Ketakutan, suasana yang mencekam, penderitaan selalu membayangi rakyat Palestina setiap waktu. Mungkin dengan membaca puisi karya Mahmud Darwish, kita dapat membayangkan apa yang dirasakan oleh rakyat Palestina. 75 tahun lamanya Palestina dibombardir dengan suara tembakan, bom, dan rudal yang tak jarang menghiasi langit mereka. Sebanyak 6.000 lebih korban melayang, gelombang kelaparan yang mencekik, tak ada rumah untuk berpulang, begitulah sekiranya suasana di bumi Palestina.
Begitu banyak orang yang menyuarakan “free Palestine” diluar sana, tak jarang juga ada yang mendukung Israel. Bantuan demi bantuan dari negara lain selalu datang untuk memberi harapan terhadap mereka, namun harapan tersebut tak kunjung mendatangi mereka. Sampai saat ini, mereka tetap berjuang untuk mempertahankan tanah air mereka. Banyak orang menafsirkan konflik yang terjadi karena masalah agama, etnis, dan sengketa wilayah. Namun, apakah semua itu benar? karena demikian, mari kita flashback untuk menafsir ulang masalah yang sebenarnya terjadi di sana. Apakah benar masalah agama? etnis? Atau wilayah?
Kepentingan Agama
Sebagian besar menyebut konflik tersebut didasarkan oleh kepentingan agama antara yahudi dan islam. Yahudi meyakini ayat yang terkandung dalam kitab ibrani yang dijadikan sebagai justifikasi penjajahan di Palestina. Sebenarnya, justifikasi melalui ayat tersebut dilandasi dengan gerakan zionisme. Theodor Herzl merupakan pelopor gerakan zionisme yang tercantum dalam buku Der Judenstaat. Dalam buku tersebut, Herzl menyerukan orang yahudi untuk kembali ke tanah Palestina untuk membentuk negara dengan menggunakan dalil ayat tersebut.
Berbeda dengan yahudi, islam meyakini bahwa tanah palestina merupakan tanah suci umat islam. Di dalam Palestina terdapat situs-situs umat islam yang harus dilindungi oleh kaum muslim, khususnya Masjid Al-Aqsa. Terdapat pula ayat-ayat dalam kitab umat islam Umat muslim juga meyakini bahwa kaum yahudi merupakan musuh mereka pada hari akhir.
Klaim Sejarah
Sejarah mengenai etnis mana yang terlebih dahulu menempati tanah Yerusalem (Palestina) masih dalam perdebatan. Yahudi mengklaim bahwa orang yahudi lah yang pertama menempati tanah Palestina sejak 1025 SM. Di masa itu, yahudi klasik mendirikan negara yang digagas oleh raja bernama Syaul.
Raja Syaul diganti oleh Raja Daud, hingga diganti Raja Sulaiman. Setelah pemerintahan Raja Sulaiman berakhir, kerajaan Israel mengalami perpecahan, sehingga puncak kehancurannya pada saat serangan dari Nebukadnezar 586 SM. Kehancuran dari kerajaan bani israil membuat kaum yahudi terusir ke berbagai belahan dunia. Sejarah inilah yang dijadikan narasi oleh kaum yahudi untuk menguasai tanah Palestina.
Lain halnya yang disebutkan oleh bangsa Arab (Palestina), Menurut Mahdi Saied, dalam buku Fadhailu al-Masjidi al-Aqsha wa Madinati Baiti al-Maqdisi wa ar-Raddu ‘ala Mazaa’imi al-Yahudi, bahwa bangsa Arab sudah menempati tanah Palestina sejak 10 ribu SM. Mahdi juga menyebutkan bahwa bangsa kanaan–bangsa timur Laut Mediterania–merupakan bangsa Arab, bukan bangsa Yahudi. Kanaan merupakan bangsa yang mengembara, dulu bangsa pengembara identik dengan bangsa Arab.
Sengketa Wilayah
Di saat Inggris menduduki tanah Palestina, terjadi perseteruan antara bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Untuk mengatasi perseteruan tersebut, PBB membentuk United Nations Special Committee on Palestine (UNSCOP). UNSCOP mengusulkan untuk membagi wilayah menjadi dua, untuk Arab dan untuk Yahudi. Namun, kubu Arab menolak usulan tersebut, sedangkan Israel menyetujuinya. Namun, setelah Inggris pergi dari Palestina di tahun 1948, yahudi mendeklarasikan berdirinya negara Israel sesuai dengan wilayah yang sudah dibagi oleh UNSCOP.
