Kamis, April 25, 2024

Gunung Kendeng dan Merawat Perlawanan

Doel Rohim
Doel Rohim
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, pernah menjadi Pemimpin Umum LPM Arena UIN Sunan Kalijaga.

Siang menjelang sore, ditengah hiruk pikuk Hari Raya Idul Fitri yang belum usai dengan segala kegembiraan aktivitas konsumtif yang menjadi tren dan laku sosial. Di sebuah perkampungan di lereng gunung yang menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitarnya, ratusan orang terlihat berkumpul di halaman Omah Kendeng sembari mendengarkan suguhan lagu dari beberapa pengisi acara (20/6).

Sayup-sayup lagu tentang rasa cinta terhadap lingkungan dan perlawanan pada pembagunan yang menyengsarakan masyarakat petani di suarakan dengan lirik yang menyayat perasaan. Beberapa musisi Indi seperti grub bend rock Navikula dari Bali, Marjinal dari Jakarta, Sisir tanah dan KEPAL SPI dari Jogya, yang selama ini konsisten terhadap isu lingkungan hadir memeriahkan acara halal bi halal dan Barokahan KLHS yang diadakan oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).

Acara yang terlihat sederhana tanpa sentuhan pagung megah dan artistik yang istimewa ini, nampak menyatu dengan alam disekitar pegunungan kendeng yang masih asri dan sejuk. Beberapa masyarakat mulai anak kecil sampai tua laki-laki dan perempuan dari semua golongan melebur menjadi satu hikmat mendengarkan beberapa lirik lagu dan penjelasan bagaimana pentingnya menjaga Gunung Kendeng yang menjulang kokoh di belakang acara ini diadakan. 

Kemudian terdengar pekik suara “kendeng” kemudian di jawab oleh semua penonton yang datang dengan jawaban “lestari”, Menambah suasana siang itu menjadi lebih meriah. Acara yang rutin diadakan setiap tahun ini menandakan perlawanan masyarakat pegunungan Kendeng terhadap pembangunan pebrik semen yang di rencanakan pemerintah selama ini belumlah selesai. Gema suara perlawanan masih terus digaungkan, bahkan semakin membahana sampai waktu yang tidak akan pernah tahu kapan.

Gunung Kendeng adalah salah satu gunung kars di daerah Pati Jawa Tengah yang memiliki kekayaan mineral berupa batu kapur yang dapat digunakan untuk bahan pembuatan semen. Dengan akses daerah yang strategis berdekatan dengan titik trasportasi laut, selama ini daerah pegunungan Kendeng  selalu menjadi incaran banyak investor (kapital) untuk mengekspoitasi kekayaan alam yang dimilikinya.

Memang tidak bisa dipungkiri, seperti itulah nalar kapital yang dimiliki oleh investor yang tidak mau tahu bahwa gunung Kendeng merupakan ibu bumi yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat Pati dan sekitarnya ini.Banyak masyarakat yang mengantungkan hidupnya dari sumber air dari gunung Kendeng untuk mengaliri ribuan hektar sawah yang tumbuh subur di daerah tersebut.

Dari hal itulah banyak masyarakat disekitar gunung kendeng yang tidak rela mengorbankan karunia tuhan berupa kekayaan alam yang melimpah itu, kepada investor yang menjanjikan kemakmuran yang masih sangat absut tersebut. Janji-janji yang dibungkus dengan dalih kesejahtraan dan keadilan yang masih tidak tahu akan diperuntukan kepada siapa semua itu diberikan.

Toh kenyataanya kesejahtraan yang dijanjikan sering kali hanya terucap dibibir saja, seperti yang telah kita semua ketahui terjadi dibeberapa daerah di Indonesia seperti di Rembang, Gresik, dan banyak lagi yang lainya seperti yang di dokumentasikan oleh Wacdocd. Dari hal itu, maka wajar masyarakat pegunungan Kendeng tidak ingin hal serupa terjadi di tanah kelahiran mereka. 

