Rabu, Oktober 16, 2024

Epos Peristiwa Karbala, Terbentuknya Ikon Sakralitas Umat Syiah

Dhimas Sipahutar
Dhimas Sipahutar
S1 Studi Agama-Agama, UIN Syarif Hidayatullah | Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat

Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah dan merupakan bulan yang disucikan oleh umat Muslim. Bulan ketika puasa Tasu’a (9 Muharram) dan puasa Asyura (10 Muharram) menjadi amalan keutamaan dan bentuk penghormatan Nabi Muhammad Saw kepada Nabi Musa dan pengikutnya (dibaca; Yahudi) ketika Rasulullah sampai di Madinah.

Di sisi lain berbanding terbalik dari sikap humanis Rasulullah diatas. Pada bulan ini juga cucu Rasulullah, Husein bin Ali dibunuh di Karbala ketika perjalanan menuju Kufah untuk menjemput takdirnya. Muharram yang merupakan ashurul haram dikarenakan merupakan bulan yang dikarunia oleh Tuhan, yang didalamnya kaum muslimin dilarang berperang dan juga kaum muslimin dianjurkan agar menjauhi perbuatan aniaya pada bulan ini. Justru jalan pedang dipinggiran sungai Eufrat  yang mengiringi perjalanan sejarah umat muslim itu sendiri.

Pada Mulanya

Ali dan Muawiyah telah wafat, tetapi perseteruan mereka telah sampai kepada anak-anaknya yaitu antara Husein bin Ali dan juga Yazid bin Muawiyah. 22 April 680 Masehi, Yazid menjabat khalifah menggantikan ayahnya pada usia 34 tahun. Yazid bergerak masif dalam proses pengukuhan dirinya sebagai khalifah. Dimulai dengan pengangkatan Ubaydillah bin Ziyad sebagai gubernur Iraq untuk menekan pemberontakan yang terjadi di bekas markas Ali tersebut. Serta perintah untuk menangkap Husein di Madinah agar segera berbaiat kepada Yazid. Tetapi pada akhirnya Husein beserta kerabat keluarganya melarikan diri 250 mil dari Madinah ke Mekkah.

Kufah yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan pada zaman Ali, penduduknya merasa kecewa dengan pemerintahan tangan besi Yazid dan memohon untuk Husein membebaskan mereka dari penderitaan dibawah Yazid ini. Muslim bin Aqil yang sedari lama bersurat kepada Husein bahwa penduduk Kufah siap berbaiat, terbaca gerak-geriknya dan ditangkap ketika bersembunyi dari rumah ke rumah dan kemudian dibunuh oleh pasukan Ubaydillah atas perintah Yazid.

Sebelum wafat Muslim mengutus seseorang yang diandalkannya untuk memberitahu Husein dan mencegat Husein agar ke Kufah. Husein sangat sedih atas kabar kematian Muslim, tetapi hal itu tidak mengurungkan niat Husein untuk melakukan perjalanannya. Husein beserta ke 72 orang berisi keluarga dan pengikut setianya memulai perjalanan ke Kufah meskipun dia tahu bahwa marabahaya menunggu didepan sana.

Tiga minggu setelah meninggalkan Makkah, Husein dan rombongannya tinggal 20 mil lagi menuju Kufah. Mereka bermalam di Qadisiyah secara kebetulan juga perjalanan mereka dihadang oleh pasukan Hurr yang merupakan utusan dari Ubaydillah. Mereka menggunakan cara kooperatif untuk mencegah rombongan Husein. Setidaknya jika Husein tidak berkenan untuk berbaiat kepada Yazid, maka dia harus kembali ke Mekkah. Hurr sampai tidak hati untuk mengintimidasi Husein dan rombongan. Ditengah kebimbangan tersebutlah Husein melanjutkan perjalan kearah yang tidak terduga, yaitu kearah utara.

Pasukan Hurr mengiringi langkah rombongan tersebut, dan mereka pun akhirnya mendirikan tenda dibawah tebing terjal, tidak jauh dari hamparan lading yang dialiri oleh anak sungai Eufrat. Tempat inilah yang bernama Karbala. Tempat dimana Husein bin Ali beserta ke 72 pengikutnya sampai di ujung perjalanan.

Dikarenakan Ubaydillah yang mengetahui bahwa Hurr tidak menangkap Husein justru mendirikan izin agar melanjutkan perjalanan menuju utara. Akhirnya dia mengirim 4000 pasukan berkuda dan pemanah agar mengepung perkemahan tersebut.

