Jumat, April 26, 2024

Heroisme Joni dan Peran Masyarakat Milenial

Ode Rizki Prabtama
Ode Rizki Prabtama
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Malang Raya, Peneliti di Center of Research in Education for Liberation (CREATION). Alumni Young Leader Peace Camp 2018.

Yohanes Ande Kala Marcal Lau yang  akrab disapa Joni, remaja kelas VII SMP di Kabupaten Belu, NTT, lewat aksi heroiknya mengundang decak kagum warganet seantero Indonesia raya. Bagaimana tidak, aksi remaja pemberani itu sontak viral di media sosial karena menyelamatkan pengibaran bendera pusaka saat upacara memperingati hari lahir Indonesia.

Dalam suasana hikmat campur tegang, saat bendera mau dinaikkan oleh petugas upacara, tiba-tiba tali pengikat terlepas dan tersangkut di ujung tiang bendera. Tanpa ragu tiang setinggi 23 meter dipanjat oleh Joni untuk melepas tali yang tersangkut. Akhirnya pengibaran bendera pusaka sukses dilaksakan. Begitulah bagaimana banyak media mengabarkan kronologi heroik pada 17 Agustus 2018 kemaren.

Joni patut diacungi jempol dan pantas mendapatkan pengahargaan yang layak. Oleh karena itu, banyak pujian dan bantuan berupa uang maupun barang berdatangan dari berbagai pihak. Termasuk Presiden RI, Joko Widodo langsung mengundang Joni beserta orang tuanya datang ke istana dan bertemu sejumlah pejabat negara.

Peran Masyarakat Milenial

Dibalik viralnya berita tentang Joni, ada peran masyarakat milenial. Masyarakat milenial ialah mereka para pengguna teknologi infromasi atau jejaring sosial media (internet). Dengan kecenderungan karakter milenial yang tanggap dan responsif, postingan, tagar, repost, like dan komen, sekejap membuat berita menjadi viral. Hal itu tak bisa dipungkiri karena lebih dari setengah masyarakat Indonesia adalah pengguna internet.

Survey yang dilakukan oleh Asosiasi jasa Pelayanan Internet Indonesia (APJII) pada 2018 memaparkan sebanyak lebih dari 50% penduduk Indonesia telah menggunakan internet. Dari 262 juta jiwa, terdapat 143,26 orang diperkirakan telah menggunakan internet. Data ini menjelaskan, internet telah mengambil peran yang sangat signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Fenomena viral-viralan yang membanggakan beberapa bulan lalu juga sempat mengundang decak kagum. Tepatnya pada bulan Juli 2018, seorang atlet muda asal Lombok NTB bernama Lalu Muhammad Zohri berhasil menjadi juara sprint bergengsi 100 meter tingkat dunia. Prestasi Lalu adalah kebanggaan dan turut mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional.

Lalu pun viral berkat warganet yang merespon positif prestasi dia. dengan berbagai angel pemberitaan, termasuk meminjam bendera Polandia yang dibalik, membuat jagad maya ramai sehigga berita tentang Lalu menjadi trending topic di media sosial. Berbagai apresiasi dan bantuan pun berdatangan. Juga termasuk undangan spesial ke Istana Bogor.

Walaupun ada dampak negatifnya, namun dapat dibuktikan bahwa media sosial (internet) memiliki pengaruh positif yang cukup kuat. Karena, viralnya dunia ciber dengan konten seperti aksi heroik Joni dan preatasi dunia Lalu dapat dikatakan sebagai peran masyarakat milenial dalam hal advokasi di era kekinian.

Respon Publik

Di satu sisi, andaikan aksi heroik Joni dan Preatasi dunia Lalu tidak diviralkan oleh para pengguna jejaring internet. Maka, dirasa tak mungkin kebanggan itu mendapat perhatian dari pemerintah dan penguasa. Terbukti, viralnya berita itu, Joni mendapat hadiah beasiswa sekolah hingga jenjang sarajana (S1) oleh PT. PLN, kemudian tawaran prioritas masuk TNI dan rehabilitasi rumah, juga berbagai hadiah lainya dari pemerintah daerah bahkan seorang pengacara termashur Hotman Paris pun menghadiahi uang puluhan juta rupiah.

