Sabtu, Juli 27, 2024

Ganjar Pranowo dalam Rakernas Apeksi 2023 Mengenai Pendidikan

Sherly Azizah
Sherly Azizah
Mahasiswa aktif. Independent Woman.

Ganjar Pranowo kembali mengungkit soal beberapa sekolah negeri di Indonesia yang masih membayar setiap bulan atau persemesternya. Hal ini Ganjar sampaikan dalam pidato adu gagasan di Rakernas Apeksi 2023 bersama dua capres lainnya. Sebelumnya ganjar bertanya mengenai problem yang terjadi di Jawa Tengah.

Ganjar menyebut bahwa problem yang terjadi di Jawa Tengah adalah korupsi dan janji politik yang biasanya tidak ditepati. Tidak ditepati di sini bukan janji yang tidak mencapai target. Namun, Ganjar menegaskan bahwa janji yang tidak ditepati adalah jika sudah membuat janji kemudian tidak dieksekusi apalagi dalam perencanaan pembangunan sampai menjadi program, itu bohong. Dari kedua problem tersebut visi misi ganjar untuk maju menjadi capres dibentuk dan berjalanlah otonomi daerah.

Yang menarik buat saya di sini, saya ingin beropini mengenai pembayaran SPP yang masih terjadi di sekolah negeri. Saya sebagai mahasiswa yang bisa dikatakan cukup baru, saya akui, memang masih banyak sekolah negeri di Negara kita tercinta ini yaitu Indonesia, harus membayar terlebih dahulu sebelum kenaikan semester. Bukan SPP, tapi uang komite, katanya.

Saya lulus SMA tahun 2022. Selama saya berstatus sebagai seorang pelajar SMA, sebelum naik ke semester yang lebih tinggi, saya diwajibkan membayar uang komite sekolah. Apa yang terjadi jika saya tidak membayar uang komite sekolah? Tentu saya akan dipersulit ketika akan mengikuti ujian. Padahal saya pernah membaca mengenai uang komite ini di internet sesuai pasal 10 ayat (2) permendikbud yang berbunyi “Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan,” hal tersebut tertulis jelas ‘bukan pungutan’ yang artinya tidak memaksa.

Lantas, kenapa pihak sekolah selalu menagih uang komite kepada siswa yang belum mebayar dengan disertai ancaman tidak boleh mengikuti ujian sebelum melunasi uang komite tersebut? Bahkan, ketika siswa tersebut sudah menjelaskan alasan mengapa belum membayar uang komite karena keluarganya sedang krisis ekonomi, pihak sekolah pun terus mendesak hingga siswa tersebut diperintah untuk menelfon orang tua di tempat. Jika seperti itu, kemudian saya memiliki pemikiran bahwa uang komite ini termasuk pungli apakah disalahkan?

Baik, saya paham jika pihak sekolah juga membutuhkan dana untuk menutupi kekurangan biaya satuan Pendidikan, pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan, pengembangan saranan/prasarana. Tetapi, terkait hal ini mestinya pihak sekolah juga harus tahu mengenai latar belakang siswa yang kurang mampu sehingga siswa yang keluarganya kurang mampu tersebut tidak perlu dianjurkan untuk membayar uang komite. Jangan malah uang komite ini dijadikan ladang korupsi.

Menurut saya, dana tambahan yang diperlukan oleh sekolah antara pemasukan dan pengeluaran itu juga belum jelas arahnya. Contohnya, saat saya masih berstatus sebagai pelajar SMA pada waktu itu, sering terbesit tanda tanya besar, harusnya jika setiap pergantian semester orang tua murid hampir semua membayar uang komite, kenapa fasilitas di kelas masih menggunakan kipas angin?

Kenapa masih ada kipas angin yang rusak dan tidak segera diganti? Kenapa beberapa kelas hanya menggunakan kipas angin dan beberapa lainnya menggunakan AC? Kenapa tidak dipukul rata? Kenapa yang satu pakai karpet yang satu tidak? Kenapa? Padahal sama-sama membayar uang komite. Oh, karna yang memakai AC dan karpet bayar uang komitenya lebih tinggi? Kalau seperti itu, kenapa tidak wali murid yang anaknya berada di kelas ber-AC dan berkarpet saja yang membayar uang komite?

Bayangkan saja, pada saat itu saya membayar uang komite sebulan Rp 75.000, jadi setengah tahun/persemester Rp 450.000. Dana tersebut berlaku untuk murid yang menggunakan kipas angin tanpa karpet. Untuk murid yang menggunakan AC dan berkarpet, saya kurang tahu. Ada 12 kelas di Angkatan saya, 5 kelas ber-AC dan berkarpet, sisanya hanya memakai kipas angin. Jika satu kelas berisi 35 siswa terus kita kali Rp 450.000, nominalnya sudah berubah drastis menjadi Rp 15.750.000. Pertanyaanya, berapa harga AC dan karpet?

Baik, dana tersebut bukan hanya untuk membeli fasilitas tetapi juga keperluan yang lain. Oke. Lalu untuk apa? Menutupi biaya satuan Pendidikan? Jujur, saya kurang paham tentang masalah ini, tetapi pada saat itu saya buku LKS itu tetap bayar. Untuk pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan? Kalau soal ini, apa dananya tidak kebanyakan jika satu kelas persemester Rp 15.750.000 kemudian dikali dengan 12 kelas, dimana 5 kelas dianataranya nominalnya mesti lebih besar? Itu 12 kelas hanya 1 angkatan, sedangkan SMA ada 3 angkatan. Saya rasa program tersebut dalam setahun hanya ada dua sampai tiga kegiatan/program saja.

Dari sini, mungkin pihak sekolah yang sedang menerapkan uang komite, menurut saya harus dipertanggung jawabkan secara transparan agar tidak terjadi kesalah pahaman. Jangan sampai pungli. Dan pemerintah diharapkan terus waspada terhadap oknum-oknum yang tidak pertanggung jawab seperti ini. Dunia Pendidikan sekarang sedang tidak baik-baik saja. Maka kita sebagai kaum milenial sudah sepatutnya melindungi dan merawat sekuat jiwa dan raga. Mari menjunjung tinggi anti korupsi bersama-sama untuk kemajuan bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa peduli supaya berguna untuk masa kini dan nanti.

Sherly Azizah
Sherly Azizah
Mahasiswa aktif. Independent Woman.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.