Penolakan dan perlawanan terhadap pembangunan pabrik semen yang sudah dimulai sejak tahun 2006 di desa Sukolilo hingga sekarang masih terus digelorakan dengan berbagai cara oleh masyarakat setempat. Gerakan perlawanan yang mengunakan pendekatan sosio kultural berbasis kesenian masyarakat sering kali digunakan untuk mengugah kesadaran masyarakat terkait pentingnya perlawanan dilakukan.

Tidak hanya itu kreativitas dan inofasi gerakan yang terus dilakukan oleh JMPPK menjadi kunci kenapa gerakan perlawanan gunung kendeng  selama ini bisa bertahan. Beberapa bentuk perlawanan yang sempat menjadi perbincangan masyarakat luas yang dulu dilakukan adalah menyemen kaki di depan istana merupakan bukti rill  dari bentuk gerakan yang cukup kreatif dan evektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Disamping itu, salah satu bentuk acara yang dilakukan seperti halal bi halal seperti acara diatas, kemudian acara sedekah bumi, hari tani dan masih banyak lagi acara yang sering dilakukan Masyarakat Kendeng digunakan untuk membangun kesadaran masyarakat.

Hal tersebut pada prinsipnya digunakan untuk merawat kesadaran kolektif masyarakat setempat terhadap pentingnya kelestarian lingkungan gunung Kendeng. Dengan konsistensi yang tinggi gerakan dibangun dengan memaksimalkan potensi entah itu berupa SDM, media, dan jaringan solidaritas yang terus dirawat dengan baik. Tidak hanya itu gerakan ini juga digunakan untuk mempersiapkan generasi selanjutnya agar pemahaman atas pentingnya menjaga lingkungan dan semangat perlawanan bisa terus berlangsung salama ancamanan investor masih akan datang.

Membanguan sebuah gerakan sosial pada kenyataanya tidak semudah yang kita bayangkan. Tetapi melalui proses yang cukup panjang dan tentunya melelahkan. Namun, hanya dengan seperti itulah sebuah  gerakan bisa berjalan dengan maksimal. Lemahnya gerakan sosial yang ada di Indonesia selama ini tidak bisa dilepaskan dari gagalnya membangun kesadaran kolektif masyarakat  atas pentingnya melakukan perlawanan itu sendiri. Padahal membangun insfraktuktur kesadaran sosial atas sebuah persoalan menjadi kekuatan inti dalam sebuah gerakan.

Dari hal itulah kenapa gerakan di Indonesia selalu gagal dipertengahan jalan karna kesadaran sosial itu tidak bisa tumbuh dan tidak terbentuk ditengah-tengah masyarakat. Maka dibutuhkan sebuah gerakan yang menitik beratkan pada pembangunan insfraktuktur kesadaraan sosial yang dijalankan secara masif dan berkelanjutan.

Hal inilah yang selama ini dilakukan oleh masyarakat pegunungan Kendeng dengan berbagai metode/jalur entah itu politik kebudayaan, keagamaan, dan realitas kontemporer  seperti media sosial dan yang lainya menjadi ruang untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga lingkungan. ketika kesadaran kolektif masyarakat sudah terbentuk atas persoalan yang ada, akan sangat tidak mungkin masyarakat terpecah belah sehingga menjadi kontraporduktif dari perlawanan yang sudah dibangun. Karna tidak bisa dipungkiri hal ini yang sering digunakan oleh kapital bagaimana cara melemahkan suatu gerakan sosial dengan mengadu dombanya.

Maka sangat penting kiranya membangun dan merawat kesadaran kolektif terhadap esensi perlawanan yang ingin terus disuarakan. Yang jelas tidak ada perlawanan yang timbul begitu saja tanpa melalui proses panjang yang masif dan terus disuarakan.

Dan masyarakat Kendeng terus melakukanya walaupun sampai hari ini perlawanan masih belum selesai dilakukan. Proses terakhir  adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)yang menjadi ketetapan pemerintah yang sudah seharusnya kita kawal sampai tuntus dimana para petani bisa terhindar dari ancaman pembangunan pabrik semen yang mengancam kelesatarian lingkungan.

Doel Rohim
Doel Rohim
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, pernah menjadi Pemimpin Umum LPM Arena UIN Sunan Kalijaga.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.