Perang pun terjadi antara Israel dengan negara-negara arab yang mendukung Palestina yang dimenangkan oleh Israel pada tahun 1967. Dengan kemenangan tersebut, Israel terus melakukan pencaplokan terhadap tanah Palestina hingga saat ini Israel menguasai sekitar 77% tanah Palestina.
Arena Pertandingan Politik Global
Memang benar konflik ini terjadi karena masalah agama, etnis, sengketa sejarah, dan sengketa wilayah. Namun, perlu ditelaah lagi mengapa konflik tersebut terkesan abadi? Konflik berlangsung lama karena konflik ini dijadikan arena pertandingan politik global. Hal tersebut dapat dilihat dari sejarah konflik tersebut yang melibatkan negara-negara luar. Seolah secara gamblang menarasikan bahwa konflik tersebut perlu ada untuk sebuah kepentingan politik.
Menurut Susilo, dalam buku Teori Hubungan Internasional: Perspektif-Perspektif Klasik-Visensio Dugis, Realism merupakan pandangan terhadap dunia internasional dengan negara sebagai aktor utamanya. Sebagai aktor utama, negara memiliki kepentingan nasional, terutama kepentingan survival dan keamanan yang bisa disalurkan dengan power/kekuasaan.
Begitulah yang sekarang dilakukan Amerika Serikat. AS mendukung Israel sejak pertama berdiri dengan mengakuinya secara de facto. Hubungan AS-Israel semakin menguat ketika Israel menang dalam perang di tahun 1967. Di masa perang dingin, AS melihat potensi Israel untuk menjadi alat penahan pengaruh Soviet terhadap Timur Tengah. Selain itu, AS mendukung Israel karena dijadikan sebagai kontrol terhadap negara Timur Tengah. Potensi minyak serta adanya jalur terusan suez menjadikan Timur Tengah kawasan yang prioritas bagi Amerika Serikat.
Konsep hubungan AS-Israel serupa dengan AS-Jepang, yaitu powerplay. Menurut Victor D. Cha dalam jurnal Powerplay: Origins of the US alliance system in Asia, powerplay merupakan hubungan asimetris yang dikembangkan oleh AS di Asia Timur pada era perang dingin. Intinya, aliansi AS dengan Korea, China, Jepang menggunakan sistem hub & spoke yang artinya AS sebagai pusat (hub) sedangkan ketiga negara tersebut sebagai kepanjangan tangan AS (spoke).
Namun, untuk Jepang diperlakukan khusus karena berpotensi menjadi kekuatan besar di kawasan Asia. AS menggunakan Jepang sebagai kontrol utama kawasan Asia Timur, namun sekarang kontrol Jepang diperluas mencakup Asia Pasifik. Maka dari itu, hubungan AS-Israel sama dengan konsep dengan AS-Jepang, kedua negara bisa dibilang sebagai alat pengontrol terhadap kawasan masing-masing.
Selain itu, AS mendukung partai politik Palestina, yaitu Fatah. Partai mendominasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan berkuasa di Tepi Barat. Alasan AS mendukung Fatah karena fraksi Fatah meninggalkan perlawan senjata dan mendukung berdirinya negara Palestina yang berdampingan dengan Israel.
Di satu sisi, terdapat militan yang bernama Hamas. Hamas sangat keras menentang penjajahan Israel sehingga selalu terjadi bentrokan senjata, baik dengan militer Israel maupun Fatah. Dibalik kerasnya Hamas, terdapat sosok Iran di belakang mereka yang menyuplai kebutuhan senjata. Bantuan Iran tidak semata-mata karena rasa persaudaraan sesama muslim, namun terselip kepentingan di dalamnya. Kepentingannya sama dengan AS, yaitu memperluas pengaruhnya dalam kawasan Timur Tengah dan untuk mengusir pengaruh barat.
Bukan hanya Iran, namun terdapat beberapa negara Timur Tengah, seperti Turki, Syria, dan Qatar. Dengan demikian, dapat disimpulkan konflik Israel-Palestina merupakan arena bagi negara untuk berebut kekuasaan dan pengaruh.