Sempat ramai di media sosial video-video yang menunjukan bahwa pengungsi Rohingya di Indonesia semakin banyak. Paling terbaru, mengutip dari antaranews.com, sebanyak 315 pengungsi Rohingya kembali datang ke Indonesia melalui jalur laut dan mendarat di wilayah Pesisir Blang Raya Kabupaten Pidie dan Pantai Blang Ulam Kabupaten Aceh Besar, Minggu (10/12).
Indonesia sendiri sudah menjadi tujuan dari pengungsi Rohingya untuk mencari suaka semenjak 7 Januari 2009 sebanyak 193. Dengan perahu-perahu mereka berlayar dan akhirnya terdampar di Sabang, Provinsi Aceh. Dengan berjalannya waktu, terjadi kasus genosida di Myanmar pada tahun 2017 yang menyebabkan lebih banyak etnis Rohingya yang mengungsi.
Hingga Bulan Desember 2023 tercatat ada 1.487 pengungsi etnis Rohingya yang mengungsi di Indonesia. Bukannya hanya Indonesia, Malaysia, Bangladesh dan beberapa negara lainnya di Asia Tenggara menjadi tujuan dari pengungsi Rohingya ini.
Sejarah awal Etnis Rohingya
Etnis Rohingya merupakan salah satu dari banyaknya etnis di Myanmar. Menjadi etnis Islam di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, etnis Rohingya sulit mendapatkan tempat di sana. Berdiam di wilayah Arakan (sekarang Rakhine), etnis Rohingya menjadi korban politik Myanmar saat itu. Sempat memiliki peran di pemerintahan Myanmar dengan warganya yang pernah menjadi Menteri pada tahun 1940-1950 atau tepatnya di pemerintahan Jenderal Aung San.
Namun, masalah mulai muncul ketika pada 1962, Jenderal Ne Win melakukan kudeta kepada pemerintahan Myanmar dan menjadikan Jenderal Ne Win sebagai Presiden Myanmar baru, pemerintahan menjadi lebih otoriter. Hingga 1991 sering sekali terjadi konflik di Myanmar yang melibatkan antar etnis, seperti adanya diskriminasi warga minoritas, kecemburuan antar etnis, hingga adanya tindak kekerasan dan pemerkosaan. Hal itu dapat terjadi karena saat itu Myanmar memiliki banyak etnis, tercatat ada lebih dari 130 etnis di Myanmar hingga saat ini, tapi etnis Rohingya tidak tercatat sebagai salah satu etnis tersebut.
Presiden Myanmar, Thein Sein pada 2012 mengatakan bahwa tidak bisa memberikan hak kewarganegaraan Myanmar kepada etnis Rohingya karena menurutnya etnis Rohingya merupakan imigran gelap dan pelintas dari Bangladesh.
Dampak dari tidak diberikan hak kewarganegaraa, hidup masyarakat Rohingya tidak tenang, mereka mendapatkan diskriminasi dan kekerasan berkepanjangan, dan tidak mendapatkan akses hampir keseluruh fasilitas yang ada di Myanmar. Sehingga mengungsi menjadi pilihan tepat menurut mereka.
Mencari Suaka
Tidak hanya di Indonesia, diketahui etnis Rohingya juga mengungsi mencari suaka di Malaysia, India dan Bangladesh, bahkan di Bangladesh hampir menyetuh 1 juta pengungsi. Di Indonesia mereka berdatangan menggunakan kapal-kapal laut tradisional, karena Aceh menjadi provinsi paling Barat Indonesia dan langsung berbatasan dengan laut lepas, para pengungsi etnis Rohingya ini banyak yang mendarat di Aceh. Dengan kesamaan agama pun menjadi alasan etnis Rohingya memilih Aceh menjadi tempat singgah.