Disamping itu, Lalu Muhammad Zohri pun mendapat perlakuan yang serupa. Berbagai media mengabarkan, rumah tempat tinggal Lalu direhap Jokowi lewat Kementerian Pekerjaan Umum, ajakan untuk gabung dalam TNI, juga Hotman Paris pun menghadiahi uang sejumlah 100 juta rupiah.

Selain karena prestasinya, kejutan itu dapat terjadi karena sesuai dengan momentum yang ada di tanah air. Sehingga tak heran beberapa opini pun mengutarakan bahwa respon yang tak biasa oleh beberapa oknum itu disinyalir mengandung unsur politik pencitraan.

Narasi di media sosial memang sangat liar. Misalnya, dalam kasus Lalu, ada narasi yang mengatakan bahwa pemerintah lalai dalam mengurusi para atlet. Sehingga kemengan Lalu hanyalah keberuntungan. Karena hidup keseharian Lalu sebagai seorang atlet internasional dirasa kurang panatas; tinggal di rumah gubuk, makanan yang tidak bergizi, serta sepatu lari yang murahan.

Bahkan, ketika dia ingin melakukan selebrasi kemenangan, tidak ada satu pun bendera Indinesia yang tersedia, sehingga bendera Polandia terpaksa digunakan Lalu dengan cara dibalik. Artinya, dalam hal pelayanan terhadap atlet Indonesia masih jauh dari kata normal.

Kondisi yang sama juga terjadi pada si bocah heroik Joni, ia berhasil memenagkan momentum (upacara HUT RI ke-73). Keberhasilan Joni dalam beberapa berita dikatan sebagi sebuah keberuntungan.

Karena, apabila kejadian tersangkutnya tali pada ujung tiang bendera itu terjadi pada hari biasa, bukan tidak mungkin bendera itu akan dibiarkan untuk tidak jadi berkibar. Karena memanjat tiang bendera cukup membahayakan. Ditambah lagi, tidak adanya pengaman yang cukup untuk mengatisipasi apabila pemanjat pada saat itu terjatuh.

Joni dan Lalu memang menarik banyak perhatian. Namun sayangnya kejadian tersebut tak luput dari kepentingan politik beberapa oknum. Katakanlah, Jokowi yang mencari popularitas dan oknum TNI yang membangun citra jabatan.

Padahal, untuk merespon hal seperti itu sosok kepala negara dan pejabat TNI tidak perlu terlalu ‘alay’ untuk ‘turun gunung’. Cukup dengan bantuan dan pelayanan yang proporsional. Karena yang paling penting ialah bagaimana jaminan sekolah dan karir atlet anak bangsa dapat terjamin dengan baik.

Bukan sebatas bantuan/perhatian momentual yang cenderung hanya ingin mencuri perhatian di mata masyrakat. Karena sesungguhnya disamping Joni dan Lalu, dilullar sana masih banyak anak bangsa yang heroik dan berprestasi. Namun mereka hadir tidak dalam momentum yang pas hingga luput dari perhatian publik.

Terakhir, pada dasarnya fenomena Joni dan Lalu bukanlah satu kebetulan, di dalamnya ada keberanian dan prestasi yang benar-benar otentik. Disamping itu, ia hadir pada momentum yang pas sehingga masyarakat milenial (warganet) lewat Facebook, IG, Youtube, dan beberapa sosial media lainya dapat ‘mengadvokasi’ kejadian tersebut.

Semoga di kemudian hari telahir banyak generasi Indonesia yang berani dan berprestasi dan yang pasti diperhatikan oleh negara.

Ode Rizki Prabtama
Ode Rizki Prabtama
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Malang Raya, Peneliti di Center of Research in Education for Liberation (CREATION). Alumni Young Leader Peace Camp 2018.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.