Jumat, April 19, 2024

Drama Pemilihan Cawapres Dipilih dalam Ruang Tertutup

Satria Oktahade
Satria Oktahade
Alumnus Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas, Mahasiswa Magister Jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia(GMNI)

Keputusan yang telah di ambil oleh kubu Jokowi maupun kubu Prabowo Subianto dalam pemilihan calon wakil presidennya masing-masing telah mengejutkan banyak pihak. Bagaimana tidak nama seperti Ma’ruf Amin dan Sandiaga uno pada awalnya luput dan tidak disangka oleh publik akan dipilih oleh masing-masing kandidat capres tersebut.

Drama yang terjadi pada keputusan penetapan nama Cawapres yang pilih Jokowi dan Prabowo ini, dapat dibedah dengan teori Powercube (kubus kekuasaan) dari John Gaventa. Pada teori ini secara umum, kekuasaan dipahami sebagai kontrol seseorang atau kelompok terhadap orangatau kelompok lain.

Gaventa mengatakan kekuasaan itu bermain pada tiga dimensi, yaitu dimensi Level, dimensi Ruang, dan dan dimensi bentuk. Pada kesempatankali ini izinkan penulis menjabarkan bagaimana dinamika pada pemilihan cawapres menggunakan salah satu dari dimensi tersebut, yakni Dimensi Ruang. Dimensi ruang pun terbagi menjadi tiga, yakni Ruang yang diciptakan, Ruang yang diperkenankan, dan Ruang tertutup.

Ruang yang Diciptakan

Ruang yang diciptakan atau diklaim, ini merupakan ruang khusus dari masyarakat yang tidak mempunyai kekuasaan. Cornwell menyebut ruang ini sebagai ruang ‘organik’ yang muncul terlepas dari perhatian umum dan bisa memunculkan mobilisasi masyarakat seperti dalam hal menghadapi isu-isu tertentu ataumenggalang kekuatan bersama dalam memperjuangkan kepentingan umum.

Pada awalnya salah satu partai politik yakni Partai SolidaritasIndonesia (PSI), telah mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam menentukanlangsung calon wakil presiden untuk mendampingi Jokowi melalui polling yangdiadakan. Melalui poling tersebut pilihan tertinggi jatuh kepada nama Mahfud MD, dan rekomendasi ini pun menjadi prioritas nama yang dimaksukkan oleh Jokowi beserta partai koalisi dalam posisi calon wakil presiden yang akan dipilih.

Jika diperhatikan, suara dari publik ini menjadi kandidat kuat pada awalnyawalau akhirnya Jokowi dan Partai koalisi memutuskan untuk memilih nama Ma’ruf Amin dengan berbagai pertimbangan yang matang tentunya.

Begitupun yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa GNPF ulama yang menyodorkan nama cawapres yang diputuskan berdasakan hasil ijtimaulama. GNPF menyodorkan nama-nama seperti Salim Segaf atau Ustaz Abdul Somad,kemudian sempat merekomendasikan dua nama lain sebagai alternatif yakni Ustadz Arifin Ilham dan Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).

Nama-nama tersebut terdengar sempat di pertimbangkan oleh Prabowo, namun pada detik-detik akhir mantan menantu Presiden Soeharto ini memutuskan untuk memilih Sandiaga Uno untuk mendaminginya pada kontestasi pilpres mendatang.

Ruang yang Diperkenankan

Pada dimensi Ruang yang diperkenankan masyarakat diperkenankan untuk mengikutidan mengetahui proses dari sebuah pengambilan kebijakan maupun pengambilan keputusan.Kaitanya bisa disaksikan dari cara yang dimainkan oleh kubu Jokowi dalam memberikan informasi terkait nama calon wakil presidennya.

Hal itu dapat kitalihat pernyataan yang disampaikan oleh ketua PPP Romahurmuziy atau yang sering dikenal dengan Romi. Ia menyuguhkan kepada publik bahwa ada 10 nama yang akan menjadi pendamping Jokowi. pada awalnya 10 nama tersebut tidak disebutkan oleh Romi, namun pada akhirnya Romi pun menyebutkan nama-nama tersebut kepada awak media.

Disini dapat dilihat bagaimana Romi sebagai salah satu bagian dari koalisi pendukung Jokowi membuka dan memperkenankan publik untuk mengetahui nama-nama cawapres yang akan menjadi pendamping dari Jokowi.

