Selasa, Mei 13, 2025

Gaya Hidup Konsumtif Mahasiswa: Antara Gengsi dan Tekanan Sosial

Jordan Syah
Jordan Syah
Mahasiswa Aktif UIN Jakarta Fakultas Ekonomi Bisnis Prodi Manajemen Bisnis
- Advertisement -

Gaya hidup konsumtif di kalangan mahasiswa kini menjadi fenomena yang semakin merajalela, dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan psikologis. Mahasiswa cenderung mengedepankan gengsi dan keinginan untuk mendapatkan pengakuan sosial atau validasi, sehingga perilaku konsumtif menjadi bagian dari keseharian mereka.

Gaya hidup konsumtif mahasiswa merupakan cerminan dari tekanan sosial dan gengsi yang melekat dalam kehidupan sosial mereka. Memahami akar permasalahan dan dampaknya menjadi langkah awal untuk menciptakan generasi mahasiswa yang lebih bijak dalam mengelola gaya hidup dan keuangan mereka demi masa depan yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Salah satu penyebab gaya hidup konsumtif mahasiswa adalah pengaruh lingkungan pergaulan. Mahasiswa yang ingin “fit in” atau diterima dalam kelompok sosial tertentu seringkali mengikuti gaya hidup teman-temannya, termasuk dalam hal berbelanja dan nongkrong di tempat-tempat seperti kafe dan mal. Aktivitas ini, meskipun terlihat sebagai hiburan atau refreshing dari tekanan akademik, sering berubah menjadi kebutuhan yang memicu pemborosan.

Selain itu, kebiasaan membeli barang lebih didasarkan pada keinginan daripada kebutuhan. Mahasiswa sering membeli produk yang sedang tren atau yang digunakan oleh banyak orang demi mendapatkan pengakuan sosial, tanpa mempertimbangkan prioritas kebutuhan yang sebenarnya. Hal ini diperparah dengan kemudahan akses belanja online yang menawarkan berbagai diskon dan kemudahan transaksi, sehingga memicu kecanduan berbelanja dan perilaku boros.

Salah satu kebiasaan konsumtif yang unik adalah kecenderungan mahasiswa membeli produk sejenis dari merek berbeda, meskipun produk sebelumnya belum habis dipakai. Misalnya, membeli beberapa jenis kosmetik atau pakaian dari merek berbeda hanya karena tertarik dengan kemasan, hadiah, atau popularitas merek tersebut. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa konsumsi mahasiswa lebih didorong oleh gengsi dan keinginan mengikuti tren daripada kebutuhan nyata.

Teknologi informasi dan media sosial juga berperan besar dalam membentuk gaya hidup konsumtif mahasiswa. Melalui media sosial, mahasiswa terpapar iklan dan gaya hidup glamor yang memicu keinginan untuk memiliki barang-barang mewah atau produk fashion terkini. Fenomena selfie dan eksistensi di dunia maya semakin memperkuat kebutuhan untuk tampil menarik dan mengikuti tren yang pada akhirnya mendorong konsumsi berlebihan.

Dampak dari gaya hidup konsumtif ini tidak hanya pada kondisi finansial mahasiswa yang cenderung tidak menabung dan boros, tetapi juga pada aspek psikologis dan sosial. Konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan tekanan dan kecemasan untuk terus memenuhi standar sosial yang tinggi, serta mengurangi kemampuan mahasiswa untuk mengelola keuangan secara bijak. Mereka perlu menyadari bahwa nilai seseorang tidak diukur dari merek pakaian yang dikenakan atau dimana mereka “nongkrong”.

Mengatasi gaya hidup konsumtif, mahasiswa perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan keuangan yang sehat, mengedepankan kebutuhan daripada keinginan, serta membangun pola hidup hemat yang dapat mendukung kebutuhan masa depan dan menghadapi situasi tak terduga. Lingkungan kampus dan keluarga juga dapat berperan dalam memberikan edukasi dan dukungan agar mahasiswa dapat mengendalikan perilaku konsumtifnya.

Chairul Tanjung adalah salah satu contoh pengusaha suskes yang mengedepankan manajemen keuangan yang disiplin dengan kisah perjuangannya dari mahasiswa yang harus bekerja sambil kuliah hingga menjadi pengusaha besar memberikan inspirasi bagi mahasiswa untuk mengelola keuangan dengan bijak dan menghindari gaya hidup boros

Maka dari itu mulailah dengan membuat anggaran pengeluaran bulanan, prioritaskan kebutuhan daripada keinginan, dan hindari membeli barang hanya karena tren atau tekanan sosial. Gunakan media sosial secara bijak, jangan mudah terpengaruh iklan atau gaya hidup glamor yang belum tentu sesuai dengan kondisi finansial Anda.

- Advertisement -

Kampus dan keluarga juga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi dan dukungan. Kampus dapat mengadakan seminar literasi keuangan dan manajemen stres sosial, sementara keluarga dapat menjadi tempat diskusi terbuka agar mahasiswa merasa didukung dan tidak tertekan oleh ekspektasi sosial.

Memahami akar permasalahan dan dampaknya menjadi langkah awal untuk menciptakan generasi mahasiswa yang lebih bijak dalam mengelola gaya hidup dan keuangan mereka demi masa depan yang lebih stabil dan berkelanjutan. Perubahan harus dimulai dari kesadaran diri, didukung oleh lingkungan kampus dan keluarga, agar mahasiswa mampu mengendalikan perilaku konsumtif dan membangun kemandirian finansial yang sehat.

Jordan Syah
Jordan Syah
Mahasiswa Aktif UIN Jakarta Fakultas Ekonomi Bisnis Prodi Manajemen Bisnis
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.