Dengan kesamaan agama dan rasa kemanusiaan pun, rakyat Aceh menerima dan menjamu para pengungsi Rohinya ini. Dengan memberikan pakaian, tempat tinggal, dan juga makanan. Namun, tanpa diduga dengan berjalannya waktu, para pengungsi Rohingya terus bertambah. Berdatangan kembali dengan kapalnya melalu jalur laut.
Gejolak Penolakan
Dengan terus berdatangan para pengungsi Rohingya membuat rakyat Aceh gerah, bukan tanpa alasan, rakyat Aceh melihat kedatangan pengungsi Rohingya ini sudah tidak wajar. Menurut mereka seperti ada permainan dalam pengungsian ini. Rakyat Aceh pun mempertanyakan peran dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani para pengungsi Rohingya.
Mereka melihat seakan ada kesengajaan oleh UNHCR dengan menyuruh para pengungsi Rohingya ini untuk datang ke Indonesia, terkhususnya di Aceh. UNHCR mengetahui bahwa rakyat Indonesia sangat dermawan dan suka tolong menolong, jadi ketika para pengungsi Rohingya ini datang sudah pasti akan diterima. Atas dasar kesamaan agamaan pun menjadi alasan kuat UNHCR menganggap rakyat Aceh harus menolong para pengungsi Rohingya.
Namun, tidak hanya itu, rakyat Aceh sering mendapati para pengungsi Rohingya ini melakukan tindakan kriminal. Mereka sering membuat onar dan keributan di tempat pengungsian, ditambah mereka juga sering melanggar peraturan dan tata tertib desa. Mereka juga merasa kecewa karena para pengungsi pada akhirnya kabur ke Malaysia setelah sehat ketika sudah diobati dan diberi makanan oleh rakyat Aceh, rakyat Aceh merasa hal tersebut sebagai hal yang tidak sopan.
Rakyat Aceh hingga saat ini hanya mengizinkan para pengungsi untuk mengungsi secara sementara dan dalam waktu pendek. Dalam waktu panjang rakyat Aceh tidak akan menerima para pengungsi Rohingya dan akan terus menolak kedatangan para pengungsi Rohingya.
Rencana Pemerintah
Masalah pengungsi Rohingya dengan rakyat Aceh sudah sampai ketelingan Presiden Jokowi, melalui keterangan pers, Presiden Jokowi menduga ada perdagangan manusia dalam kasus pengungsian etnis Rohingya ini.
Belum lama ini juga didapati seorang pengungsi Rohingya berumur 19 tahun bersama keluarganya membayar 1.800 dollar atau sekitar 27,8 juta untuk sampai ke Indonesia menggunakan kapal usang. Melonjaknya para pengungsi ini memberikan dugaan besar ada perdaganan manusia dengan membawa para pengungsi Rohingya ini datang ke Indonesia melalui Aceh.
Beberapa pihak pun menyetujui pengembalian para pengungsi Rohingya ini ke negara asalnya. Salah satunya adalah Peneliti ASEAN dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Adriana Elizabeth. Dengan membiarkan para pengungsi terus berdatangan ke Indonesia dikhawatirkan adanya masalah keamana di dalam negeri sendiri.
Hal inipun yang menjadi ketakutan dari rakyat Aceh, dengan berdatangan dan bertambahnya para pengungsi, dikhawatirkan oleh rakyat Aceh adanya perebutan tanah dikemudian hari. Menurut mereka tidak sedikit dari para pengungsi akhirnya meminta jaminan tanah dan banyak dari beberapa negara menghadapi masalah perebutan tanah karena telah menerima pengungsi dan pendatang.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD membenarkan adanya rencana untuk memulangkan para pengungsi Rohingya ini ke negara asalnya karena menurutnya Indonesia tidak melakukan tanda tangan konversi PBB terkait pengungsi. Sehingga tidak ada kewajiban mutlak untuk terus membantu para pengungsi Rohingya dan semua yang dilakukan Indonesia hingga saat ini dengan membantu para pengungsi murni karena rasa kemanusiaan.