Namun pada ranah ini tidak disebutkan secara langsung siapa nama yang telah diputuskan sebagai cawapres, hanya dikatakan bahwa cawapres Jokowi tidak akan keluar dari nama-nama yang sebelumnya disebutkan.

Pada akhirnya publik mulai meneraka-nerka siapa nama yang cocok dengan ciri-ciri yang telahdisampaikan tesebut. Cara ini dinilai sebagai strategi yang dimainkan oleh Jokowi maupun Prabowo. seperti yang dikatakan oleh pengamat politik UniversitasIndonesia, Cecep Hidayat kepada CNNIndonesia.com.

“Mereka berusaha saling tunggu dalam mencari cawapres. Karena cawapres ini harus melengkapi. Kriteria cawapres yang dipilih itu barudiketahui jika sudah tahu siapa lawannya”

“Jokowi tentu melihat kriteria sejumlah alternatif Cawapres.Penentuan itu tinggal dilihat dari Prabowo Cawapresnya siapa. Jika Prabowosudah menentukan cawapresnya, berarti Jokowi milih cocoknya si A, misalnya.Begitu juga Prabowo juga sama.”

Sedangkan pada kubu Prabowo Subianto, sedikit berbeda. Dimana Ruang ini disajikan lebih kecil. Publik hanya menyaksikan proses tarik ulur antaraPrabowo dengan partai-partai koalisinya. Pada awalnya santer terdengar kabarbahwa Koalisi Gerindra-PKS-PAN terancam bubar dikarenkan Prabowo telahmemutuskan akan berkoalisi dengan Partai demokrat dan memilih Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapresnya. Namun akhirnya sepakat memutuskan nama Sandiaga Uno.

Dipilih Melalui RuangTertutup

Pada Akhirnya banyak publik terkejut terhadap keputusan yang diambil oleh Jokowi maupun Prabowo. Karena hal ini terjadi menjelang akhir pendaftaran Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden kepada KPU dan banyak masyarakat yang tidak menduganya.

Ruang tertutup, sebagai tempat pembuat kebijakan, dan dihuni oleh aktor ataupun elit yang memiliki pengaruh. Keputusan-keputusan yang diciptakan di “belakang pintu”. ruang dalam merumuskan kebijakan dan membuat keputusan di setting tertutup.

Sebelumnya tidak banyak yang tau terhadap nama calon wakil presiden yang telah diputuskan oleh Jokowi maupun Prabowo. Bahkan Mafud MD punbaru mengetahui bahwa yang di calonkan bukanlah dia, tetapi Ma’ruf Amin beberapa jam sebelum keluar pernyataan resmi dari Jokowi beserta partai koalisinya.

Banyak yang menduga telah terjadi penetrasi yang dilakukan oleh Cak Imin sebagai ketua umum PKB dan tokoh-tokoh lain di dalam koalisi kepada Jokowi, sehingga diputuskannya nama Ma’ruf Amin.

Begitupula seperti Partai Demokrat yang terkejut terhadap manufer yang dilakukan Prabowo Subianto yang akhirnya memilih nama Sandiaga Uno.Langkah Prabowo ini mengundang komentar dari Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief yang ia tuliskan di akun twitternya.

Andi terlihat marah terhadap keputusan yang diambil oleh Prabowo untuk kembali mendekat kepada PKS dan PAN hingga memutuskan nama Wakil Gubernur Jakarta Tersebut sebagai cawapresnya.

Ia menyatakan telah terjadi praktik politik kotor yang dilakukan oleh Sandiaga Uno yang memberikan uang sebesar 500 Miliar masing-masing kepada PKS dan PAN untuk memilihnya menjadi calon wakil presiden dari koalisi Gerindra, PKS dan PAN. Dari kedua hal tersebut dapat dilihat bagaimana kekuasaan bermain pada ranah ruang yang tertutup dan tidak dapat diakses oleh publik bahkan elite-elit tertentu yang terlibat di proses tersebut.

Pada ujung tulisan ini, Penulis teringat pada bukunya Harold D Lasswell yang berjudul, Politics: who gets what, when and how (Politik: siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana). Kalimat ini mengingatkan kembali bagaimana politik itu berjalan dengan banyak strategi, trik dan drama yang dimainkan oleh aktor-aktor di dalamya.

Satria Oktahade
Satria Oktahade
Alumnus Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas, Mahasiswa Magister Jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia(GMNI)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.