Minggu, Oktober 13, 2024

Ganjar and The Mirror Never Lies

Aditia Ardian
Aditia Ardian
Penulis lahir di Serang, Banten, hobi traveling dan menulis.

“Lautan itu kejam Pakis, apapun bisa terjadi dengan ayahmu,” bentak Tayung saat menjawab pertanyaan anaknya (Pakis) tentang keberadaan sang ayah.

Pakis memang kerap dirundung kesedihan. Selain harus menerima nasib lahir dari keluarga tak berada, sang ayah yang berprofesi sebagai nelayan tak juga kunjung pulang setelah beberapa hari melaut. Tak kalah dengan Pakis, ibunya setiap detik, menit, jam, dan hari harus menanggung was-was dan gelisah kapan suaminya pulang. Dia menyadari bila kehidupan sebagai nelayan risikonya melebihi besarnya ombak di lautan. Tapi dia bisa apa selain pasrah dan berharap-harap cemas sambil berdiri di depan pintu menunggu sosok tulang punggung keluarga itu pulang.

Itu adalah kisah yang saya ambil dari Film The Mirror Never Lies (Lautan Bercermin). Film itu disutradarai sekaligus naskahnya ditulis oleh Kamila Andini. Akhir dalam film itu, Pakis dan Tayung harus menerima kenyataan jika sang ayah telah meregang nyawa di laut dan tak pernah kembali.

Seakan membaca kehidupan di sekitar lautan, film tersebut seolah menggambarkan betapa besarnya lara yang mesti ditanggung nelayan Indonesia. Tak ada jaminan kehidupan sekaligus keselamatan. Tapi di balik lara itu, saya melihat ada pucuk purnama yang hadir dari Jawa Tengah. Dari sana kita bisa belajar bagaimana kehidupan dan keselamatan nelayan diperjuangkan. Terlebih di Jawa Tengah ada 171.248 nelayan. Sebagian besar nelayan itu berasal dari pesisir pantai utara dan sebagian kecil dari pesisir pantai selatan. Termasuk dari mereka adalah nelayan Perairan Umum Darat (PUD) seperti waduk, danau, dan sungai.

Dengan jumlah yang sedemikian banyak, tentu Jawa Tengah tak lepas dari dinamika keuntungan dan kenelangsaan yang dialami nelayan, salah satunya terkait kesejahteraan. Dalam kisah yang dialami Pakis dan Tayung, kita bisa tahu jika Tayung harus menanggung beban akibat kepergian suaminya. Ia harus menjadi tulang punggung bagi keluarga kecilnya. Hal itu tentu menjadi masalah serius bagi Tayung, terlebih tak ada uluran tangan yang ia terima untuk keberlangsungan hidupnya.

Melihat peristiwa yang dialami Tayung, saya seperti disediakan realitas di Jawa Tengah. Ternyata benar, ingatan saya tak meleset. Peristiwa seorang nelayan bernama Sumantri asal Desa Bandengan, Kendal meninggal saat melaut. Tragedi itu tentu membuat keluarga terpukul.

Sang istri, Muasriyah, tak kuasa menahan sedih atas kepergian sang suami. Tapi nasi sudah menjadi bubur, apa yang telah terjadi tak dapat dicegah, apa yang telah lewat, tak dapat kembali. Muasriyah, layaknya Tayung dalam Film The Mirror Never Lies harus menanggung beban mengurusi keluarganya.

Berbeda dengan film, Muasriyah merasa bersyukur karena mendapat uluran tangan dari Pemerintah Provinsi Jateng. Uluran itu merupakan program Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo untuk meringankan beban para nelayan. Program yang dinamakan Asuransi Nelayan (Asnel) itu menjadi pelipur lara untuk Muasriyah. Ia dan keluarga kecilnya mendapatkan Rp 20 juta dari program itu.

Kisah lain dialami Ghufron. Nelayan asal Desa Bandengan, Kendal itu juga mengalami tragedi saat melaut. Ia mengalami kecelakaan dan harus segera mendapatkan pengobatan. Ganjar melalui Program Asnel kembali memberikan bantuan untuk biaya pengobatan sebesar Rp 5 juta kepada Ghufron.

Kepahitan hidup tak selalu sama seperti di film-film. Buktinya, walau mengalami kejadian serupa, nelayan di Jawa Tengah tak menanggung beban sendirian. Perhatian yang diberikan Ganjar terhadap nelayan bukti keberhasilannya memberikan kenyamanan dan bantuan, demi keberlangsungan hidup keluarga nelayan.

Melihat keberpihakan Ganjar kepada nelayan itu, membuat saya ingin tahu lebih banyak soal program ini. Ternyata Program Asnel yang berdampingan dengan Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak 2016-2022, sudah meng-cover asuransi nelayan kecil sebanyak 151.457 orang.

Saya terdiam ketika membaca data tersebut. Saya kaget, ternyata banyak sekali nelayan yang telah terbantu oleh program itu. Pantas saja, pria berambut putih itu banjir dukungan, lah wong programnya sangat berdampak bagi masyarakat. Dukungan itu datang bahkan dari luar wilayah Jateng. Diantaranya Komunitas Nelayan Pesisir DKI Jakarta, Komunitas Nelayan Pesisir Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur, bahkan Komunitas Nelayan Pesisir Sulawesi Selatan.

Ketiga wilayah dari luar Jateng itu serempak menginginkan program terobosan Ganjar Pranowo itu bisa direplikasi ke seluruh daerah Indonesia. Bahkan mereka terang-terangan mendukung Ganjar menjadi presiden 2024 mendatang. Menurut mereka, Ganjar sangat tahu bagaimana memperlakuan rakyat kecil, memperlakukan kita sebagai warga negara untuk mencapai sejahtera.

Melihat itu, saya tidak bisa menyimpulkan apapun selain program gagasan pria kelahiran 28 Oktober 1968 itu terbukti mampu menyejahterakan nelayan. Atas kepeduliaan ganjar, ia tampaknya selalu mendapat ruang khusus dalam hati masyarakat. Belum lagi, sosok Ganjar memang terkenal sederhana, dekat, serta tak memiliki sekat untuk bertemu langsung dengan masyarakat.

Jika bisa, Ganjar harusnya ikut ambil peran dalam Film The Mirror Never Lies (Lautan Bercermin) itu. Tapi lagi-lagi, kehidupan tak selalu sedih seperti pada film-film. Apalagi jika ada sosok Ganjar Pranowo dalam hidup kita. Agaknya, selama beliau menjadi pemimpin untuk kita, sebagai rakyatnya kita akan selalu diperhatikan. Ibaratnya, Ganjar adalah purnama yang menerangi kegelapan. Ganjar adalah jawaban untuk kita, untuk Indonesia.

Aditia Ardian
Aditia Ardian
Penulis lahir di Serang, Banten, hobi traveling dan menulis.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.