Pada era zaman jahiliyah “kebodohan” perempuan tersebut di pandang sebelah mata, ia direndahkan, tidak di hargai, sehingga di anggap selayaknya sampah. Bahkan ketika anak perempuan tersebut lahir maka bayi tersebut langsung di bunuh secara hidup-hidup. Sebelum masuknya Islam, perempuan tidak memiliki peran apapun. Dari segi sejarah ia selalu jadi korban, ketidaknyamanan saat hamil, dan rasa sakit saat melahirkan. Hal tersebut di anggap hukuman atas dosa pertama “Dosa Hawa”.
Dalam Islam posisi antara wanita dan pria tidak memandang berat sebalah, dalam artian Allah itu tidak memihak antara perempuan ataupun laki-laki. Sehingga dalam hal tersebut sudah di perkuat oleh firman Allah bahwa “ manusia yang paling dekat dengannya buakan laki-laki atau perempuan, akan tetapi orag yang paling saleh yang bertaqwa kepada-nya, baik itu laki-laki atau perempuan.”
Kehadiran Islam sebagai agama pentunjuk bagi manusia, dalam pandangan penindasan terkait perempuan perlahan berubah. Sehingga status perempuan di cabut dari semua bentuk, ketidakadilan dan sewenang-wenangan. Dalam perspektif agama Islam kedudukan laki-laki dan perempuan itu sama. Islam tersebut yang membawa keadilan bagi perempuan sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Agama Islam ia menjaga harkat dan martabat perempuan dengan memegang prinsip persaudaraan, kesetaraan, dan keadilan sosial. Sehingga dalam pandangan Asghar ia memandang Agama Islam yang di dalamnya ada suatu semangat dalam pembebasan. Dengan demikian ia mencobah membangun suatu nilai-nilai Islam sebagai bentuk teologi pembebasan.
Asghar Ali Engineer seorang feminis yang membela hak kaum perempuan dalam Islam. Ia seorang aktivis sekaligus pemikir India yang lahir pada 10 Maret 1939 di Salumbar, Rajasthan, India, sebagai putra seorang pendeta Bohra penganut paham dari Syi’ah Ismailiyah yang berhasil menyelesaikan pendidikannya di Universitas Vikram, Ujjain dan lulus dengan gelar doctor di bidang teknik sipil.
Ketika pemberontakan terjadi di Udaipur, tahun 1972, ia berperan utama dalam gerakan reformasi. Terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Pusat Komunitas Dawoodi Bohra dalam konferensi pertamanya di Udaipur pada tahun 1977. Kemudian ia mendirikan Institute of Islamic Studies di Mumbai tahun 1980 dan mendirikan “Pusat Penelitian Sosial dan Sekularisme” pada 1993 untuk mempromosikan kerukunan masyarakat.
Di dalam pandangan gender didasarkan pada anggapan teologis bahwa diciptakannya perempuan itu lebih rendah dari laki-laki. Seperti adanya anggapan bahwa perempuan hanya boleh melakukan aktivitas di dalam rumah “kasur,dapur dan sumur.” Dalam anggapan tersebut seakan perempuan itu tidak pantas untuk di jadikan pemimpin dan kemampuan perempuan tidak sama dengan laki-laki.
Akan tetapi bagi Asghar Eli Engineer menjelaskan bahwa di dalam Al-Qur’an memberikan tempat yang sangat mulia bagi semua orang, baik laki-laki dan perempuan. Kitab suci Al-Qur’an menyatakan bahwa status sosial dan keagamaan perempuan itu sama dengan laki-laki. Oleh karenanya, pemikiran Asghar ini sudah jelas berawal dari kecemasan, yaitu keadaan kaum perempuan dalam Islam yang masih mengkhawatirkan, sehingga konsep emansipasi yang diberikan sangat menarik.
Hingga saat ini pemikirannya masih sangat menarik karena konsep-konsep yang diberikan Asghar tidak hanya memberikan ide-ide teoritis bagi pemikiran keagamaan Islam. Tetapi ia juga memperjuangkan pembebasan dan kemanusiaan terutama bagi para aktivis kesetaraan perempuan yang memberikan landasan teologis.
Ia memberikan metode teologis sosial yang dapat memberikan jawaban yang rasional (mampu berpikir logis) , realistis, dan tetap berpegang pada nilai-nilai agama Islam dalam berbagai isu yang berkaitan dengan pembebasan atas hak-hak perempuan. Cara berpikir Asghar Ali terhadap isu-isu terkait perempuan cukup berbeda dengan literatur Islam selama ini.
Dalam hal ini terdapat alasan-alasan tertentu : Pertama, ia melihat persoalan tentang perempuan yang berkembang di dunia Islam dari perspektif metodologis dan tidak terbatas pada persoalan fikih, tetapi meliputi tentang persoalan filosofis, antropologis (ilmu tentang manusia), sosiologis (ilmu tentang sosial) dan sejarah. Kedua, ia menyajikan karya-karyanya dari sudut pandang tantangan sosial dan budaya yang dihadapi di era Islam modern saat ini.
Upaya revitalisasinya berdasarkan atas analisis sejarah pembebasan yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dan penjelasan yang terkandung dalam Al-Qur’an sehingga mempermudah proses pembebasan. Terdapat beberapa ayat yang berkaitan tentang pembebasan yaitu ayat tentang memerdekakan budak, kesetaraan gender dan kesetaraan bagi seluruh umat manusia.
Dalam kecamata Asgha Ali Engineer dalam teologi pembebasan bahwa manusia mempunyai kebebaasannya sendiri. Dalam artian bahwa manusia akan melawan berbagai bentuk penindasan dan pada dasarnya manusia adalah makhluk cerdas yang cenderung pada kesetaraan dan keadilan.