Senin, Mei 13, 2024

Efektifitas Treaty on The Non-Proliferation of Nuclear Weapons

Khaerul Tamimi
Khaerul Tamimi
IR Student at Syarif Hidayatullah State Islamic University

Senjata nuklir disebut sebagai senjata pemusnah masal (weapon of mass destruction), penggunaan dan pengendaliannya telah menjadi aspek kebijakan internasional sejak kehadirannya.

Pada 1 juli 1968 dewan keamanan PBB membuat treaty on the non-proliferations of nuclear weapons. Traktat ini adalah suatu perjanjian yang bertujuan membatasi kepemilikan senjata nuklir dimana terdapat 3 pilar utama dalam traktat tersebut. Terkait komitmen untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan teknologi senjata (non-proliferations nuclear weapons), untuk mencapai tujuan perlucutan senjata nuklir (disarmament), dan untuk mempromosikan kerja sama dalam penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai (the right to peacefully use nuclear technology).

Dikutip dari situs resmi PBB perjanjian tersebut merupakan satu-satunya komitmen yang mengikat dalam perjanjian multilateral untuk tujuan perlucutan senjata oleh negara-negara pemilik senjata nuklir. Dibuka untuk ditandatangani pada tahun 1968, Perjanjian ini mulai berlaku pada tahun 1970. Dan pada tanggal 11 Mei 1995 perjanjian tersebut diperpanjang tanpa batas waktu.

Sebanyak 191 negara telah bergabung dalam perjanjian, termasuk Nuclear Weapons State (NWS). Untuk memajukan tujuan non-proliferasi dan sebagai langkah membangun kepercayaan antara negara-negara anggota, traktat menetapkan sistem perlindungan di bawah tanggung jawab International Atomic Energy Agency (IAEA). Bagaimana kemudian traktat ini bisa untuk melakukan non-proliferations senjata nuklir di dunia terlebih terhadap negara yang memiliki senjata nuklir. Perlu diketahui Nuclear Weapon State (NWS) atau negara yang memiliki senjata nuklir tersebut adalah Amerika Serikat, Russia, Inggris, Francis, dan China.

Treaty on The Non-Proliferation Nuclear Weapons Sebagai Landasan Hukum

Sebelum adanya treaty on the non-proliferation of nuclear weapons periode tahun 1945-1968 terutama setelah ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945, negara-negara adidaya seakan-akan berlomba dalam menciptakan senjata nuklir.

Dalam kurun waktu empat tahun setelah kejadian di Hiroshima dan Nagasaki, pada 29 Agustus 1949 Uni Soviet meledakkan senjata fisi nuklir pertamanya bom plutonium yang dikenal dengan nama RDS 1.

Pada tanggal 2 Oktober 1952 kemudian Inggris mengikuti jejak Uni Soviet dengan melakukan uji coba senjata nuklir pertamanya, pada 13 Februari 1960 Prancis melakukan uji coba nuklir atmosfer pertamanya, yang diberi nama kode “Gerboise Bleue” (Tikus Gurun Biru), di Sahara Aljazair, dan diikuti China pada 16 Oktober 1964.

Keempat negara tersebut seakan-akan tidak mau kalah dengan Amerika, walaupun masih tahap percobaan tetapi kita bisa lihat bahwa keempat negara tersebut mempunyai niat untuk menciptakan senjata nuklir. Sampai kemudian pada tahun 1968 untuk mencegah perlombaan senjata nuklir ini dibuat treaty on the non-proliferation of nuclear weapons yang salah satu pilar dari traktat tersebut adalah untuk non-proliferasi senjata nuklir . Traktat tersebut kemudian diratifikasi oleh NWS . Artinya negara-negara yang meratifikasi harus patuh terhadap pasal-pasal yang ada ditraktat tersebut.

Lima negara ini secara resmi diperbolehkan memiliki senjata nuklir dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Tetapi lima negara NWS setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir. Seperti yang tertulis dalam pasal 1-3 tentang non-proliferations: (Articles I, II, III): Nuclear weapon states are not to transfer to any recipient whatsoever nuclear weapons and not to assist, encourage, or induce any NNWS to manufacture or otherwise acquire them. Non-nuclear weapon states are not to receive nuclear weapons from any transferor and are not to manufacture or acquire them. NNWS must accept the international atomic energy agency (IAEA) safeguard on all nuclear materials on their territories or under their control.

Walaupun perjanjian nuklir kerap dikritik tidak adil, hal ini disebabkan karena negara yang belum mempunyai senjata nuklir dilarang mengembangkannya. Sedangkan negara yang sudah memiliki nuklir seperti Amerika dan Rusia dibolehkan menyimpan senjatanya. Tetapi negara-negara yang belum mempunyai senjata nuklir pada akhirnya menerima traktat tersebut.

Dalam hal ini, negara-negara pemilik senjata nuklir dapat membantu negara-negara yang tidak punya senjata nuklir untuk mengembangkan teknologi nuklir. Teknologi yang dikembangkan bukan untuk pertahanan, melainkan untuk pengembangan energi nuklir. sesuai pasal 4 tentang The right to peacefully use nuclear technology: (Article IV): All state parties undertake to facilitate, and have a right to participate, in the exchange of equipment, materials, and scientific and technological information for the peaceful uses of nuclear energy.

Sampai detik ini senjata nuklir masih dimiliki oleh NWS, tetapi NWS tidak bisa semena-mena karena dengan adanya traktat ini menjamin, pertama treaty on the non-proliferation nuclear weapons menjadi instrumen hukum dan politik yang sangat diperlukan untuk mencegah proliferasi lebih lanjut dari senjata nuklir. Dengan tidak adanya traktat ini, kemungkinan banyak negara lain akan mengembangkan senjata nuklir pasca 1970, memicu perlombaan senjata regional dan global. Kedua, treaty on the non-proliferation nuclear weapons adalah satu-satunya perjanjian yang secara hukum mengikat NWS yang diakui secara resmi untuk mengejar perlucutan senjata nuklir.

Artinya secara konseptual dan hukum, dengan adanya treaty on the non-proliferation of nuclear weapons bisa menghambat perkembangan senjata nuklir di dunia, karena tertulis jelas dalam traktat tersebut bahwa NWS tidak boleh untuk mentransfer senjata nuklir ke negara lain. Misalkan kelima negara NWS secara sepihak menggunakan nuklirnya untuk kepentingan pertahanan, landasan hukum bagi Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi kepada NWS.

Dewan Keamanan PBB juga terus berkampanye yang isinya menyatakan bahwa “perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan jangan pernah diperjuangkan”. Mereka juga menegaskan kembali negara-negara di dunia harus berkomitmen untuk mematuhi perjanjian dan janji non-proliferasi, perlucutan senjata, dan kontrol senjata serta kewajiban mereka di bawah traktat 1968 tentang non-proliferasi senjata nuklir.

Khaerul Tamimi
Khaerul Tamimi
IR Student at Syarif Hidayatullah State Islamic University
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.