Sabtu, April 20, 2024

Fasilitas Mewah di Penjara Bagi Si Korup

M Untung Manara
M Untung Manara
Sedang meneliti perilaku korupsi di Maastricht University, Belanda.

Berita terkait operasi tangkap tangan di lembaga pemasyarakatan (lapas) Suka Miskin menjadi perseden yang sangat buruk terhadap upaya pencegahan korupsi. Kepala lapas tertangkap tangan menerima suap dari napi korupsi untuk imbalan fasilitas-fasilitas yang tidak seharusnya diberikan di dalam penjara. Dikutip dari berita online tempo (21/07/2018),  salah satu wakil ketua KPK menyayangkan hal ini, karena pemberantasan korupsi jadi sia-sia.

Segala upaya yang dilakukan oleh KPK dari proses penangkapan sampai persidangan muaranya adalah penjara. Penjara adalah hasil akhir atau efek jera yang ingin dimunculkan  terhadap perilaku-perilaku korupsi yang berhasil diungkap. Wakil ketua KPK, Saut Sitomorang, menyatakan bahwa pemaysarakatan merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan terpadu (detik.com, 21/07/2018).

Tujuan utama dari hukuman adalah untuk memberi konsekuensi negatif terhadap perilaku yang dianggap melanggar hukum (dalam hal ini perilaku korupsi) agar tidak diulangi di kemudian hari. Jadi hukuman sebisa mungkin berupa hal yang negatif yang dapat menimbulkan efek jera. Dalam hal ini, penjara dianggap sebagai hal yang dapat menimbulkan efek jera tersebut.

Kalau kemudian ternyata kondisi di lapas seperti yang terungkap dalam kasus ott KPK, para napi bisa membelis fasilitas-fasilitas mewah di penjara, maka hal ini menjadi hal yang bertolak belakang dari tujuan hukuman itu sendiri.

Secara mendasar, dalam ilmu perilaku, perilaku yang mendapat penguatan (reinforcement) akan cenderung terus diulangi, sedangkan perilaku yang mendapat hukuman (punishment) cenderung untuk tidak dilakukan lagi di kemudian hari. Di penjara, harapannya para napi mendapatkan hukuman agar supaya perilaku yang sama tidak terulang lagi.

Namun apa yang ditemuman KPK pada operasi tangkap tangan di suka miskin berkebalikan dengan tujuan mendasar dari penjara itu sendiri. Kehidupan penjara tidak jauh bedanya dengan kehidupan bebas diluar penjara. Fasilitas-fasilitas mewah bisa didapatkan dengan membeli pada oknum petugas lapas. Kondisi ini tentunya bukan malah memberikan punishment terhadap perilaku korupsi, sebaliknya mungkin menjadi reinforcement yang memperkuat perilaku korupsi untuk diulangi di kemudian hari.

Dampak terhadap upaya pencegahan

Penjara seharusnya dapat menjadi sebuah konsekuensi yang harus ditanggung pelaku korupsi dengan harapan dapat mencegah perilaku korupsi untuk diulangi lagi. Efek jera yang ditimbulkan dapat menjadi pembelajaran, baik bagi pelaku sendiri maupun orang lain agar tidak melakukan perilaku yang sama di kemudian hari.

Dalam rangka upaya pencegahan, hukuman yang diterima para koruptor seharusnya bisa menjadi sumber informasi bagi masyarakat luas. Efek jera yang seharusnya diterima koruptor selain bisa dirasakan oleh mereka sendiri tetapi juga menjadi pengingat bagi pihak lain yang berniat melakukan korupsi.

Dalam teori belajar sosial, individu tidak harus mengalami sendiri proses pembelajaran dalam beperilaku. Namun juga dapat melihat dari perilaku dan pengalaman orang lain. Efek jera yang seharusnya diterima oleh pelaku korupsi di penjara juga dapat dijadikan pembelajaran bagi pihak lain sebelum bertindak korupsi.

Sebelum bertindak korupsi, individu akan cenderung mencari tahu apa kensekuensi yang akan ditimbulkan dari perilaku tersebut. Untuk mencari tahu efek ini, individu bisa mendapatkannya dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

Hukuman yang diterima  dari perilaku korupsi yang berhasil diungkap dapat dijadikan informasi bagi masyarakat luas sebelum bertindak korup. Pada titik ini, diharapkan peran media untuk menyebarluaskannya agar menjadi informasi dan menjadi sebuah landasan sebelum memutuskan bertindak korup. Seperti halnya sebuah iklan produk yang mencoba masuk ke dalam storage informasi secara berulang agar dipertimbangkan ketika ingin memenuhi kebutuhan tertentu.

Harapan ini tentunya bertolak belakang dengan kondisi temuan KPK akhir-akhir ini. Temuan di lapas suka miskin menunjukkan bahwa konsekuensi negatif yang seharusnya diterima para napi ternyata tidak didapatkan, sebaliknya dengan fasilisat-fasiltas yang bisa dibeli mungkin malah reinforecement terhadap perilaku korupsi itu sendiri. Hal ini tentu juga dapat berdampak terhadap masyarakat luas sebelum bertindak korupsi. Penjara dengan fasilitas-fasilitas mewahnya, akan menjadi pertimbangan yang positif bagi calon-caon koruptor berikutnya. Bahwa efek yang akan mereka terima seandainya perilaku korupsi yang akan mereka lakukan terungkap tidaklah terlalu beresiko, mereka masih bisa menikmati kehidupan seperti halnya kehidupan di luar penjara.

Kondisi ini mungkin merupakan fenomena gunung es. Mungkin masih banyak penjara-penjara lain di daerah yang fasilitasnya juga bisa dibeli. Kalau kondisi ini merata di semua lapas di Indonesia, maka tidak salah kemudian apa yang dikatakan salah satu wakil ketua KPK bahwa upaya pemberantasan korupsi sia-sia.

Harapannya KPK bekerjasama dengan semua pihak, terutama dalam hal ini kemenkumham, untuk menindak semua praktek-praktek jual beli fasilitas di penjara. Dan mengembalikan fungsi dan tujuan utama penjara memberikan pembelajaran bagai napi dan juga masyarakat luas agar perilaku yang sama tidak terulang lagi di kemudian hari.

M Untung Manara
M Untung Manara
Sedang meneliti perilaku korupsi di Maastricht University, Belanda.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.