Sabtu, April 20, 2024

Dihadapi Bukan Menjauh dan Lari

Iip Rifai
Iip Rifai
Penulis Buku "Persoalan Kita Belum Selesai, 2021"| Alumnus : ICAS Paramadina University, SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, Pascasarjana UIN SMH Banten, Sekolah Demokrasi Serang 2014.

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah sangat menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar (QS. Ar-Ruum: 30)

Secara geografis, posisi Indonesia  merupakan negara strategis yang berpotensi mengalami bencana besar di dunia. Sebut saja salah satunya bencana gempa. Di negeri kita jauh lebih banyak mengalami gempa dibanding negara-negara lain, termasuk  Jepang.

Jepang memang sangat terkenal dengan bencana gempa, namun negeri tersebut mampu mengantisipasi gempa lebih serius karena banyak hal, antara lain karena masyarakatnya yang lebih sadar, siap serta punya pengetahuan awal bagaimana cara menghadapinya dengan baik. Disamping, pemerintah Jepang juga lebih siap menghadapinya sebelum bencana tersebut berlangsung dan memakan korban lebih banyak.

Sungguh sangat paradoks dengan negeri kita, Indonesia. Kesadaran warganya mengenai gempa masih belum terbangun. Peringatan dini mengenai hal tersebut dari pemerintah juga belum maksimal.

Maka sangat wajar tren gempa di Indonesia sering kali memakan korban dengan jumlah yang tak sedikit. Sebut saja bencana gempa di Lombok kemarin yang berkekuatan 6 hingga 7 skala richter (SR) memakan korban ratusan jiwa atau gempa tsunami di Aceh yang berkekuatan 9,3 skala richter yang memakan puluhan ribu jiwa.

Jika kita hitung, berapa banyak gunung berapi di negeri kita? Indonesia, disebut juga sebagai negara yang dikelilingi cincin api, dalam beberapa tahun terakhir, gunung berapi tersebut menyemburkan apinya telah merusak perkebunan, persawahan bangunan dan infrastruktur masyarakat. Letusan gunung berapi inilah yang kemudian menjadi sumber gempa vulkanik.

Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan faktor alam dan atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Pengertian bencana di atas disebabkan oleh faktor alam (natural disaster), nonalam (non-natural disaster), dan manusia (man-made disaster). Dengan demikian ada kategori untuk masing-masing faktor tersebut. Dalam konteks ini, gempa bumi Lombok, NTB, termasuk kategori bencana alam (natural disaster).

Karena bencana adalah persoalan semua pihak, maka bencana tersebut memerlukan pembahasan yang komprehensif dan multidimensional agar semuanya bisa teratasi sebelum memakan korban yang lebih banyak, semacam ada peringatan dini (early warning) sebelum semuanya terjadi atau simulasi gempa yang diadakan pemerintah daerah setempat secara rutin dan berkala.

Bencana memerlukan penyikapan yang serius karena menyangkut nyawa dan harta benda warga negara yang harus dilindungi oleh negara. Salah satunya adalah dengan membangun sistem nasional penanggulangan bencana yang mencakup; legislasi, kelembagaan, juga pendanaan.

Hal paling penting yang masih abai adalah mengembalikan traumatis masyarakat terhadap bencana gempa ini, terutama bagi anak-anak. Psikologi mereka harus segera dipulihkan setelah mereka syok mengalami bencana gempa yang sangat dahsyat dengan menyediakan fasilitas bermain di tempat pengungsian.

Para relawan yang khusus menangani persoalan ini harus dihadirkan di tengah-tengah mereka baik oleh pemerintah maupun lembaga swasta yang konsen di bidang ini.

Sungguh, dengan penanganan mental seperti di atas, sangat membantu perkembangan psikologi mereka. Bantuan yang bersifat ruhani sama pentingnya dengan bantuan yang bersifat materi. Satu hal penting lainnya adalah meyakinkan kepada mereka bahwa bencana merupakan takdir atau ketentuan Tuhan yang harus disikapi positif.

Jangan lari, berputus asa kemudian berpangku tangan dengan hanya mengandalkan bantuan pemerintah dan para dermawan. Dalam konteks ini, kita harus belajar kepada pemerintah pusat, warga atau masyarakat Yogyakarta serta pemerintah daerah D.I. Yogyakarta saat tertimpa bencana gempa, 27 Mei 2006.

Kala itu bantuan Palang Merah Indonesia (PMI) dan pihak-pihak lain juga tak luput memberikan respon yang cepat melalui cabang-cabangnya di tingkat kota/kabupaten terdekat. Mereka melakukan tindakan-tindakan pertolongan darurat; salah satunya dengan mendirikan rumah sakit lapangan

Tak kalah pentingnya adalah dinamika dan empati masyarakat Yogyakarta yang membantu ke wilayah bencana. Bantuan terus berlangsung sampai tahap rehabilitasi dan rekontruksi. Pihak kampus berbagai universitas juga berkontribusi dengan mendirikan posko bantuan kemanusiaan.

Pusat studi dari berbagai universitas juga terlibat dalam dinamika penanggulangan bencana ini. Maka tak heran rehabilitasi dan rekonstruksi gempa Yogya relatif lebih cepat ketimbang penanganan di daerah-daerah bencana gempa lain.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana memaknai bencana alam (gempa) yang menimpa Pulau Lombok, NTB kemarin? Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia secara geografis terletak dalam  empat pertemuan lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Di bagian selatan dan timurnya terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera hingga Sulawesi dan sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah. Kondisi demikian sangat rawan bencana dan berpotensi untuk gempa bumi, tsunami. gunung berapi meletus, longsor dan banjir.

Kondisi di atas dapat menyadarkan kita bahwa bencana gempa di masa yang datang akan kembali muncul baik dalam skala kecil maupun besar. Dengan menyadari kondisi di atas kita seharusnya mampu mempersiapkan diri serta menyikapinya dengan positif dan kreatif. Kreatifitas tersebut bisa dengan cara merekayasa alat atau teknologi yang dapat meminimalisasi kerugian baik materi maupun jiwa manusia. Dampak negatif sebuah bencana dapat diatasi dengan baik.

Terakhir, saya ingin mengatakan bahwa bencana apapun di dunia ini adalah akibat ulah tangan manusia. Allah SWT kirim agar mereka bisa berpikir mengelolanya sebaik mungkin. Ingat, di balik bencana tersebut ada hikmah atau ibrah (pelajaran) bagi manusia itu sendiri, baik secara individu atau kolektif.

Salah satu hikmahnya adalah kita sebagai makhluk yang mendiami planet bumi ini untuk tak sewenang-wenang memperlakukan, mengeksploitasi serta merusaknya demi kepentingan perut dan kantong semata. Mempersiapkan diri sejak dini menghadapi bencana adalah solusi terbaik ketimbang bersikap reaktif ketika bencana itu datang dan terjadi.

Turut berduka untuk seluruh korban gempa Lombok. Doa kami selalu mengiringi saudara-saudaraku tercinta. Bangun dan bangkit kembali adalah cara cepat bagaimana menyiasati duka dan bencana. Wallahu a’lamu bi al-shawwaab.

Iip Rifai
Iip Rifai
Penulis Buku "Persoalan Kita Belum Selesai, 2021"| Alumnus : ICAS Paramadina University, SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, Pascasarjana UIN SMH Banten, Sekolah Demokrasi Serang 2014.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.