Terciptanya Ikon-Ikon Syiah

Dengan 4000 pasukan melawan 72 orang; 32 prajurit berkuda dan 40 orang pejalan kaki tentu tidak ada celah untuk rombongan ini melarikan diri. Lesley Hazelton dalam buku After The Prophet (2018), merinci dengan jelas apa yang terjadi kepada rombongan kabilah ini selanjutnya. Dari peristiwa Karbala inilah satu persatu ikon dari ajaran Syiah tercipta, yang perayaannya dirayakan pada Hari Asyura.

Keponakan Husein, Qasim bin Hasan yang baru melakukan perkawinan dengan puteri Husein turun ke medan perang dengan masih menggunakan pakaian pengantin, harus rubuh terkena tebas pedang sesaat dia baru saja mengucapkan janji suci. Sosok Qasim di beberapa gambar dan poster inilah yang nantinya digambarkan sebagai sosok berwajah rupawan yang mengenakan tudung berwarna hijau.

Kemudian Abbas bin Ali, saudara tiri Husein. Blokade jalur air yang dilakukan pasukan Ubaydillah membuat persediaan air di perkemahan menipis dan Abbas menyelinap seorang diri pada malam hari untuk mengambil air di sungai. Sendirian melawan banyak orang dengan menunggangi kuda berwarna putih berakhir dengan terputus kedua lengannya dan wafat ketika pedang menusuk jantungnya. Nantinya sosok Abbas digambarkan sebagai ksatria berkuda putih yang dengan sigap menerjang ke segerombolan musuh.

Ali Akbar, putra tertua Husein. Terbilang masih dalam masa pubertas menuju dewasa tetapi diumur yang begitu belia dia bersikeras untuk turun ke medan perang kombat yang dikenang sebagai “Seorang anak muda yang keluar dari perkemahan berwajah seperti cahaya bulan” Segera setelah ayahnya melepas Ali ke medan perang dia mengayunkan pedang seperti gladiator ditengah pedang Eufrat. Ali gugur terkena tebasan pedang dari pasukan Yazid ditengah kehausannya. Husein yang melihat putra kesayangannya gugur ditengah padang pasir tersebut langsung berlari dan berteriak bak elang, nantinya ikon Husein yang memeluk Ali inilah yang kemudian menjadi gambaran umat Syiah.

Mungkin yang paling ikonik juga adalah penggambaran dari bayi laki-laki Husein bin Ali dikarenakan panas yang sangat terik ditambah rasa haus yang membuat dehidrasi menyebabkan bayi tersebut menangis tidak berhenti, bahkan sampai bayi ini tidak bisa menangis lagi. Dengan langkah pasrah Husein berjalan keluar tenda dan mengangkat bayi ini diatas kepalanya berusaha memberitahu pasukan Yazid bahwa bayi ini menderita dalam kehausan setidaknya mereka mengasihani anak-anak. Tetapi jawaban satu-satunya yang keluar adalah anak panah yang mengenai leher bayi tersebut, sampai darahnya mengalir diantara ruas jari Husein.

Dan terakhir merupakan inti dari pengkultusan umat Syiah di seluruh dunia. Tentu saja adalah kematian dari Husein bin Ali sendiri, yang kematiannya menjemput ketika hari ke 10 pada bulan Muharram. Kematiannya begitu tragis dan dibaluti kisah pilu sehingga umat Syiah ketika merayakan hari Asyura ada yang sampai memukul-mukul dada dan kepalanya dikarenakan seperti merasakan penderitaan Husein. Bahkan ada yang sampai tingkat ekstrim menyayat dahi dan mencambuk punggung mereka sendiri dengan rantai berujung belati beserta gambaran poster dimana-mana.

Husein bin Ali, anak dari Ali bin Abi Thalib, dan cucu dari Rasulullah SAW menghembuskan nafas terakhirnya ditengah anak panah yang bersarang di bahunya beserta 33 belati dan bacokan diseluruh tubuhnya. Kepala Husein pun dipenggal setelah dia meninggal untuk menunjukkan trofi penghargaan terhadap Yazid.

Jika Ali bin Abi Thalib adalah sosok pondasi Syiah, maka Husein adalah ikon pengorbanan. Apa yang terjadi padanya ketika dia sampai di Irak menjadi kisah esensi kasih ajaran Syiah – Inti emosi dan spiritual.

Al Fatihah…

Dhimas Sipahutar
Dhimas Sipahutar
S1 Studi Agama-Agama, UIN Syarif Hidayatullah | Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.