Jumat, April 19, 2024

Film Bumi Manusia Projek Pendangkalan Nalar Masyarakat

Doel Rohim
Doel Rohim
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, pernah menjadi Pemimpin Umum LPM Arena UIN Sunan Kalijaga.

Sudah banyak tulisan yang membahas terkait gonjang-ganjing di filmkanya novel Bumi Manusia beberapa pekan ini. Mulai tulisan yang membandingkan subyek Minke dengan tokoh yang akan di perankan oleh Iqbal, kemudian yang menganalisis isi dari novel dan membandingkan pernyataan Hanung Bramantyo terkait isi novel yang hanya kisah cinta dan banyak lagi tulisan nyinyir terkait akan hadirnya sebuah film dari novel  legendaris Indonesia ini.

Awalnya saya tidak ingin terlibat jauh dalam perdebatan menilai projek yang masih belum jadi ini, tetapi pada suatu kesempatan saya di tanya oleh salah satu teman yang tiba-tiba ingin meminjam buku Bumi Manusia, yang bikin agak nyesek keputusan meminjam teman saya tersebut adalah karena booming-nya perbincangan terkait Bumi Manusia. Mereka menilai sdramatis apa sih buku itu terkait kisah percintaan Minke dan Annalies hingga banyak orang membincangkannya.

Mendengar alasan tersebut saya langsung lemes, saya melihat ada hal yang tidak baik dalam perkembangan psikologi massa kita dalam mengartikan novel Bumi Manusia ini. Dari pada itu, Saya tidak akan membahas seberapa berpengaruhnya buku ini dalam menciptakan narasi atas masa lalu bangsa kita ini. Saya rasa ulasan Muhidin M Dahlan di Geo Times beberapa hari lalu sangat cukup untuk mengambarkan bagaimana isi novel tersebut secara komperhensip.

Namun saya hanya ingin mempertegas bahwa ada ancaman yang lebih membahayakan dari projek pembuatan film ini ketika narasi yang dibentuk didasarakan pada viralitas yang menjadi ukuran dari sebuah karya. Yaitu pendangkalan massal dalam melihat sejarah bangsa kita melalui citra yang dimunculkan adalah simplifikasi atas realitas yang di gambarkan melalui film garapan Hanung Bramantyo nantinya ini.

Ada sebuah tesis yang bagi saya menarik yaitu, sesuatu yang viral pada kenyataannya berubah menjadi tidak bermakna lagi. Hal inilah yang menurut saya menjadi titik awal dari projek pendangkalan ini.

Seperti yang di ungkapakan oleh Baudrillard (1990/1993) dalam Transparency of Evil bahwa dalam budaya mutahir hari ini ada pola yang disebut dengan tahap fraktal (fractal), pemvirusan (viral), dan tahap kankerisasi (cancerous). Dalam hal ini tidak ada transendensi di sini, atau harapan, yang ada hanya perkebangbiakan yang tak  kunjung selesai. Bahwa segala sesuatu berasal dari citraan DNA ke AIDS ke televisi, mengikuti pola ini. Lebih tepatnya kode merupakan perkebangbiakan yang tidak pernah berakhir yang mencengkram dunia sosial kita.

Jadi bisa di pastikan dalam projek ini viralitas yang menjadi ukuran dari sebuah karya film ini. Tidak ada kedalaman makna terkait kondisi yang di gambarkan oleh novel Bumi Manusia yang meliputi kompleksitas kondisi, sosial, politik, dan mentalitas bangsa yang digambarkan oleh Pram begitu menawannya melalui karya fiksi ini.

Bisa kita lihat dari semangat awal munculnya film ini dari pernyataan Hanung yang di muat di CNN Indonesia yang mengartikan novel ini tidak lebih hanya kisah cinta dari Minke dan Annalies bahkan disamakan dengan kisah ayat-ayat cinta.

Saya rasa pernyataan itu bukan hadir begitu saja, tetapi ada motif  yang dilakukan untuk mengejar viral itu sendiri, ditambah lagi dengan pemilihan tokoh Iqbal yang nota benya habis naik daun dari film sebelumnya. Sungguh permainan yang sangat strategis untuk mendorong film ini mencapai jutaan penonton dan mendulang keuntungan berlipat ganda.

Terkait seberapa jauh kebermaknaan film ini nantinya saya tidak terlalu yakin akan hasil yang memuaskan. Bahkan bisa dipastikan akan sangat jauh dari harapan ketika melihat proses awal pengarapan sebuah maha karya Bumi Manusia ini. Tidak bisa kita salahkan penuh memang sutradara bahkan aktor yang terlibat dalam film ini nantinya. Karna yang harus kita sadari adalah ada motor pengerak pemodal (kapital) yang menjadi dalang utama dari projek ini, merekalah yang sesungguhnya memiliki kehendak lebih untuk melangsungkan projek pendangkalan nalar berfikir anak bangsa kita.

Saya yakin mereka tidak memikirkan bagaimana sosok Pram menuliskan karyanya ini, di dalam jeruji penjara pengasingan. Bahkan ibaratnya Pram menulisnya dengan darah menjadikannya tinta untuk mengoreskan cerita tentang anak bangsa yang ingin merdeka atas ketertidasan kolonialisme. Pram merekam semua abstraksi kondisi bangsa kita dalam keterkukungan kolonialisme, mengambarkan mentalitas bangsa kita sebagai bangsa terjajah dan bagaimana meraih kemerdekaan di dalam bumi manusia.

Namun, pada kenyataanya sejarah perfilman di Indonesia sampai saat ini masih sangat sulit untuk bisa dilepaskan dari faktor ekonomi politik yang ada. Dua sumbu yang sangat dominan masih mencengkram dunia perfilman kita. Maka hanya mimpi, bangsa kita bisa menikmati tayangan yang berkualitas dan mencerdaskan di dalam kehidupan masyarakat.  Disamping itu apa yang kita lihat dari projek  film Bumi Manusia ini dalam kajian poskolonial bisa jadi menghambat dekolonialisasi yang dilakukan oleh Pram.

Seperti yang kita pahami dekolonialisasi adalah pembongkaran terhadap semua struktur ekonomi, politik, dan sosial-budaya yang merintangi proyek emansipasi nasional. Dekolonialisasi bukan hanya bergerak di tataran praksis kebijakan, tapi juga mencakup cara berfikir dan mentalitas. Ini termasuk pembongkaran terhadap semua struktur, narasi, dan hirarki, yang dipakai kolonialisme untuk memaksakan kepatuhan.

Itulah sebenarnya narasi  besar Pram dalam  buku Bumi Manusia ini, tapi bagaimana jadinya misi politis yang menjadi arwah dari novel Bumi Manusia ini ketika telah direduksi maknanya melalui film yang hanya melihat orientasi pasar. Saya rasa semua tahu jawabanya.

Doel Rohim
Doel Rohim
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, pernah menjadi Pemimpin Umum LPM Arena UIN Sunan Kalijaga.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.