Kamis, Oktober 16, 2025

George Soros, Antara Filantropi dan Bahaya Geopolitik

Adhisty Marwah
Adhisty Marwah
Adhisty Marwah adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional semester 5 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tertarik menulis tentang isu keamanan, sosial, politik, dan hubungan internasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
- Advertisement -

Siapa sangka seorang pria yang lahir di Hungaria tahun 1930, selamat dari horor Nazi, lalu merantau ke Amerika Serikat untuk bekerja sebagai analis sekuritas. Dari situlah awal mula George Soros membangun dirinya menjadi salah satu investor paling berpengaruh di dunia. Ia mendirikan hedge fund yang menghasilkan miliaran dolar, dan menggunakan kekayaannya untuk mendanai jaringan lembaga pendidikan, organisasi hak asasi manusia, hingga media di berbagai belahan dunia.

Namun, kisah sukses itu hanya satu sisi dari dirinya. Nama George Soros juga identik dengan kontroversi. Ia memang seorang filantropis, pengusaha, dan investor sukses, tetapi bagi banyak pemerintah ia justru dianggap ancaman bagi kedaulatan negara. Mengapa begitu? Melalui kekuatan finansialnya, jaringan yayasan transnasional, serta keterlibatannya dalam gerakan pro- demokrasi, Soros memperlihatkan bagaimana seorang individu dapat memengaruhi arah politik dan ekonomi global. Inilah yang menjadikannya sebagai ancaman nyata, bukan hanya bayangan konspiratif.

Spekulasi Finansial dan Krisis Ekonomi

Rekam jejak Soros sebagai spekulan mata uang membuktikan bahwa ia mampu melemahkan stabilitas nasional. Contoh paling terkenal adalah ketika Soros “menumbangkan” pound sterling pada Peristiwa Black Wednesday tahun 1992. Saat itu, ia bersama tim investasinya melakukan serangan spekulatif dengan menjual pound sterling dalam jumlah masif hingga Bank of England kewalahan mempertahankan nilai tukar. Pemerintah Inggris kemudian mencoba menaikkan suku bunga dan menguras cadangan devisa, tetapi akhirnya menyerah dan menarik diri dari sistem European Exchange Rate Mechanism (ERM). Soros pun meraup keuntungan sekitar satu miliar dolar, sementara kredibilitas ekonomi Inggris terguncang.

Kejadian ini menunjukkan bahwa seorang individu, lewat kekuatan modal, bisa mengguncang stabilitas ekonomi sebuah negara maju sekalipun. Bagi banyak pemerintah lain, Soros menjadi simbol bahwa keamanan nasional tidak hanya bisa terancam oleh militer asing, tetapi juga oleh spekulasi pasar finansial global. Sejak itu, Soros dijuluki “the man who broke the Bank of England”.

Keterlibatan dalam Gerakan Pro-Demokrasi

Soros sering dikaitkan dengan revolusi warna di Eropa Timur, seperti Revolusi Mawar di Georgia atau Revolusi Oranye di Ukraina. Meski perannya tidak selalu terlihat langsung, pendanaan terhadap organisasi sipil lokal memberi ruang bagi gerakan pro-demokrasi untuk menguat. Bagi masyarakat sipil, ini mungkin dianggap positif. Namun bagi pemerintah yang sedang berkuasa, hal tersebut bisa dilihat sebagai bentuk “perang asimetris” tanpa senjata, yang menimbulkan instabilitas politik domestik.

Apabila keamanan nasional dipahami sebagai upaya menjaga kedaulatan dan stabilitas negara, maka keterlibatan Soros dalam gerakan pro-demokrasi jelas menimbulkan dilema. Ia menunjukkan bahwa kerentanan suatu negara tidak hanya berasal dari faktor internal, tetapi juga dari individu yang memiliki kekuatan finansial besar dan jaringan politk transnasional yang mampu memengaruhi arah kebijakan serta dinamika domestik.

Ancaman pada Level Internasional

Fenomena Soros menegaskan bahwa dalam dunia gobal, aktor non-negara bisa memiliki pengaruh yang melampaui kekuatan negara-negara kecil. Seorang miliarder mampu mengguncang pasar, mendanai gerakan sosial lintas benua, bahkan menekan pemerintah berdaulat. Ini merupakan tantangan baru bagi keamanan internasional, di mana ancaman tidak lagi berbentuk invasi militer, melainkan intervensi ekonomi dan politik yang sulit dihadapi dengan instrumen tradisional.

Seberapa bahayakah George Soros bagi keamanan nasional dan internasional? Jawabannya: sangat berbahaya, setidaknya bagi negara yang rentan secara ekonomi dan politik. Spekulasi finansialnya bisa memicu krisis, dan keterlibatannya dalam gerakan pro-demokrasi dapat menumbangkan rezim. Soros adalah contoh nyata bahwa dalam era globalisasi, negara tidak lagi menjadi aktor utama, non-state actor dengan power yang luar biasa kini juga memainkan peran penting.

Adhisty Marwah
Adhisty Marwah
Adhisty Marwah adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional semester 5 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tertarik menulis tentang isu keamanan, sosial, politik, dan hubungan internasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.