa. Namun, kontras dengan pandangan Carlyle, G. W. Friedrich Hegel, seorang filsuf Jerman, lebih memandang pahlawan sebagai produk sejarah yang muncul bersamaan dengan perkembangan dan peralihan dari perwujudan semangat zaman (Zeitgeist) maupun ide-ide tertentu yang membawa nafas baru bagi kemajuan masyarakat.

Hegel sendiri menambahkan bahwasannya pahlawan bukanlah hanya individu, tetapi juga dapat berupa kelompok atau institusi yang berkontribusi pada perjalanan sejarah suatu masyarakat.

Heroisme itu tindakan luar biasa dan abadi

Heroisme, sebagaimana diuraikan sebelumnya, muncul sebagai manifestasi tindakan luar biasa yang dilakukan oleh para pahlawan yang memiliki kelebihan-kelebihan tertentu, mulai dari kekuatan fisik, kecerdasan berpikir, bahkan kemauan yang kuat sekalipun. Perbuatan heroik ini berkaitan erat dengan prinsip-prinsip kepahlawanan seperti keberanian, empati, kepemimpinan, dan pengorbanan.

Para pahlawan, yang didorong oleh tingginya tingkat empatinya, rela menempatkan diri mereka dalam situasi berbahaya guna menyelamatkan orang lain atau mencapai tujuan mulia lainnya. Mereka juga seringkali berani dalam mengambil inisiatif untuk menjadi pemimpin dalam situasi krisis, mengorganisir dan membimbing orang lain menuju keselamatan dan kesejahteraan.

Oleh karena itu, heroisme bukan sekadar mencakup tindakan-tindakan luar biasa semata, melainkan juga merupakan cerminan dari nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam, serta merupakan upaya berkelanjutan untuk mencegah takdir suram seperti kematian dan kehancuran.

Selain itu, tindakan heroik seseorang juga sering kali diabadikan oleh masyarakat melalui penciptaan warisan simbolik yang bersifat abadi dalam berbagai bentuk, mulai dari cerita lisan, teks tertulis, sinema film dan televisi, hingga video game yang banyak digemari oleh anak muda.

Peninggalan jejak para pahlawan tersebut diharapkan mampu membimbing dan menginspirasi generasi-generasi mendatang untuk berkontribusi bagi kemajuan masyarakat. Dengan menciptakan simbol-simbol abadi tersebut, pahlawan tak hanya memberikan warisan berharga yang memperkaya dan memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan, tetapi juga mencegah “kematian” dan “kehancuran” dari diri mereka sendiri.

Hal tersebut dikarenakan nama sang pahlawan akan tetap diingat oleh banyak orang dan seringkali digunakan untuk memicu lahirnya pahlawan lain pada masa mendatang. Melalui rekam jejak dalam sejarah manusia, pahlawan dapat dikatakan telah menciptakan sebuah legenda akan dirinya yang akan terus berlanjut dan melebihi batas waktu kehidupan pribadi mereka.

Dengan demikian, pernyataan bahwa heroisme merupakan antitesis kematian dan kehancuran memang benar adanya. Aksi heroik tidak hanya mencegah kematian dan kehancuran dari masyarakat yang ditempati oleh sang pahlawan, namun juga akan menciptakan warisan yang membuat dirinya tidak akan mati dalam ingatan orang-orang.

Meskipun aksi heroik tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, namun bukan berarti kita harus terpuruk dalam ancaman kematian dan kehancuran. Malah sebaliknya, kita harus melawan dan menghadapinya dengan gagah berani, tanpa adanya rasa takut sama sekali.

Paramaputra Adiwangsa
Paramaputra Adiwangsa
Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Brawijaya, tapi sering "icip-icip" bidang lainnya seperti filsafat, sastra, linguistik, politik, sosiologi, ekonomi, hingga geografi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.